|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 7 users |
Total Hari Ini: 309 users |
Total Pengunjung: 6224429 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
ALLAH TIDAK BERTEMPAT DI LANGIT |
Penulis: Pejuang Islam [ 14/12/2011 ] |
|
|
ALLAH TIDAK BERTEMPAT DI LANGIT
Luthfi Bashori
Allah adalah Dzat yang keberadaan-Nya tidak `harus` terikat berada di tempat mana, termasuk tidak berada di langit maupun di sorga. Karena Allah itu bukan makhluq yang membutuhkan tempat. Allah adalah Dzat yang berdiri sendiri, dan tempat itu adalah makhluq.
Sedangkan langit juga adalah makhluq, dan tempat yang berada di bawah serta di atas langit juga makhluq. Semua makhluq, termasuk langit, dan tempat yang berada di atas maupun di bawah langit itu adalah ciptaan Allah, sedangkan sebelum Allah menciptakan makhluq, Allah tidak membutuhkan apapun terhadap makhluq. Termasuk tidak butuh makhluq yang bernama tempat.
Artinya Allah tidak membutuhkan tempat untuk keberadaan-Nya, karena Allah itu bukan suatu materi yang membutuhkan tempat.
Allah adalah Dzat yang maha suci dari membutuhkan tempat. Keberadaan Allah itu, tidak sama dengan keberadaan makhluq.
Karena keberadaan makhluq itu selalu membutuhkan tempat, dan Allah itu sangat berbeda dan tidak sama dengan makhluq. Laisa kamitslihi syaiun (Allah itu tidak menyerupai / tidak sama dengan sesuatu apapun).
Lafadz innallah ma`ana, itu berarti Sungguh Allah menyertai kita, artinya kekuasaan dan ilmunya Allah meliputi seluruh alam, sehingga di manapun kita berada, maka Allah selalu mengetahui perilaku kita.
Innahu fis saama (sesungguhnya Dia ada di langit), artinya kekuasaan Allah itu meliputi langit. Wa innahu fil ardli (dan sesungguhnya Dia ada di bumi), artinya kekuasaan Allah itu meliputi bumi.
Fainamaa tuwallu fatsamma wajhullah (kemana saja engkau menghadap / ke langit, ke bumi, ke segala penjuru, maka di sanalah Allah berada, alias kekuasaan dan ilmu-Nya berada di mana-mana), jelas-jelas ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak menetap di langit seperti pemahaman kaum Wahhabi.
Jadi, menurut Ahlus sunnah wal jamaah Allah itu adalah Dzat yang tidak membutuhkan tempat dan kekuasaan serta ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dan di mana-mana.
Dimensi Dzat Allah sama sekali sangat berbeda dengan dimensi seluruh makhluq ciptaan-Nya. Jadi Allah itu tidak membutuhkan tempat yang mana dimensi tempat itu sangat berbeda dengan dimensi Dzat Allah itu sendiri.
Ilustrasi paling mudah, roh manusia itu memiliki dimensi yang berbeda dengan dimensi sebuah botol gelas. Maka roh manusia tidak mungkin ditempatkan ke dalam botol gelas, karena dimensi keduanya sangat berbeda. Kalau ada orang yang menyakini / mengatakan ada roh manusia dapat ditempatkan di dalam botol gelas (sekalipun dimensinya berbeda), pasti orang itu adalah penganut kepercayaan adat tradisional China atau terbiasa menonton film vampir ala China, yang pemeran tokohnya digambarkan dapat menyedot roh vampir untuk ditempatkan di dalam botol.
Artinya siapa saja yang meyakini bahwa Dzat Allah itu bertempat di suatu tempat (di atas langit), sedangkan dimensi Dzat Allah itu berbeda dengan dimensi tempat itu sendiri, maka sama saja keyakinan orang itu dengan keyakinan masyarakat China tradisional sebagaimana cerita vampir di atas.
Maha suci Allah dari penyamaan Dzat-Nya dengan makhluq manapun, termasuk penyamaan kepada kebutuhan makhluq terhadap tempat. Karena Allah adalah Dzat yang sama sekali tidak membutuhkan tempat.
Tatkala Rasulullah isra` dan mi`raj, maka dengan kelimat `kun fayakuun` Allah menjadikan Rasulullah SAW bersama jasadnya berada pada dimensi yang berbeda dibanding dimensi manusia pada umumnya, karena itu beliau mampu menembus 7 langit dalam waktu yang sangat singkat. Hingga beliau SAW dipanggil menghadap Allah juga di saat beliau berada pada dimensi yang jauh berbeda dengan dimensi kemanusiaan beliau SAW sebagai makhluq.
Umat Islam diperintahkan untuk mengucapkan : Aamanna billah wama ja-a anillah ala muradillah, wa- amanna birasulillah wama ja-a an rasulillah ala muradi rasulillah bilaa takyifin (kami beriman kepada Allah, dan apa yang datang dari Allah sesuai dengan yang dikehendaki Allah, dan kami beriman kepada Rasulullah dan apa yang datang dari Rasulullah sesuai yang dikehandaki Rasululah, tanpa harus bertanya bagaimana-bagaimana). Karena otak manusia yang sangat lemah ini pasti tidak mampu menyerap hakikatnya masalah tersebut di atas.
