Islam di Rusia: Potensial Menjadi Kekuatan Baru Islam Dunia
Yulika Satria Daya, host Jejak Islam dan Backpacker yang rerun di TV One, ketika bertugas ke Moskow berhasil melihat perkembangan komunitas muslim di Negeri Beruang Merah itu dari dekat. Pengalamannya ia ceritakan untuk pembaca alKisah..
Rusia, negara yang berada di sebelah utara benua Asia dan timur benua Eropa, kini memberi kebebasan warga negaranya untuk memilih agama menurut kepercayaan masing-masing. Padahal waktu negara ini masih menjadi bagian dari Uni Soviet, ajaran agama apa pun tidak diperbolehkan berkembang di sini. Seluruh tempat ibadah ditutup. Literatur agama dimusnahkan. Pemimpin umat beragama pun memperoleh tekanan keras. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi. Namun kondisi ini berubah membaik, sejak Uni Soviet jatuh tahun 1991. Rusia memberi kebebasan warga negaranya untuk memeluk agama sesuai kepercayaan mereka masing-masing.
Mayoritas penduduk Rusia kini, hampir 80%-nya memeluk agama Kristen Orthodoks. Pemeluk agama Islam sendiri sekitar 25 juta jiwa atau 15% dari total penduduk Rusia yang keseluruhannya sekitar 145 juta jiwa.
Muslim di Rusia sebagian besar berada di Tatarstan dan Bashkirs. Sebagian lagi tinggal di antara suku bangsa minoritas, seperti Dageshtan, Ingushetia, dan Chechnya. Selain penduduk asli, status pemeluk agama Islam di sana awalnya imigran dari negara tetangga yang dulu merupakan bagian dari Uni Soviet, seperti Kirgistan, Uzbekistan, dan Kazakhstan.
Menurut catatan sejarah, syi’ar Islam pertama kali masuk di wilayah Dageshtan pada abad kedelapan. Tahun 922 Masehi, pemerintahan Islam pertama berdiri dengan nama Volgabulgaria. Tidak lama kemudian, bangsa Tatarstan ikut memeluk agama Islam, hingga akhirnya menjadi mayoritas Islam terbesar di Rusia.
7.000 MasjidMelihat perkembangan agama Islam di Rusia sungguh mengharukan. Tahun 1522, sejarah kelam penindasan kaum muslim di Rusia tidak bisa dilupakan. Berawal dari penaklukan Kazan, ibu kota Tatarstan, ketika Tsar Rusia berkuasa. Masjid-masjid dihancurkan. Terjadi diskriminasi. Umat Islam di sana hanya diperbolehkan bekerja di sektor rendahan. Gerak mereka dibatasi di semua bidang.
Penderitaan kaum muslim di negara ini berlanjut dengan pengusiran bangsa Tatarstan. Mereka diminta memilih: tinggal di wilayah yang sangat jauh di Rusia, atau masuk dalam wilayah kekuasaan Ottoman Turki. Tidak mengherankan bila mayoritas bangsa Tatarstan kini tinggal jauh dari tanah airnya sendiri.
Penderitaan umat Islam belum berakhir. Rezim komunis ketika pemerintahan Uni Soviet berkuasa melarang semua ajaran agama berkembang. Masjid-masjid ditutup dan dialihfungsikan menjadi gudang. Bahkan ketika Stalin berkuasa tahun 1944, deportasi besar-besaran terjadi. Kaum muslim terpaksa pindah ke negara satelit Uni Soviet, seperti Uzbekishtan, Kazakhstan. Ratusan ribu orang bekerja dalam skala industri massif sistem Gulag Soviet.
Namun kondisi membaik setelah pemerintahan komunis Uni Soviet hancur tahun 1991. Kehidupan beragama, terutama syi’ar Islam, tidak lagi mendapat tekanan dari pemerintah. Selama 15 tahun terakhir, perkembangan muslim di Rusia meningkat 40%. Tempat beribadah pun bebas dibangun. Sekitar 7.000 masjid kini berdiri dan digunakan untuk kaum muslim beribadah.
Sembunyi-sembunyiSalah satu saksi bisu bagaimana syi’ar Islam di Rusia berkembang adalah Masjid Sabornaya atau Masjid Agung Moskow, yang berada di kawasan Prospect Mira. Maka jangan heran, masyarakat setempat menyebutnya Masjid Prospect Mira. Tempat beribadah ini juga berada persis di samping salah satu stadion terbesar Rusia, Olympic Moscow atau Olimpysky.
