PEMERINTAH LAMBAN TANGANI SYIAH
Luthfi Bashori
Terjadinya pembakaran rumah penganut Syiah di Omben Sampang, adalah akibat kerja pemerintah yang lamban dalam menangani pelarangan aliran sesat, sehingga memicu keresahan dan kemarahan umat Islam.
Kesalahana bukan saja pada langkah yang lamban, namun seringkali salah persepsi dalam menafsiri jargon Kebebasan beragama/berkeyakinan/berekspresi yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini.
Di sisi lain, pemerintah hanya mengakui 6 agama resmi Indonesia yaitu Islam, Hindu, Budha, Katolik, Protestan, Khong hucu, serta melarang perilaku penistaan dan penodaan terhadap agama resmi Indonesia.
Namun, tatkala ada aliran baru yang ajarannya menistakan dan menodai kesucian salah satu agama resmi Indonesia, pemerintah justru terkesan enggan melarang aliran sesat tersebut. Bahkan kerusuhan demi kerusuhan sudah sering terjadi di tengah masyarakat, akibat merebaknya aliran sesat yang sangat meresahkan, namun lagi-lagi pemerintah sangat lamban dalam menangani aduan masyarakat.
Peristiwa pembakaran rumah penganut Syiah Karang Gayam Omben Sampang Madura adalah salah satu dari sekian bukti kelambanan pemerintah untuk melarang secara resmi aliran Syiah Imamiyah dikembangkan di Indonesia.
Indonesia yang memproklamirkan diri sebagai negara berdaulat, dengan bentuk pemerintahan NKRI, ternyata terkesan takut-takut melarang aliran sesat Syiah Imamiyah hasil import dari negara Iran itu.
Di sinilah kedaulatan NKRI diuji lulus-tidaknya dalam melindungi keabsahan agama Islam bermadzhab Ahlus sunnah wal jamaah yang dianut mayoritas umat Islam Indonesia. Padahal, jika dikaji secara mendalam, ajaran Syiah Imamiyah ini sendiri lebih tepat disebut sebagai agama tersendiri di luar Islam.
Penganut Syiah Imamiyah meyakini bahwa Alquran kitab suci umat Islam yang beredar di seluruh dunia itu dianggap belum lengkap, bahkan diyakini sudah banyak mengalami perubahan, dan menurut keyakinan aliran Syiah Imamiyah, kelak salah satu Imam (pimpinan tertinggi) mereka akan datang menggantikan Alquran milik umat Islam ini dengan kitab suci versi mereka yang juga bernama Alquran, namun jumlah isinya tiga kali lipat lebih banyak dibanding isi Alquran kitab suci umat Islam yang tiga puluh juz itu.
Keterangan semacam ini, secara resmi ditulis dalam kitab rujukan utama Syiah Imamiyah antara lain kitab Alkaafi dan kitab Fashlul Khithab fi Tahriifi Kitaabi Rabbil Arbaab. Jika saja pemerintah tanggap dan jeli, serta mau merangkul para ulama yang telah mengkhususkan diri mempelajari kesesatan Syiah Iran ditinjau dari ajarannya, lantas secara tegas melarang perkembangan Syiah Imamiyah di Indonesia, maka peristiwa kerusuhah seperti di Karang Gayam itu tidak akan terjadi.
Namun sayang seribu kali sayang pemerintah sangat lamban dalam mengeluarkan SK Pelarangan Syiah Imamiyah dikembangkan di Indonesia, padahal permintaan terbitnya SK Pelarangan Syiah itu sudah lama diajukan oleh berbagai kalangan ormas dan tokoh masyarakat dengan menyertakan bukti-bukti kesesatan Syiah secara akurat.