|
1. |
Pengirim: Ridwan - Kota: Sidoarjo
Tanggal: 14/12/2011 |
|
Berarti orang Wahhabi itu mempunyai keyakinan dobel. Mereka mensifati Allah di suatu tempat. Berarti sama dengan orang cina. Kalau cina yang meyakini setan vampir otomatis cinanya kafir. Lantas sama nggak dengan orang Wahhabi, ibarat Wahhabi itu menelan muntahnya sendiri dong. Karena mereka sudah terlanjur menuduh kita sesat, yang notabene kita adalah Ahlusunnah wal Jamaah. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Itulah keyakinan yang salah dari kaum Wahhabi terhadap ajaran agama Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Pengirim: Ahmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 21/12/2011 |
|
kalo wahhabi mengatakan Alloh itu masih bertempat (baik Arsy, dsb), maka itu artinya Alloh msh mmbutuhkan tempat. jika masih butuh kpd tempat itu namanya makhluk ciptaanNya. Alloh tdk butuh kepada siapapun dan apapun. jika alloh bertempat di Arsy, maka sebelum ada Arsy Alloh bertempat dimana? pertanyaan ini yg selalu saja tdk dpt dijawab oleh wahhabi. pasti mereka kelabakan. ujung2nya mereka pasti ngomong: "pertanyaan ini bid'ah".. hehe..
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Begitulah kesalahan fatal pemahaman kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
3. |
Pengirim: sigit - Kota: Blora
Tanggal: 2/1/2012 |
|
mereka (wahabi) g bakal nerima dalil aqli tadz,,, lantas gimana njelasinnya...?? pendapat mereka kita harus mengutamakan iman daripada akal,, ketika Alloh mensifati diriNya spt istawa tsb kt jg harus beriman tanpa perlu memikirkannya... bagaimana tanggapan ustadz??? afwan |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Dalam Alquran maupun hadits, ada ayat-ayat/dalil dalil yang muhkamat (artinya jelas, tanpa harus ditakwili), dan ada juga yang musytabihat (yang perlu ditakwili). Inilah aqidah ahlus sunnah wal jamaah, yang sangat berbeda dengan aqidah wahhabiyah. |
|
|
|
|
|
|
|
4. |
Pengirim: Abu Raihan - Kota: Palangkaraya
Tanggal: 3/1/2012 |
|
Assalamu alaikum,
Saya pernah membaca terjemahan kitab tauhid, pengarangnya saya lupa yang pasti uraiannya berdasarkan dalil dari Al Qur'an dan Al Hadist, yang intinya benar bahwa Alloh di atas langit. Tetapi di sana ditekankan bahwa di atas langit tersebut adalah tidak sama dengan di atas langitnya makhluk. Jadi ada 2 hal yang berbeda. yang pertama keberadaan Alloh yang memang tidak boleh diserupakan dengan makhlukNya, dan kedua keberadaan selain Alloh (makhluk).
Mengapa kita harus meng imani bahwa Alloh di atas langit?
Ya, karena begitulah NASH Al Qur'an dan Al Hadist (kecuali kita tidak lagi ber iman kepada isi Al Qur'an dan Al Hadist), tetapi yang perlu diingat adalah keberadaan Alloh tersebut TIDAKLAH SAMA DENGAN MAKHLUKNYA. Mohon maaf ustads, barangkali ada penyampaian yang kurang berkenan.
Wallohu a'lam. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tidak ada seorangpun umat Islam yang mengingkari ayat Arrahmanu 'ala arsyis tawaa, tapi yang berbeda adalah cara memahaminya, maka arti 'ALAA itu tidak harus diterjemahkan dengan arti DI ATAS yang mengandung makna sebuah ARAH atau tempat, sebagaimana memahami arti DI BAWAH, DI KANAN, DI KIRI dst. |
|
|
|
|
|
|
|
5. |
Pengirim: admin - Kota: Jakarta
Tanggal: 3/1/2012 |
|
Yang Menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. [Al-Furqaan/25:59] |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Itu terjemahan versi anda dengan pemahaman tekstual anda juga. Singgasana (Arsy) adalah wilayah kekuasaan, bukan harus tempat duduk. Dalam ibarat yang paling mudah, jika dikatakan : Saat ini Susilo Bambang Yudoyono sedang bersemayam (menempati) Singgasana di republik Indonesia. Tentunya bukan berarti setiap saat, SBY pasti duduk di sebuah kursi 'kerajaan' di istana negara. Tapi, sekalipun SBY mengadakan lawatan ke luar negeri, maka tetap saja dikatakan : saat ini SBY sedang menempati singgasana di republik indonesia. |
|
|
|
|
|
|
|
6. |
Pengirim: mbah cokro - Kota: jakarta
Tanggal: 6/1/2012 |
|
sabar-sabar,jangan gampang menuduh sesat-sesama umat islam hrs bersikap lemah lembut. saya pernah baca kitabnya ibnu qoyyyim aljauziah-disitu menerangkan ALLAH bersemayam di kerajaan ArrasyNYA, tapi ilmunya meliputi segala sesuatu baik yang ada di bumi, maupun yg ada di langit-MAHA SUCI ALLAH yg tdk sma dng mahluk ciptaanNYA, jika ALLAH ada dimana-mana, apakah ALLAH ada di tempat kuburan?, di tempat2x maksiat ?,l ? ditempat najis ?.tentu tidak.,ALLAH menciptakan langit dan Arrasy bukan karena ALLAH butuh tempat, tapi karena ALLAH MAHA berkehendak yg bersfat mutlak. tdk mungkin ALLAH yang MAHA AGUNG, MAHA BESAR MAHA SUCI ada di bawah, apalagi kalo ada dimana-mana. lihat orang islam yg sedang berdoa pasti memohon dgn tangan diangkat keatas. Maaf saya berbeda pandapat, mohon penjelasan pak kyai-bagaimana penjelasan rosulullah tentang singgasana/Kerajaan ALLAH menurut hadistnya- saya tak mau pendapat ulama sekarang-saya mau tau pendapat ulama2x salaf, tabiin dan tabiittabiin- mengenai hal ini-terimakasih wassalamualaikum |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Singgasana adalah wilayah kekuasaan, bukan harus tempat duduk. dalam ibarat yang paling mudah, jika dikatakan : Saat ini Susilo Bambang Yudoyono sedang menempati singgasana di republik Indonesia. Tentunya bukan berarti setiap saat, SBY pasti duduk di sebuah kursi 'kerajaan' di istana negara. Tapi, sekalipun SBY mengadakan lawatan ke luar negeri, maka tetap saja dikatakan : saat ini SBY sedang menempati singgasana di republik indonesia. |
