Usairim bin Al Asyhal, Muallaf yang Beruntung
Bernard Abdul Jabbar
Inilah sebuah kisah kemuliaan yang telah diperlihatkan Allah Swt kepada seseorang yang apabila Allah telah tetapkan hidayah-Nya, maka tidak ada sesuatupun yang dapat merubahnya dan tiada pula yang bisa menghentikannya.
Iman kepada Allah dan seluruh rukun iman lainnya merupakan urusan yang paling penting dari sekian banyak urusan yang ada dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, dan seutama – utamanya amalan yang akan menjadi bekal di kampung akhirat adalah shalat, yaitu qiyam, ruku dan sujud. Dan apakah mungkin seseorang yang tidak pernah menjalankan sholat semasa hidupnya akan masuk surga? Hal ini sesuatu yang tidak mungkin terjadi, karena sholat adalah amalan utama. Meninggalkannya adalah kafir!! Lalu kapankah seseorang dapat masuk surga tanpa sholat?
Inilah yang terjadi di zaman Rasulullah SAW yang terjadi pada Ushairim bin Al– Asyhal. Kerap kali Abu Hurairah ra berkata, “Ceritakanlah kepadaku tentang seorang laki–laki yang masuk surga tanpa pernah sholat sekalipun, apabila orang orang tidak mengetahuinya dan bertanya kepadanya siapakah orang itu?.” Rasulullah menjawab, “Ushairim bin Al–Asyhal”.
Sebelum cahaya kebenaran masuk ke dalam hatinya, ia adalah sosok manusia yang permusuhannya terhadap Islam sungguh sangat besar. Ia berusaha mengajak dan mempengaruhi kaumnya untuk menentang Nabi Muhammad, untuk tidak masuk ke agamanya, bahkan ia menghina dan mengejek serta menjelek-jelekkan Nabi Muhammad dengan sebutan - sebutan yang kurang enak didengar telinga.
Beberapa saat setelah cahaya petunjuk itu masuk ke dalam hatinya dan takdir Allah telah merubah hatinya untuk menerima kebenaran Islam, maka cahaya jihad langsung merasuk ke dalam segenap jiwa dan raganya dan mendorongnya untuk segera menolong dan membantu agamanya dan Rasulnya. Dengan keberanian dan kegagahannya dia memanggul senjata dan merangsek masuk ke medan tempur tanpa rasa takut dan gentar. Ia ayunkan senjatanya menebas musuh–musuh Allah ke kanan dan ke kiri. Sampai akhirnya ia pun banyak tergores dan tertusuk senjata musuh hingga ia tidak lagi mampu untuk mengangakat senjata yang akhirnya tersungkur terjerembab jatuh ke tanah dengan bermandikan darah serta luka yang sangat banyak hingga meregang nyawa menanti kesyahidan dan kemuliaan hidup. Dan akhirnya apa yang dicita – citakan dapat terlaksana, ia mendapat kesyahidan Allah dimasukkan ke surga bersama sama syuhada lainnya.
Walaupun dalam hidupnya belum melaksanakan perintah Allah berupa amalan sholat, karena ketika pagi hari dia mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Rasulullah saw dia bergegas ikut pergi berangkat menuju ke medan pertempuran Uhud bersama sahabat sahabat lainya, yang akhirnya menemui kesyahidannnya. Hal ini dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw:
Al Hushain bin Abdurrahman berkata, “Aku pernah bertanya kepada Mujawwad bin Asad tentang keadaan Ushairim.” Mujawwad menjawab, “Dia adalah seorang yang menolak Islam dan menjelek–jelekkan Islam di hadapan kaumnya, namun di perang Uhud ketika Rasulullah saw keluar menuju peperangan itu, cahaya Islam pun masuk ke dalam hatinya, lalu ia mengambil pedangnya dan berlari hingga bergabung dengan pasukan Muslimin. Ia berperang sampai tubuhnya banyak terluka. Ketika orang–orang bani Asyhal (kaumnya) mencari identitas orang–orang yang terbunuh dalam peperangan itu mereka menemukan Ushairim. Mereka sangat heran dan berkata. “ Demi Allah, ini adalah Ushairim, apa yang dilakukan di sini, kami telah meninggalkannya karena ia telah menolak dan memusuhi Islam.” Lalu mereka bertanya kepadanya. “Apa yang kau lakukan di sini wahai Amr? Apakah untuk membela kaummu atau membela dan cinta kepada Islam?” ia menjawab, “bahkan kecintaanku kepada Islam, aku beriman kepada Allah dan Rasul–Nya kemudian aku masuk Islam lalu aku mengambil pedang dan bergegas menemui Rasulullah saw, lalu aku berperang hingga aku mendapatkan luka seperti ini.” Tidak berapa lama dia pun meninggal di hadapan kaumnya, lalu mereka melaporkan kepada Rasulullah, maka Rasul bersabda, “Ia masuk surga.”
Suatu hal yang sangat dasyat bagi siapa yang dikehendaki-Nya untuk meraih kemuliaan hidayah Allah yang sangatlah mahal itu, dan tidak ada seorangpun yang bisa untuk menolak dan menghentikannya ketentuannya. Apabila Allah sudah berkehendak.
Perjalanan hidup seseorang siapapun dia pasti selalu dibatasi oleh kematian, dan sebaik – baik kematian adalah mati syahid di jalan Allah.
suara-islam.com