KARAKTERISTIK ‘ULAMA’ SEBAGAI WARATSATUL ANBIYA’
Muhammad Tholhah Hasan
Dalam Al-Qur’an, surat Fathir : 28, Allah berfirman :
انمـا يخـشى اللـه من عبـاده العلمــاء
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyalah ‘Ulama’ ".
Syeikh Wahbah Az-Zuhaily memberikan komentar terhadap ayat tersebut:
“Meskipun arti kata Al-’Ulama’ dalam ayat tersebut mencakup berbagai macam kepakaran, baik dalam bidang fisika, biologi, atau rahasia alam semesta, tapi yang benar-benar dapat disebut sebagai ulama’ hanyalah yang memiliki rasa takut kepada Allah. Dan yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah, dia tidak dapat disebut sebagai ‘ulama` ".
(Tafsir Al-Munir, juz 21 – 22).
Dalam sebuah hadis , Nabi Muhammad s.a.w. bersabda :
” العلمـاء ورثـة الانبيـاء , يحبهم أهـل السمـاء و تسـتغـفر
لهـم ا لحـيتان فى البحر اذا مـاتوا الى يوم القيـامـة ”
“Ulama’ itu pewaris para Nabi, mereka dicintai malaikat-malaikat di langit, dan ikan-ikan di laut memohonkan ampunan untuk mereka, apabila mereka meninggal“.
Diriwayatkan oleh Ibnu an-Najar dari Anas bin Malik. Ibnu Hajar al-Asqolani mengatakan, bahwa hadis ini didukung oleh hadis-hadis lain yang dikenal. Al-Minawi juga mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim, Ad-Dailami, Al-Hafizh Abdulghani, dan lain-lain, sebagian dari Anas bin Malik dan sebagian lagi dari Al-Barra’, sehingga derajatnya menjadi lebih kuat.
Imam Al-Ghozali, dalam Ihya’-nya mengatakan, bahwa Ulama’ ada dua macam, Ulama’ Dunia dan Ulama’ Akhirat, masing-masing memiliki karakter sebagai berikut :
Ulama’ akhirat :
1. Alim, mendalam dan luas ilmunya untuk urusan ilmu-ilmu akhirat.
2. Abid, tekun dalam beribadah, dari yang wajib sampai yang sunnah.
3. Zahid, membatasi diri dari selera kebutuhan materi.
4. Faqih, mengerti tentang kemaslahatan umat di dunia.
5. Khosyyah, takut yang mendalam kepada Allah.
6. Wara‘, menjaga diri terhadap semua hal yang dilakukan.
7. Tawadlu’, bersikap dan berperilaku sopan – santun.
8. Khusyu’, bersikap patuh kepada Allah dan rendah hati.
Ciri karakteristik Ulama’ Dunia :
1. Menyalahgunakan ilmunya untuk tujuan-tujuan duniawi (kekayaan, kekuasaan, dan ketenaran).
2. Tidak ada kesesuaian antara yang dikatakan dengan yang dilakukan.
3. Suka menyombongkan diri dengan ilmunya dan merendahkan orang lain.
4. Pendapatnya sendiri yang dianggap paling benar dan paling baik.
5. Suka dipuji dan diagung-agungkan dihadapan publik.
6. Mempunyai karakter hasud, ‘ujub, riya’ dan suka bohong untuk mengangkat pristisenya.
7. Lemah semangat juangnya, dan selalu mengukur pengabdiannya dengan imbalan materi atau jabatan yang diharapkan (transaksional).
Imam Al-Ghozali sering menyebut ulama yang karakternya demikian sebagai “Ulamaus Su’“, dan tidak bisa dikategorikan sebagai “Waratsatul Anbiya’“.
Nabi Muhammad s.a.w. Bersabda;
العـلماء ثلاثـة :
رجـل عاش بعلمــه وعاش الناس بـه.
ورجـل عاش الناس بـه وأهلك نفسـه
ورجـل عاش بعلمــه ولم يعـش بـه غـيره
“Orang yang hidup dengan ilmunya, dan oran lain menjadi hidup karenanya.
Orang yang menyebabkan orang lain menjadi hidup, namun dia merusak dirinya sendiri.
Orang yang hidup dengan ilmunya, namun orang lain tidak dapat hidup karenanya.“
*Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ad-Dailami dan Imam Adz-Dzahabi dari Anas bin Malik.
*Yang layak disebut sebagai pewaris para Nabi adalah varian pertama.
Para ahli hadis sepakat, bahwa yang dimaksud “Ulama’ itu pewaris para Nabi“ bukan berarti mewarisi harta kekayaannya, atau nasabnya, tetapi mewarisi hal-hal berikut :
1. Mewarisi “ilmunya yang bersumber dari wahyu“. (al-Qur’an was Sunnah).
2. Mewarisi “perjuangan yang sudah dirintisnya (li i’la’i kalimatillah).
3. Mewarisi “dakwah Islamiyahnya“ untuk mewujudkan Islam sebagai “rahmatan lil ‘alamin“.
و الله أعــلم بالصــواب