|
|
|
|
|
|
|
7. |
Pengirim: ihsan - Kota: Tangerang Selatan
Tanggal: 7/1/2012 |
|
Apa maksud wasi'a kursiy yuhussamaa wati wal ardh? Dalam Qur'an juga dikatakan tsummastawaa alal arsy, apa maksudnya?Bagaimana dengan hadits kursiy Allah ditopang dengan malaikat dari tiap penjurunya, bisa jelaskan maksud hadits ini? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kursi juga dapat diartikan kekuasaan. Kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi. Perlu diketahui, arti sebuah lafadz dalam bahasa Arab itu sering musytarak (tdk tunggal). Dalam bahasa Indonesia juga sering terjadi, misalnya dalam ibarat : di Indonesia, Presiden itu DI ATAS Menteri. Menteri DI ATAS Gubernur. Gubernur DI ATAS Wali kota/Bupati... dst. Coba kalo dipahami secara tekstual dengan makna tunggal pada kata DI ATAS yg bermakna Arah, maka betapa tingginya tumpukannya jika dimulai dari : Ketua RT > di atas (kepalanya) ada Ketua RW > di atas (kepalanya) ada Camat/ Lurah > di atas (kepalanya) ada Wali kota / bupati > dst sampai Presiden berada di tempat yg paling atas hampir SUNDUL LANGIT. Apa begitu ? Atau DI ATAS itu berarti derajat/pangkat/kedudukannya lebih tinggi dibanding ... ? |
|
|
|
|
|
|
|
8. |
Pengirim: Yadi - Kota: Bekasi
Tanggal: 7/1/2012 |
|
kalo kita bertannya dimana keberadaan sesuatu, temtu kita akan mengarah kepada tempat sesuatu itu berada. Keberadaan sesuatu itu pun akan selalu bersesuaian dengan sifat, dzat, karakter dan lain sebagainya yang berhubungan dengan sesuatu itu.
Kalau yg ditanyakan adalah Allah, yang notabene adalah Tuhan yang Maha suci dari sifat maupun dzat yang dimiliki makhluk, maka untuk menjawab pun harus memakai kaca mata ketuhanan. Bukan kaca mata makhluk.
Perlu diketahui bahwa apa (pengetahuan) yang ada dalam pikiran, angan, imajinasi, benak manusia itu adalah hasil dari pencerapan yang didapat melalui panca indara. seperti misalnya kalau kita mendengar kata "burung", maka imanjinasi kita sudah langsung menggambarkan bentuk burung. Karena sebelumnya kita sudah pernah melihat burung. Begitu pula kalau misalnya kita membaca atau mendengar kata "manis", maka pikiran kita langsung mengingatkan rasa manis. Karena kita sebelumnya pernah mengecap rasa manis. Bagi kita yg sama sekali belum pernah melihat burung, imajinasi kita pun akan sulit menggambarkannya.
Kembali ke persoalan. Bahwa Allah adalah Tuhan yang tidak pernah terjangkau oleh panca indara manusia. Maka jika kita mendengar kata "Allah bersemayam di atas arsy" misalnya, maka yang akan muncul dalam benak kita adalah seperti bersemayamnya (duduknya) seseorang di tempat duduknya. Karena yang ada dalam memory imajinasi kita hanya itu. Padahal bagi Allah adalah Maha Suci dari sifat2 makhlukNya. Memory kita tidak pernah menyimpan bersemayamnya Allah" Padahal kita tidak pernah melihat Dzat Allah, tidak pernah mendengar Kalam Allah dan lain2 tentang diri Allah secara langsung. Kita baru dapat berita dari Alqur'an maupun sabda Rasulullah saw. Kita jangan tertipu oleh imajinasi maupun ingatan yang ada dalam benak maupun pikiran.
Wallahu a'lam......
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Itulah yang disebut dalam Alquran Laisa kamitslihi syaiun (tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya), karena segala sesuatu itu adalah makhluk, sedang Allah itu bukan makhluk, sebgala sesuatu itu itu membutuhkan tempat, sedang Allah tidak membutuhkan tempat, karena Allah-lah yang menciptakan tempat, dan sebelum Allah menciptakan tempat, tentu Allah Quyaamuhu bi nafsihi (Allah itu berdiri sendiri) yang tidak membutuhkan tempat. Wallahu a'lam. |
|
|
|
|
|
|
|
9. |
Pengirim: Ahmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 8/1/2012 |
|
Pengirim: sigit - Kota: Blora
Tanggal: 2/1/2012 mereka (wahabi) g bakal nerima dalil aqli tadz,,, lantas gimana njelasinnya...?? pendapat mereka kita harus mengutamakan iman daripada akal,, ketika Alloh mensifati diriNya spt istawa tsb kt jg harus beriman tanpa perlu memikirkannya... bagaimana tanggapan ustadz??? Afwan
-----------------------------------------------
Mohon maaf kita juga lebih mengedepankan iman dari pada akal. Berikut saya nukilken perdebatan kecil antara ulama sunni versus wahhabi:
Syaikh Abdullah al-Syanqithi, salah seorang ulama kharismatik yang dikenal hafal Sirah Nabi shallallahu alaihi wa sallam diajak berdebat oleh wahhabi tuna netra. Sedangkan dari pihak Wahhabi yang mendebatnya, di antaranya seorang ulama mereka yang buta mata dan buta hati. Kebetulan perdebatan berkisar tentang teks-teks al-Quran dan hadits yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah subhanahu wa taala. Mereka bersikeras bahwa teks-teks tersebut harus diartikan secara literal dan tekstual, dan tidak boleh diartikan secara kontekstual dan majazi. Si tuna netra itu juga mengingkari adanya majaz dalam al-Quran. Bahkan lebih jauh lagi, ia menafikan majaz dalam bahasa Arab, karena taklid buta kepada pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim. Lalu Syaikh Abdullah al-Syanqithi berkata kepada si tuna netra itu: Apabila Anda berpendapat bahwa majaz itu tidak ada dalam al-Quran, maka sesungguhnya Allah subhanahu wa taala telah berfirman dalam al-Quran:
Dan barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih
buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (QS. al-Isra : 72).
