JANGAN CACI SHAHABATKU
Luthfi Bashori
Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab shahihnya, sabda Nabi SAW : Hati-hati (jagalah) terhadap para shahabatku, jangan jadikan mereka sasaran cacian dan kritikan sepeninggalanku, barang siapa yang mencintai mereka, maka dengan rasa cintaku aku mencintai orang tersebut, barang siapa yang membenci mereka, maka demi rasa benciku aku membenci orang terserbut, barang siapa mengganggu mereka sungguh ia telah menggangguku, dan barang siapa menggangguku maka sama saja ia telah mengganggu Allah, barang siapa mengganggu Allah, pasti Allah akan menyiksanya.
Wasiat Nabi SAW ini ternyata ibarat sebuah kekhawatiran beliau SAW yang sangat mendasar, karena di akhir jaman ini sudah banyak pihak-pihak yang berani mengkritik, hingga mencaci maki para shahabat Nabi SAW, bahkan dalam kitab-kitab Syiah Imamiyah yang dianut oleh masyarakat Iran dengan tokoh spiritualnya Khomeini, tersebar kalimat-kalimat pengkafiran terhadap para shahabat Nabi SAW ini.
Padahal pelarangan Nabi SAW kepada perilaku pendiskriditan terhadap para shahabat ini bukan hanya sekali dua kali beliau SAW sabdakan, banyak riwayat hadits tentang pelarangan itu, sebut saja hadits riwayat Imam Bukhari :
`Jangan kalian caci maki para shahabatku, jangan kalian caci maki para shahabatku, demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, andaikata kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan dapat menyamai kemuliaan para shahabat itu sekalipun hanya separuhnya`.
Coba kita bandingkan dengan riwayat kaum Syiah Imamiyah dalam kitab-kitab rujukan utama mereka:
Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Tadil mereka (Al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja`far (Muhammad Al-Baqir) bahwa ia berkata: Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang, maka aku (rawi) berkata: Siapa tiga orang itu? Ia (Abu Ja`far) berkata: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi`ah Al-Imamiyyah Al-Itsna Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)
Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya`qub Al-Kulaini berkata: Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi. (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi`ah Wa Ahlil Bait, hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)
Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab Asy-Syi`ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)
Adapun shahabat Abu Bakar dan Umar, dua manusia terbaik setelah Nabi SAW , mereka cela dan laknat. Bahkan mereka berlepas diri dari keduanya ini merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu, didapati dalam kitab bimbingan do`a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114), wirid laknat untuk keduanya:
Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka`(yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin Aisyah dan Hafshah). (Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib).
Itulah salah satu dari sekian banyak perbedaan prinsip antara ajaran agama Islam dengan ajaran agama Syiah Imamiyah.