Di suatu tempat yang terpencil, terdapat sebuah bangunan unik bergaya timur tengah, yang ditempati sekitar dua puluh santri. Para santri langsung dibimbing oleh Ustadz Lutfhi Bashori putra Almukarram KH Bashori Alwi.
Di pondok yang unik ini, para santri siap dicetak menjadi aktifis masa depan, dengan system yang diterapkan oleh pondok . Pondok ini tiada lain adalah RIBATH ALMURTADLA AL-ISLAMI.
Sekalipun Ribath adalah pondok yang mungil, ternyata para santri yang belajar di sana, bukanlah sekedar berasal dari kota Malang dan sekitarnya, namun banyak jugasantri yang berasal dari luar kota, diantaranya dari Jember, Pasuruan, Mojokerto, Blitar dan ada juga yang berasal dari Jawa Barat, tepatnya dari Cirebon, bahkan dari luar pulau Jawa, yaitu Madura, Bali, dan Kalimantan.
Aku merasakan belajar di pondok ini, banyak perbedaan dibanding dengan pondok-pondok yang dulu aku pernah belajar di dalamnya. Selain dari metode pembelajaran yang berbeda, yang lebih asyik lagi adalah situasi di kalangan para santri, lebih kental dalam menjalin ukhuwah, sehingga terjalin satu dengan lainnya bagaikan saudara kandung yang akrab dan saling menghormati, niscaya sebuah keluarga yang tinggal se atap dengan orang tuanya.
Selain keakraban yang terjalin di kalangan santri, pengaruh kepribadian Ustadz Luthfi, yang akrab dipanggil oleh para santrinya dengan sebutan Ammy, sekalipun di kalangan masyarakat terkenal sebagai aktifis muslim yang tegas, dan berani melawan orang-orang yang merusak syariat dan aqidah Islam, namun di kalangan para santri, Ammy sangat menyayangi, perhatian, dan dapat mengayomi mereka, bagaikan seorang ayah yang menyayangi anak kandungnya sendiri.
Saat menjelang adzan subuh dikumandangkan di Masjid Besar Hizbullah, yang terletak tidak jauh dari Ribath, para santri mulai dibangunkan dengan menggunakan bel listrik yang suaranya tidak kalah dengan bel mobil kebakaran yang nyaringnya luar biasa.
Barangkali karena saking kerasnya suara bel itu, nyaris para tetangga sekitarpun ikut terbangun, sekalipun sebagian santri masih ada saja yang asyik menikmati dunia maya alias mimpi, dan aktif memproduksi gambar peta pulau-pulau di bantalnya masing-masing.
Setelah bel berbunyi, ada sebagian santri yang telah bangun, lantas ikut membantu membangunkan teman-temannya dengan cara yang tidak kalah seru, yaitu memukul dan menggebrak almari kayu, tempat menyimpan buku-buku perpustakaan, maka suara dok … dok … dok …, brak… brak …brak … ikut menghiasi seluruh ruangan Ribath.
Mendengar suara berisik inilah maka para santri satu persatu terbangun dan langsung merapikan tempat tidurnya masing-masing, sekalipun dengan mata yang masih merah akibat kantuk berat, serta menahan dinginnya kota Malang.
Medio Pebruari 2009,
Ribath Almurtadla
(pejuangislam)