Berdasarkan ayat di atas, apakah Anda berpendapat bahwa setiap orang yang tuna netra di dunia, maka di akhirat nanti akan menjadi lebih buta dan lebih tersesat, sesuai dengan pendapat Anda bahwa dalam al-Quran tidak ada majaz?
Mendengar sanggahan Syaikh al-Syanqithi, ulama Wahhabi yang tuna netra itu pun tidak mampu menjawab. Ia hanya berteriak dan memerintahkan anak buahnya agar Syaikh al-Syanqithi dikeluarkan dari majlis perdebatan. Kemudian si tuna netra itu meminta kepada Ibn Saud agar mendeportasi al-Syanqithi dari Hijaz. Akhirnya ia pun dideportasi ke Mesir.
Pengirim: Abu Raihan - Kota: Palangkaraya
Tanggal: 3/1/2012 Assalamu alaikum,
Saya pernah membaca terjemahan kitab tauhid, pengarangnya saya lupa yang pasti uraiannya berdasarkan dalil dari Al Qur'an dan Al Hadist, yang intinya benar bahwa Alloh di atas langit. Tetapi di sana ditekankan bahwa di atas langit tersebut adalah tidak sama dengan di atas langitnya makhluk. Jadi ada 2 hal yang berbeda. yang pertama keberadaan Alloh yang memang tidak boleh diserupakan dengan makhlukNya, dan kedua keberadaan selain Alloh (makhluk).
Mengapa kita harus meng imani bahwa Alloh di atas langit?
Ya, karena begitulah NASH Al Qur'an dan Al Hadist (kecuali kita tidak lagi ber iman kepada isi Al Qur'an dan Al Hadist), tetapi yang perlu diingat adalah keberadaan Alloh tersebut TIDAKLAH SAMA DENGAN MAKHLUKNYA. Mohon maaf ustads, barangkali ada penyampaian yang kurang berkenan.
Wallohu a'lam
----------------------------------------------------
Begini mas.. memang ayat yg mengindikasikan alloh bersemayam di atas arsy itu memang ayat quran, dan kita wajib meyakini ayat quran. Namun ada hal yg saya ajukan, dan ini saya ajukan beberapa kali kepada ulama wahhabi:
Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa taala:
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. (QS. al-Hadid : 4).
Apakah ini termasuk al-Quran?
Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa taala:
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah
keempatnya. (QS. al-Mujadilah : 7).
Apakah ayat ini termasuk al-Quran juga?
Kedua ayat yg telah saya sebutkan diatas menunjukkan bahwa Allah subhanahu
wa taala tidak ada di langit.
Mengapa Anda menganggap ayat-ayat yang Anda sebutkan (alloh diatas asry) yang menurut asumsi Anda menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala ada di langit lebih utama untuk diyakini dari pada kedua ayat yang saya sebutkan yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala tidak ada di langit?
Padahal kesemuanya juga dari Allah subhanahu wa taala?
Pengirim: admin - Kota: Jakarta
Tanggal: 3/1/2012 Yang Menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. [Al-Furqaan/25:59]
-----------------------------------------------------------
Sekarang saya akan bertanya kepada Anda: Bukankah Allah telah ada tanpa tempat
sebelum diciptakannya tempat?
Kalau memang wujudnya Allah tanpa tempat sebelum terciptanya tempat itu rasional, berarti rasional pula dikatakan, Allah ada tanpa tempat setelah terciptanya tempat. Mengatakan Allah ada tanpa tempat, tidak berarti menafikan wujudnya Allah. Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata:
Allah subhanahu wa taala ada sebelum adanya tempat. Dan keberadaan Allah
sekarang, sama seperti sebelum adanya tempat (maksudnya Allah tidak
bertempat). (al-Farq bayna al-Firaq, 256).
Pengirim: mbah cokro - Kota: Jakarta
Tanggal: 6/1/2012
sabar-sabar,jangan gampang menuduh sesat-sesama umat islam hrs bersikap lemah lembut. saya pernah baca kitabnya ibnu qoyyyim aljauziah-disitu menerangkan ALLAH bersemayam di kerajaan ArrasyNYA, tapi ilmunya meliputi segala sesuatu baik yang ada di bumi, maupun yg ada di langit-MAHA SUCI ALLAH yg tdk sma dng mahluk ciptaanNYA, jika ALLAH ada dimana-mana, apakah ALLAH ada di tempat kuburan?, di tempat2x maksiat ?,l ? ditempat najis ?.tentu tidak.,ALLAH menciptakan langit dan Arrasy bukan karena ALLAH butuh tempat, tapi karena ALLAH MAHA berkehendak yg bersfat mutlak. tdk mungkin ALLAH yang MAHA AGUNG, MAHA BESAR MAHA SUCI ada di bawah, apalagi kalo ada dimana-mana. lihat orang islam yg sedang berdoa pasti memohon dgn tangan diangkat keatas. Maaf saya berbeda pandapat, mohon penjelasan pak kyai-bagaimana penjelasan rosulullah tentang singgasana/Kerajaan ALLAH menurut hadistnya- saya tak mau pendapat ulama sekarang-saya mau tau pendapat ulama2x salaf, tabiin dan tabiittabiin- mengenai hal ini-terimakasih wassalamualaikum
-------------------------------------------------
ijma ulama salaf sejak generasi sahabat justru meyakini Allah subhanahu wa taala tidak bertempat. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi berkata dalam al-Farqu Bayna al-Firaq:
Kaum Muslimin sejak generasi salaf (para sahabat dan tabiin) telah bersepakat
bahwa Allah tidak bertempat dan tidak dilalui oleh waktu. (al-Farq bayna al-
Firaq, 256).