Meski ada empat masjid di Moskow, hanya Sabornaya yang diakui pemerintah. Adzan bebas berkumandang di sini, tidak seperti di masjid lainnya.
Sabornaya, yang dibangun tahun 1904 oleh arsitek Nikolai Alekseyevich Zhukov, pembangunannya disponsori oleh seorang saudagar, Yusupovich Yerzin. Hanya butuh waktu lima bulan untuk mendirikan tempat beribadah ini. Imam masjid pertama, Badriddin Hazrat Alimov, mengajukan izin kepada pemerintah Moskow untuk menggunakan masjid itu sebagai tempat beribadah pada 27 November 1904.
Pada Perang Dunia I dan II, bangunan ini menjadi tempat penggalangan bantuan dari masyarakat untuk para pejuang di medan perang. Bahkan pernah juga digunakan sebagai tempat perlindungan.
Tahun 1960-1970, para imam masjid mempunyai peran besar dalam mencairkan hubungan antara Uni Soviet dan dunia Islam, termasuk negara-negara Arab. Hubungan dengan negara tetangga mencair. Presiden Mesir Gamal Abdul Naser, Presiden Libya Muammar Khadafi, Presiden Iran Muhammad Khatami, Presiden Turki Abdullah Gyul, PM Malaysia Mahathir Muhammad, dan Presiden Indonesia pertama Soekarno, pernah berkunjung ke masjid agung ini.
Bangunannya memang tidak memadai untuk menampung umat Islam Moskow, yang mencapai 2,5 juta jiwa. Oleh karena itu, Presiden Federasi Rusia Dimitri Medvedev pun akhirnya menyetujui bangunan ini diperluas. Luas totalnya lebih dari 26.000/m2. Kompleks itu meliputi masjid, gedung dewan pengurus, gedung serbaguna, dan tempat perbelanjaan. Masjid ini mampu menampung sekitar 6.000 jama’ah.
Saya bisa merasakan semangat kaum muslim di sini. Usai shalat, jama’ah biasanya saling berbagi pengalaman mereka dalam syi’ar Islam.
Kisah yang selalu menarik perhatian sesama umat di sana adalah cerita dari jama’ah yang asalnya dari Tatarstan, wilayah Rusia, yang didominasi umat muslim, dan umat dari wilayah Chechnya, yang sejak lama ingin memisahkan diri dari Rusia.
Salah satu imam masjid Sabornaya yang saya temui, Itdar Alautdinov, menceritakan, zaman Uni Soviet, kaum muslim beribadah sembunyi-sembunyi. Jika ketahuan oleh mata-mata KGB, mereka bisa dikenai hukuman berat.
Selalu Berbatik
Pemerintah Rusia kini ingin menunjukkan keseriusan mereka, menghargai masyarakatnya memeluk agama menurut kepercayaan mereka masing-masing. Salah satunya dengan memberi izin berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi Muslim yang diadakan di Pillar Hall of Unions, atau Koloni Zall, tahun 2009. Tempat ini adalah tempat dahulu mayat Lenin disemayamkan, sebelum disimpan dalam mausoleum di Lapangan Merah.
Perwakilan dari 40 negara, termasuk Indonesia, hadir. Adalah Dewan Mufti Rusia, Organisasi Konferensi Islam atau OKI, dan Kementerian Luar Negeri Rusia yang menggagas acara ini. Syaikh Ravil Gaitnudin, pemimpin Dewan Mufti Rusia, berharap bisa mempererat hubungan Rusia dengan negara-negara muslim. Wajar, bila mengingat jumlah umat Islam Rusia hampir 25 juta jiwa. Mungkin saja, suatu saat negara ini menjadi kekuatan baru Islam dunia.
Beruntung sekali saya bisa berkenalan dengan Svet Zacharov, salah satu peserta KTT Muslim, yang lancar sekali berbahasa Indonesia. Bukan hanya itu, beliau, yang pernah bekerja sebagai wartawan di Harian Merdeka masa kepemimpinan (alm.) B.M. Diah, paling suka mengenakan batik, tanda kecintaannya kepada Indonesia. Era 1980-an, Zacharov pernah menjabat wakil kepala penerangan Kedutaan Besar Uni Soviet di Jakarta, selain sebagai koresponden untuk Uni Soviet dan Eropa Timur.
Zacharov, kakek tiga cucu yang sering menulis ihwal Indonesia bagi media massa Rusia, adalah alumnus Fakultas Ketimuran Jurusan Indonesia di Institut Negeri Moskow. Ia juga telah menerbitkan kamus percakapan Indonesia-Rusia.
majalah-alkisah.com