JALAN BERSAMA KE KUBURAN
Luthfi Bashori
Suara itu terdengar semula sayup-sayup, namun lambat laun semakin jelas, bahkan saat melewati mulut gang di tempat kami bermukim, seakan suara gemuruh itu berada di depan telinga. Selidik punya selidik, ternyata sebuah keranda bertuliskan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun berwarna putih dengan background kain hijau sedang digotong beramai-ramai lewat di depan mulut gang.
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun, tanpa terasa lisan ini mengucapkan dzikir istirja` atas wafatnya seorang tetangga dari kampung sebelah. Muhammad Shaleh, orang yang shaleh itu kini telah berpulang ke hadirat Allah SWT.
Karena keshalehannya dalam ibadah dan baiknya perangai dalam bergaul, maka masyarakat merasa kehilangan seorang panutan, hingga mereka datang berduyun-duyun ke rumah duka untuk berta`ziyah, sekaligus membantu keluarga mayyit dalam merawat jenazah yang mulia itu, mulai dari perawatan saat di rumah hingga mengantarkannya ke makam kuburan.
Laa ilaaha illallah Laa ilaaha illallah Laa ilaaha illallah Laa ilaaha illallah
Demikianlah terdengar suara gemuruh dzikir yang penuh hidmat itu tak henti-hentinya terus dikumandangkan oleh para pelayat. Beda sekali rasanya, situasi mengikuti pemakaman jenazah figur yang benar-benar shaleh seperti Almarhum Muhammad Shaleh ini dibanding situasi saat mengantarkan jenazah orang-orang awam pada umumnya yang bisa-biasa saja saat menjalani hidup di tengah masyarakat.
Jaman sekarang, jika ada jenazah yang harus diantarkan ke makam kuburan, maka tak jarang para pelayat yang mengiringinya ke makam kuburan itu sibuk berbincang-bincang tentang urusan duniawi yang tidak terkait sama sekali dengan urusan kematian. Namun sangat berbeda dengan keberadaan jenazah Muhammad Shaleh, orang yang shaleh ini, para pelayat pun mengikuti sunnah Nabi SAW, sebagaimana diriwayatkan :
Dari Ibnu Umar RA ia berkata: Kami tidak pernah mendengar dari Rasulullah SAW ketika beliau mengantarkan jenazah kecuali ucapan: La Ilaaha Illallah, pada waktu berangkat dan pulangnya. (kitab Mizan al-Itidal fi Naqd al-Rijal, juz II, hal. 572).
Pada wajah-wajah yang penuh kesedihan dan kehilangan itu, tampak para pelayat secara ikhlas membaca dzikir Laa ilaaha illallah Laa ilaaha illallah Laa ilaaha illallah tanpa merasa takut dituduh bid`ah sesat oleh kaum wahhabi yang akhir-akhir ini marak bergentayangan dan masuk di perkampungan umat Islam negeri ini.
Di sebagian tempat, kaum Wahhabi berkoar-koar mengatakan bahwa berdzikir saat mengantarkan jenazah hukumnya bid`ah yang sesat. Tuduhan ini terlontar, karena kaum Wahhabi tidak banyak memiliki kitab rujukan, hingga dengan mudahnya melontarkan tuduhan-tuduhan keji semacam itu.
Jika saja kaum Wahhabi mau berguru secara ikhlas kepada para ulama Aswaja, maka mereka akan dapat tambahan ilmu seperti dalil bolehnya membaca dzikir bagi para pelayat saat mengantarkan jenazah ke makam kuburan, sebagaimana gemuruh suara Laa ilaaha illallah Laa ilaaha illallah Laa ilaaha illallah di saat mengiringi pemberangkat jenazah almarhum Muhammad Shaleh, orang yang shaleh itu.
(Medio, 8 Ramadlan 1433 H)