Pengirim: ihsan - Kota: Tangerang Selatan
Tanggal: 7/1/2012 Apa maksud wasi'a kursiy yuhussamaa wati wal ardh? Dalam Qur'an juga dikatakan tsummastawaa alal arsy, apa maksudnya?Bagaimana dengan hadits kursiy Allah ditopang dengan malaikat dari tiap penjurunya, bisa jelaskan maksud hadits ini?
----------------------------------------------------
Ayat-ayat yang kaum wahhabi sebutkan tidak secara tegas menunjukkan bahwa Allah ada di langit. Karena kosa kata istawa, menurut para ulama memiliki 15 makna. Di samping itu, apabila Anda berargumentasi dengan ayat-ayat tersebut, maka argumen Anda dapat dipatahkan dengan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala tidak ada di langit. Misalnya Allah subhanahu wa taala berfirman:
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. (QS. al-Hadid : 4). Ayat ini menegaskan bahwa Allah subhanahu wa taala bersama kita di bumi, bukan ada di langit.
Dalam ayat lain Allah subhanahu wa taala berfirman:
Dan Ibrahim berkata, Sesungguhnya aku pergi menuju Tuhanku (Palestina),
yang akan memberiku petunjuk. (QS. al-Shaffat : 99).
Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim alaihissalam berkata akan pergi menuju Tuhannya, padahal Nabi Ibrahim alaihissalam pergi ke Palestina. Dengan demikian, secara literal ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala bukan ada di langit, tetapi ada di Palestina.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Susahnya kaum Wahhabi hanya memahami dalil-dalil itu secara dhahir lafadz, danm disesuaikan dengan terjemahan kamus yang tekstual. Padahal untuk memahami arti lafadz 'ALAA perlu banyak ilmu agar tidak terjebak pada kekakuan dengan arti DI ATAS.
Coba tengok ayat: wa-'ALAA-llahi fal yatawakkalil mutawakkilun. Apa bisa diterjemahkan : (Dan DI ATAS Allah, hendaklah bertawakkal orang-orang yang berpasrah diri), dengan maksud orang-orang yang bertawakkal itu tempatnya berada DI ATAS Allah ? Tentunya yg benar arti wa-'ALAA-llah itu adalah: Dan KEPADA Allahlah bertawakkal.... Wallahu a'lam. |
|
|
|
|
|
|
|
10. |
Pengirim: sang MUSYAFIR - Kota: jakarta
Tanggal: 10/1/2012 |
|
”Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi, Orang ini telah banyak menghapus Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban menunaikan ibadah haji dan telah terjadi peperangan antara dia dengan beberapa orang yang menentangnya. Dia wafat pada tahun 197 H di kota Thorat di Afrika Utara. Penulis mengatakan bahwa firqoh ini dinamai dengan nama pendirinya, dikarenakan memunculkan banyak perubahan dan dan keyakinan dalam madzhabnya. Mereka sangat membenci Ahlussunnah.
Adapun Dakwah yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (SALAFI) yang didukung oleh Al-Imam Muhammad bin Su’ud-Rahimuhumallah-, maka dia bertentangan dengan amalan dakwah Khowarij, karena dakwah beliau ini tegak diatas kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dan beliau menjauhkan semua yang bertentangan dengan keduanya, mereka mendakwahkah tauhid, melarang berbuat syirik, mengajak umat kepada Sunnah dan menjauhinya kepada bid ’ah, dan ini merupakan Manhaj Dakwahnya para Nabi dan Rasul |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Lontaran mas Musyafir ini adalah pemunculan asumsi baru, untuk 'mengelabuhi' warga Sunni Nahdhi, agar dapat menerima paham Wahhabi/Salafi. Alhamdulillah, selama 8 tahun (1983-1991) kami pribadi menjadi mukimin Makkah-Madinah, bahkan di sana kami tidak pernah mendengar nama atau istilah Salafi, tapi hampir seluruh masyarakat Saudi Arabiyah memberi nama Wahhabi kepada Bin Baz, Bin Shalih, Bin Mani', Utsaimin, dan tokoh-tokoh Wahhabi lainnya sebagai pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab. Setelah kami pulang ke tanah air, dan kami temui masyarakat Sunni Nahdhi mulai ramai dan terang-terangan menolak dakwah Wahhabi yang dibawah oleh para alumnus Saudi Arabiah juga, namun beda haluan dengan kami, maka mulailah kaum Wahhabi Indonesia mencoba merubah image dengan mengatasnamakan diri sebagai kelompok Salafi, agar terkesan sebagai pengikut ulama salaf.
Padahal konon para ulama NU lah yang pertama kali menggunakan label Salafiyah di tanah air Indonesia ini, karena para ulama NU mengajarkan kitab-kitab 'kuning' karya para ulama Salaf. Sedangkan Muhammadiyah lebih cenderung mengajarkan kitab-kitab kontemporer.
