URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 7 users
Total Hari Ini: 414 users
Total Pengunjung: 6224563 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Kampanye Homoseksualitas Mengkhawatirkan 
Penulis: Kholili Hasib [10/11/2012]
 
Kampanye Homoseksualitas Mengkhawatirkan

Kholili Hasib

Upaya pelegalan homoseks di Indonesia menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Di Indonesia sudah lama terdapat komunitas yang bernama ‘GaYa Indonesia”, perkumpulan khusus kaum Gay. Keberadaan mereka memang tidak terlalu terbuka, tapi menurut pengamatan aktivis kesehatan, perkembangannya sudah menjamur.

Karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu membuat sistem kontrol terhadap penderita kelainan seksual tersebut. Di lain pihak, tantangan meredam homoseksualitas itu makin besar, menyusul munculnya survey yang menstigmatisasi bahwa melarang homoseks merupakan tindakan intoleran.

Kita patut khawatir, sebab tren homoseks untuk kalangan tertentu ternyata bukan sesuatu yang eksklusif lagi atau dosa yang harus ditutup-tutupi. Kita bisa simak, beberapa waktu yang lalu MA meloloskan Dede Oetomo (DO), aktivis gay, sebagai calon anggota komisioner Komnas HAM. DO berani mengatakan dihadapan jurnalis Islam, “Homoseksual tidak dosa jika dilakukan suka sama suka”. DO juga mengaku, jika lolos jadi anggota komisioner Komnas HAM, ia akan memperjuangkan LGTB (Lesbianisme, Gay, Transgender dan Biseksual).

Meski DO akhirnya tidak lolos jadi anggota Komisioner Komnas HAM, namun bukan berarti kampanye legalisasi homoseks tidak akan mengkhawatirkan lagi.

Pada 28 Maret 2010 Polwiltabes Surabaya akhirnya membatalkan izin kongres ILGA (International Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender dan Intersex Association) di Surabaya. Bagi kalangan medis, kongres ILGA di Surabaya tersebut dikhawatirkan memicu menjamurnya penyakit seksual. Norma-norma Islam dan Kristen juga melarangnya. Penolakan aktivis kesehatan dan agamawan tersebut rasional dan bisa dimengerti.

Namun baru-baru ini, Lembaga Survey Indonesia (LSI) merilis hasil survei di Jakarta pada Minggu, 21 Oktober 2012 yang mengungkap banyaknya masyarakat yang intoleran terhadap keberagaman. Sikap intoleran ditunjukkan dengan ketidaknyamanan terhadap perbedaan agama, juga perbedaan orientasi seksual. Masyarakat yang menolak homo dan lesbi disebut intoleran. Jelas ini aneh dan tidak masuk akal sehat.

LSI menemukan bahwa intoleransi terhadap kaum homoseksual lebih tinggi dari keengganan responden terhadap orang-orang mengikuti agama yang berbeda, berselisih 15,1 persen. Untuk survei, LSI mewawancarai 1.200 responden antara 1 Oktober dan 8 Oktober. Para responden malah lebih suka tinggal bersebelahan dengan apa yang mereka anggap sebagai pengikut aliran sesat seperti Syi’ah dan Ahmadiyah, bukan dengan gay atau lesbian. Survei menunjukkan bahwa 41,8 persen dan 46,6 persen dari responden merasa tidak nyaman tinggal di samping pengikut Syiah atau Ahmadiyah.

Opini yang hendak dibentuk dari survey LSI tersebut adalah bahwa orang yang tidak menyukai perilaku homoseks sebagai kelompok yang tidak toleran. Benarkah hal ini bentuk intoleransi? Maki kita kembalikan kepada perspektif agama dan kesehatan. Homoseks dan lesbi dalam pandangan agama, baik Islam dan Kristen sebagai bentuk tindak kejahatan. Secara medis-psikologis, homoseks termasuk kelainan seksual.

Kitab Bibel mengutuk keras pelaku homoseks, karena dinilai perbuatan keji tidak manusiawi. Kitab Imamat 20:30 mengatakan: “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.

Dalam Bibel versi King James tertulis, “Jika seorang pria berbaring dengan pria lain, sebagaimana ia berbaring dengan seorang wanita, keduanya telah melakukan kejahatan: mereka harus dihukum mati; darah mereka harus ditumpahkan”.

Dalam pandangan Islam, homoseks disebut liwath, termasuk dosa besar dan perbuatan kotor yang keluar dari fitrah suci. Ia juga merupakan kelainan.

Rasulullah saw bersabda, “Terlaknatlah orang yang mencela ayahnya, terlaknatlah orang yang mencela ibunya. Terlaknatlah orang yang menyembelih bukan karena Allah, terlaknatlah orang yang merubah batas tanah, terlaknatlah orang yang membisu (tidak mau memberi petunjuk) terhadap orang yang buta yang mencari jalan. Terlaknatlah orang yang menyetubuhi binatang dan terlaknatlah orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth (homoseks) ”(HR. Ahmad). Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth” (HR Ibnu Majah).

Imam Syaf’i berfatwa bahwa, pelaku homoseksual harus dijatuhi hukuman mati, baik palaku (subjek) maupun yang diperlakukan (objek) sodomi, sebagaimana yang tersurat dalam hadits.

Pandangan normatif agama tidak berbedah jauh dengan perspektif medis. Secara medis homoseks dan lesbi memicu penyakit menular berbahaya, yaitu siphilis, gonorrhoea, dan AIDS. Praktik tersebut juga memicu menurunnya daya pikir disebabkan oleh menurunnya fungsi simpul-simpul syaraf. Prof. Dr. Malik Badri, pakar psikologi asal Sudan, menyarankan agar pelaku-pelaku homoseks dan lesbi diterapi khusus. Pengobatannya dilakukan secara simultan dan bertahap.

Tidak ada celah dalam agama dan medis untuk pelegalan homoseksualitas.  Dalam perspektif agama disebut sebuah tindakan kriminil (jarimah) sedang dalam medis-psikologis perbuatan homoseks merupakan kelainan. Tapi, sekarang, masyarakat digiring untuk tidak menilai sebagai kriminil atau kelainan.

Pertanyaannya, bagaiman mungkin LSI menilai masyarakat intoleran gara-gara menolak tindak kriminil dan kelainan seks seperti homoseks ini?

Di sinilah persoalannya. Toleransi dalam cara pandangan LSI ternyata berideologi relativisme. Pihak Danny JA Foundation, lembaga yang menaungi LSI juga menyatakan orang berorientasi seksual sejenis masih tidak diterima masyarakat. Artinya, tidak boleh ada penghukuman salah terhadap orang berorientasi seksual sejenis. Relativisme mengajarkan tidak ada pendapat yang paling benar. Relativisme melampaui toleransi, karena mencurigai kebenaran, bahkan meragukan kebenaran itu sendiri. Jika kebenaran dicurigai, maka sama saja dengan intoleran terhadap kebenaran. Berarti wacana intoleran terhadap homoskes sesungguhnya sesungguhnya intoleran terhadap kebenaran agama.

Makanya, pemerintah harus tegas.  Jika tidak ada undang-undang penindakan tegas, pelaku homoseks akan merasa aman-aman saja. Masyarakat harus dilindungi, generasi ke depan perlu mendapat edukasi tentang hal ini.

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam