ISLAMISASI DALAM TUBUH UMAT ISLAM
Luthfi Bashori
Dakwah Islamiyah di era globalisasi ini, penuh dengan tantangan yang cukup berliku. Kondisi umat Islam yang semakin hari memakin jauh dari tuntunan ajaran Islam, termasuk salah satu faktor timbulnya problematika yang berkepanjangan dan semakin mempersulit klasifikasi peta dakwah yang seharusnya dapat dikemas oleh para insan da`i.
Jika konon di masa dakwah para Wali songo, maka fokus utama dakwah islamiyah adalah mengajak bangsa Indonesia untuk masuk Islam. Maka banyaklah kaum muallaf yang masuk Islam di tangan para Wali songo. Bahkan dalam perkembangan terakhir, menjadilah bangsa Indonesia ini berpenduduk mayoritas beragama Islam, berkat dakwah para Wali songo.
Di era globalisasi ini, yang semestinya dakwah islamiyah itu semakin mudah, karena mayoritas bangsa Indonesia sudah ber-KTP Islam, ternyata persepsi ini tidaklah seratus persen benar. Bahkan secara nyata sangatlah diperlukan upaya-upaya islamisasi dalam keluarga muslim itu sendiri.
Demikian ini, karena pemahaman umat Islam bangsa Indonesia terhadap ajaran Islam sudah tidak seragam lagi seperti yang diajarkan pada jaman Wali songo. Banyak aliran-aliran dan pemikiran-pemikiran hasil impor yang masuk ke dalam jantung kehidupan umat Islam bangsa Indonesia.
Jika saja ajaran Islam yang diimpor dari luar negeri itu masih satu arah dengan ajaran para Wali songo, tentunya akan mudah disinergikan dengan kondisi umat Islam. Namun realitanya, banyak ajaran hasil impor dari luar negeri yang justru berseberangan dengan ajaran Islam asli milik bangsa Indonesia sendiri.
Sebut saja, maraknya penyebaran ajaran Syiah yang diimpor dari Iran, ajaran Wahhabi diimpor dari Saudi Arabiyah, ajaran Ahmadiyah diimpor dari India (Inggris), ajaran JIL diimpor dari orientalis Barat. Keempat ajaran ini saja, sudah jelas-jelas bertentangan dengan ajaran para Wali songo sebagai penyebar ajaran agama Islam pertama di Indonesia.
Bahkan di dalam tubuh para pengikut Wali songo pun, kini sudah banyak yang terkontaminasi oleh berbagai ajaran pemahaman hasil impor yang seringkali tidak selaras dengan keyakinan dasar mereka karena ajaran yang diadopsinya itu tidak jelas dasar hukumnya. Sebut saja misalnya, istilah pembentukan karakter yang berorientasi pada: Ukhuwwah Islamiyah, Ukhuwwah Wathaniyah dan Ukhuwwah Basyariyah, sering dipelesetkan menjadi kebebasan dalam pergaulan dan menentukan sikap hidup.
Padahal, semestinya umat Islam harus tahu dengan benar batasan-batasan mana yang boleh dan mana yang tidak. Bahwa merajut ukhuwwah islamiyah (persaudaraan sesama muslim seaqidah), adalah satu langkah wajib yang seharusnya didahulukan. Hal ini demi untuk menciptakan kekuatan dan power umat Islam, sebagai penghuni mayoritas negeri ini, sebelum melangkah kepada pembentukan karakter yang lain.
Sedangkan dalam menerapkan karakter ukhuwwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa) yang kenyataannya memang adanya penduduk non muslim, maka dalam hal-hal tertentu boleh dipraktekkan oleh umat Islam selagi tidak melanggar dan merugikan pembentukan karakter ukhuwwah islamiyah itu sendiri, atau bukan malah sebaliknya alias didahulukan ukhuwwah wathaniyah dari pada membangun karakter ukhuwwah islamiyah.
Lantas, dalam memahami praktek ukhuwah basyariah (persaudaraan sesama manusia) secara mengglobal, maka semestinya tidaklah terlalu penting untuk diterapkan, kecuali dalam keadaan darurat. Seperti pada kalangan tertentu yang tugasnya memang mengharuskan selalu berinteraksi dengan bangsa-bangsa dunia.
Karena Allah sendiri yang menvonis bahwa semua manusia itu pasti dalam kerugian, kecuali yang beriman serta beramal shalih, yang saling mengingatkan dalam kebenaran (Islam) dan kesabaran (menjaga iman). (QS, Al-ashr)
Merajut persaudaraan dengan non muslim, tentu membawa implikasi negatif pada diri seorang muslim yang taat beribadah kepada Allah. Khususnya adanya pengaruh negatif bagi kehidupan akheratnya. Karena ekses yang ditimbulkan dalam persaudaraan itu adalah timbulnya rasa saling mencintai. Padahal Nabi SAW sudah mengingatkan umatnya : Yuhsyarul mar-u yaumal qiyaamati ma`a man ahabb (kelak di hari Qiamat, manusia itu akan dikelompokkan bersama orang-orang yang dicintainya). Artinya, orang-orang Islam yang telah merajut rasa cinta dengan kaum non muslim, maka kelak di padang Mahsyar akan digolongkan dalam kelompok non muslim.