Hal ini dapat dibuktikan secara riil dengan banyaknya pesantren-perantren NU yang berdirinya menyertai berdirinya organisasi NU -atau bahkan yang sebelum dan sesudah NU berdiri- menggunakan nama Pesantren Salafiyah, salah satu contohnya: Pesantren Salafiyah, jalan Jawa Pasuruan Jawa Timur yang didirikan oleh KH. Hamdani pada sekitar tahun 1800 an, yang saat ini lebih terkenal dengan sebutan Pesantren Kiai Hamid Pasuruan. Boleh di cek kepada masyarakat Jawa Timur, atau langsung kontak kepada pengasuhnya saat ini, KH. Idris Hamid Hp 081334790296, alumnus Universitas Riyadh Saudi Arabiah, merangkap sebagai pengurus NU setempat. |
|
|
|
|
|
|
|
11. |
Pengirim: Ahmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 11/1/2012 |
|
Pengirim: sang MUSYAFIR - Kota: jakarta
Tanggal: 10/1/2012 ”Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi, Orang ini telah banyak menghapus Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban menunaikan ibadah haji dan telah terjadi peperangan antara dia dengan beberapa orang yang menentangnya. Dia wafat pada tahun 197 H di kota Thorat di Afrika Utara. Penulis mengatakan bahwa firqoh ini dinamai dengan nama pendirinya, dikarenakan memunculkan banyak perubahan dan dan keyakinan dalam madzhabnya. Mereka sangat membenci Ahlussunnah.
Adapun Dakwah yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (SALAFI) yang didukung oleh Al-Imam Muhammad bin Su’ud-Rahimuhumallah-, maka dia bertentangan dengan amalan dakwah Khowarij, karena dakwah beliau ini tegak diatas kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dan beliau menjauhkan semua yang bertentangan dengan keduanya, mereka mendakwahkah tauhid, melarang berbuat syirik, mengajak umat kepada Sunnah dan menjauhinya kepada bid ’ah, dan ini merupakan Manhaj Dakwahnya para Nabi dan Rasul
---------------------------------------------------
Sering kita dengar atau baca, kebanyakan penganut sekte bentukan Muhammad ibn Abdil Wahhâb merasa begitu gusar disebut sebagai kaum Wahhâbi alias bermadzhab Wahhâbi, sementara kalimat/istilah/penyebutan itu ASAL ANDA TAHU tidak mengandung konotasi pujian atau celaan. Ia bukan celaan, andai mereka mengku bahwa apa yang mereka anut itu adalah sebuah mazhab. Sebab sebuah mazhab yang ditegakkan di atas dalil-dalil yang shahihah tidak akan dicemari dengan nama baru yang disandangnya atau penamaan baru yang disematkan orang kepadanya!
Benar-benar terheran-heran terhadap para muqallidin (yang hanya pandai bertaqlid buta, tanpa kefahaman, namun tidak pernah mau mengakuinya) yang tak henti-hentinya menampakkan kegusaran mereka dan mengeluhkan bahwa istilah Wahhâbi itu sengaja digelindingkan “musuh-musuh da’wah” dengan konotasi mengejek, sementara itu perlu mereka sadari bahwa penamaan itu di luar area pertikaian. Ini yang pertama.
Kedua, berapa banyak ulama Wahhâbi sendiri menerima dengan lapang dada penamaan itu. Mereka tidak malu-malu atau enggan menyebut diri mereka sebagai Wahhâbi, bahkan sebagian mereka menulis buku atau risalah bertemakan Akidah Wahhâbiyah. Itu semua tidak semestinya dirisaukan.
Di antara ulama Wahhâbi yang menggunakan istilah atau menamakan aliran/mazhab mereka dengan nama Wahhâbi adalah Sulaiman ibn Sahmân, dan sebelumnya Muhammad ibn Abdil Lathîf. Baca kitab ad-Durar as Saniyyah,8/433, serta masih banyak lainnya.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya begitulah umumnya sifat manusia di dunia ini, ibarat orang bilang : Apa ada maling teriak dirinya maling ?
Jika kesalahan itu ada pada dirinya sendiri, umumnya akan segera ditutup-tutupi dengan berbagai alasan. Tapi jika yang dianggap salah itu ada pada orang lain, maka akan diungkap secara vulgar, sekalipun tanpa bukti.
Bahkan sering kali terjadi, ada hal-hal yang pada diri orang lain yang bukan sebuah kesalahan, tetapi karena dinilai salah disebabkan ada perberbedaan faham (salah paham) dengan si penilai, maka si penilai itu sudah berani menvonis salah/sesat, sekalipun pelakunya sendiri dapat mempertanggungjawabkannya secara ilmiyah maupun secara tinjauan kemasyarakatan.
Yaa, jadi jelaslah, Wahhabi adalah Salafi Indonesia , dan Salafi Indonesia adalah Wahhabi, dengan bukti-bukti kongkrit. |
|
|
|
|
|
|
|
12. |
Pengirim: A. MUkhoffy, S.Pd, SH - Kota: Probolinggo
Tanggal: 11/1/2012 |
|
Wahhabi atau Salafi itu bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Bahkan aliran Wahhabi itu termasuk golongan Khawarij. Aliran Wahhabi itu dikatakan Khawarij karena ada ajaran penting di kalangan Khawarij menjadi ajaran Wahhabi, yaitu takfir al-mukhalif dan istihlal dima’ almukhalifin (mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin yang berbeda dengan mereka). Suatu kelompok dikatakan keluar dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah, tidak harus berbeda 100 % dengan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Kaum Khawarij pada masa sahabat dulu dikatakan Khawarij bukan semata-mata karena perlawanan mereka terhadap kaum Muslimin, akan tetapi karena perlawanan mereka terhadap Sayyidina Ali dilatarbelakangi oleh motif ideology yaitu takfir dan istihlal dima’ al-mukhalifin (pengkafiran dan pengahalalan darah kaum Muslimin yang berbeda dengan mereka). Sayyidah ‘Aisyah, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin al-’Awwam dan banyak sahabat yang lain juga memerangi Sayidina Ali. Sayidina Mu’awiyah bin Abi Sufyan juga memerangi Sayidina Ali. Akan tetapi karena latar belakang peperangan mereka bukan motif ideologi, tetapi karena semata-mata karena persoalan politik, maka mereka tidak dikatakan Khawarij.
Bahkan.. saya kasih bocoran bahwa ulama terkemuka dari empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, yang menegaskan bahwa golongan Wahhabi termasuk Khawarij bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Info ini sangat bermanfaat untuk mas musyafir, juga agar dijadikan kemakluman para pembaca. |
|
|
|
|
|
|
|
13. |
Pengirim: Mantan LDII - Kota: Jakarta
Tanggal: 11/1/2012 |
|
Kalo menurut Para Ulama, Allah itu berada di atas ARSY. Alasannya, karena ALLAH yang mengatakan sendiri dalam Al-Qur'an maupun HADITS QUDSI. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah akhi sudah bertaubat dari LDII, mudah-mudahan bisa kembali kepangkuan Ahlus sunnah wal jamaah mengikuti ajaran para ulama Salaf secara sempurna.
Pemahaman seperti yang akhi sampaikan itu, mungkin karena kurang luasnya pengertian dalam menerjemahkan lafadz 'ALAA dalam kalimat 'alal arsy, yaitu masih terkungkung dalam kaedah kamus, bukan kaedah tafsir para ulama Salaf, yaitu dengan merjemahkan 'ALAL ARSY = DI ATAS ARSY, lantas akhi memahaminya bahwa Allah menetap dan berda di atas Arsy, dan tidak pergi kemana-mana, yang secara otomatis memberi konsekwensi bahwa Allah itu menjadi penghuni Arsy, padahal Arsy itu makhluk.
Coba akhi pikirkan : Besar mana gajah dengan kandangnya ? Besar mana presiden dengan istananya ?
Pertanyaan kami, jika akhi mengatakan bahwa Allah itu bertempat / menjadi penghuni Arsy, maka : Besar mana Allah dengan Arsy-Nya ?
Lantas apa pengertian: ALLAHU AKBAR min kulli syain = Allah Maha Besar dari segala sesuatu
Tentunya persepsi akhi terhadap arti lafadz 'Alal Arsy seperti itu, tidak dapat dibenarkan.
Arsy itu adalah makhluk yang berupa singgasana yang ditopang oleh para malaikat. Arys itu juga makhluk ciptaan Allah seperti langit, bumi, sorga dan neraka. Karena semua itu makhluk ciptaan-Nya, maka sebelum diciptakan oleh Allah, semuanya itu tidak ada, baik langit, bumi, sorga dan neraka, termasuk juga arsy.
Perlu akhi tahu, bahwa keberadaan Allah itu ada sejak zaman azali, sedangkan zaman azali itu adalah zaman sebelum diciptakannya makhluk apapun. Jadi jelaslah bahwa Allah itu ada sejak zaman azali dan keberadaan-Nya saat itu tidak bertempat di atas Arsy.
Sedangkan arti lafadz 'alal arsy adalah: Kekuasaan-Nya meliputi Arsy.
Seperti cara menerjemahkan 'alaa dalam lafadz wa 'alallahi fal yatawakkalil mutawakkilun, harus diartikan: dan kepada Allah-lah (hendaknya) bertawakkal orang-orang yang berpasrah diri. Bukan diterjemahkan : dan (berada) DI ATAS Allahlah orang-orang yang berpasrah diri, dengan maksud orang-orang yang berpasrah diri itu duduk di atas Allah, dan Allah berada di bawah mereka.
Jelaslah cara menerjemahkan seperti ini adalah kesalahan fatal bagi aqidah umat Islam. Bahkan dapat digolongkan 'aliran sesat' dan termasuk penistaan dan pelecehan terhadap ajaran Islam.
|
|
|
|
|
|
|
|
14. |
Pengirim: sigit - Kota: Blora
Tanggal: 17/1/2012 |
|
ustadz,, apa definisi "Alloh tidak bertempat dan tidak membutuhkan arah" sama dg definisi Alloh ada dimana2????
Mungkin yg berpendapat Alloh ada dimana2 maksutnya tidak mungkin ktika di satu tempat Alloh wujud smntara di tempat lain tdk wujud,,, atau dalam arti lain dimanapun kita Alloh akan tetap wujud,, tdk mungkin diatas wujud smntara dibawah tidak...
mohon penjelasannya,,, syukran |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yg berpendapat seperti yang akhi katakan 'Allah ada dimana' dg pemahaman seperti itu, adalah aliran sesat Mujassimah, yaitu aliran yang menyamakan dzat Allah dengan sebuah materi, yg hal itu sudah menjadi sifat makhluk, dan hanya makhluq saja yg membutuhkan tempat. |
|
|
|
|
|
|
|
15. |
Pengirim: ANGGA - Kota: BATAM
Tanggal: 23/6/2012 |
|
Untuk pemilik blog ini..Ana nasehatkan, antum ; Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.[ Al Israa’: 36 ] Dan Juga ; "Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. [ Al Mu’minuun : 71 ]
Dan ana mau tanya antum, mana dalilnya yang antum uraikan itu ? Mengatakan bahwa Allah tidak dilangit..? jangan terlalu banyak belajar ilmu kalam / filsafat.. kebanyakannya setelah itu jadi gila...Kalau inilah penjelasan antum, berarti antum beraqidah "asyariah"...jangan ditiadakan antum tiadakan sifat2 Allah..Abul Hasan Al 'Asyari pencetus pemikiran yang antum utarakan ini telah tobat..( Baca Kitab Al Ibanah ). |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
(1). Alhamdulillah, kami adalah pengikut madzhab Asy`ari yang murni, bukan kaum mujassimah yang meyakini bahwa Allah itu memiliki anggota tubuh seperti sifat para makhluq-Nya, serta meyakin bahwa Allah itu masih membutuhkan bantuan makhluq yang berbentuk TEMPAT untuk bersemayam/menetap. Karena kami beriman kepada firman Allah : Innallaha laghaniyyun `anil aalamiin (sesungguhnya Allah itu tidak butuh terhadap seluruh makhluq-Nya di semesta alam). (QS Al-ankabut - 6).
(2). Anda perlu baca :
AL-HAFIZ AZ-ZAHABI KAFIRKAN AKIDAH: ALLAH BERSEMAYAM/DUDUK
Oleh: Abu Syafiq ( Tel HP 006-012-2850578)
*Bersemayam yang bererti Duduk adalah sifat yang tidak layak bagi Allah dan Allah tidak pernah menyatakan demikian, begitu juga NabiNya.
___________________________________________________________________________
Hakikat kebenaran tetap akan terserlah walaupun lidah syaitan Wahhabi cuba merubahnya.
Kali ini dipaparkan bagaimana rujukan utama Wahhabi iaitu Al-Hafiz Az-Zahabi sendiri mnghukum kafir akidah sesat: Allah Bersemayam/Duduk yang dipelopori oleh Wahhabi pada zaman kini. Az-Zahabi adalah Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Uthman bin Qaymaz bin Abdullah ( 673-748H ). Pengarang kitab Siyar An-Nubala’ dan kitab-kitab lain termasuk Al-Kabair.
Az-Zahabi mengkafirkan akidah Allah Duduk sepertimana yang telah dinyatakan olehnya sendiri di dalam kitabnya berjudul Kitab Al-Kabair. Demikian teks Az-Zahabi kafirkan akidah “ Allah Bersemayam/Duduk” :
( RUJUK SCAN KITAB TERSEBUT DI ATAS )
Nama kitab: Al-Kabair.
Pengarang: Al-Hafiz Az-Zahabi.
Cetakan: Muassasah Al-Kitab Athaqofah,cetakan pertama 1410h.
Terjemahan.
Berkata Al-Hafiz Az-Zahabi:
“Faidah, perkataan manusia yang dihukum kufur jelas terkeluar dari Islam oleh para ulama adalah: …sekiranya seseorang itu menyatakan: Allah Duduk untuk menetap atau katanya Allah Berdiri untuk menetap maka dia telah jatuh KAFIR”. Rujuk scan kitab tersebut di atas m/s 142.
Perhatikan bagaimana Az-Zahabi menghukum kafir sesiapa yang mendakwa Allah bersifat Duduk. Sesiapa yang mengatakan Allah Duduk maka dia kafir.
Fokuskan pada kenyataan Az-Zahhabi tidak pula mengatakan “sekiranya seseorang itu kata Allah Duduk seperti makhlukNya maka barulah dia kafir” akan tetapi amat jelas Az-Zahabi terus menghukum kafir kepada sesiapa yang mendakwa Allah Duduk, di samping Az-Zahabi menukilkan hukum tersebut dari seluruh ulama Islam.
|
|
|
|
|
|
|
|
16. |
Pengirim: Achmad alQuthfby SH, SHI - Kota: Probolinggo
Tanggal: 25/6/2012 |
|
Pengirim: ANGGA - Kota: BATAM
Tanggal: 23/6/2012 Untuk pemilik blog ini..Ana nasehatkan, antum ; Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.[ Al Israa’: 36 ] Dan Juga ; "Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. [ Al Mu’minuun : 71 ]
Dan ana mau tanya antum, mana dalilnya yang antum uraikan itu ? Mengatakan bahwa Allah tidak dilangit..? jangan terlalu banyak belajar ilmu kalam / filsafat.. kebanyakannya setelah itu jadi gila...Kalau inilah penjelasan antum, berarti antum beraqidah "asyariah"...jangan ditiadakan antum tiadakan sifat2 Allah..Abul Hasan Al 'Asyari pencetus pemikiran yang antum utarakan ini telah tobat..( Baca Kitab Al Ibanah ).
----------------------------------------------------
Iki lho mas dalile:
Bgini ajha mas, saya hendak bertanya sedikit sama smpean untuk mengawali diskusi ini. Sekarang saya akan bertanya kepada smpean:
Bukankah Allah telah ada tanpa tempat sebelum diciptakannya tempat???
Kalau memang wujudnya Allah tanpa tempat sebelum terciptanya tempat itu rasional, berarti rasional pula dikatakan, Allah ada tanpa tempat setelah terciptanya tempat.
Ayat-ayat yang kaum wahabi sebutkan tidak secara tegas menunjukkan bahwa Allah ada di langit. Karena kosa kata istawa, menurut para ulama memiliki 15 makna. Di samping itu, apabila Anda berargumentasi dengan ayat-ayat tersebut, maka argumen Anda dapat dipatahkan dengan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit. Misalnya Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman: “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS. al-Hadid : 4). Ayat ini menegaskan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala bersama kita di bumi, bukan ada di langit. Dalam ayat lain Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
“Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menuju Tuhanku (Palestina),
yang akan memberiku petunjuk.” (QS. al-Shaffat : 99).
Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim alaihissalam berkata akan pergi menuju Tuhannya, padahal Nabi Ibrahim alaihissalam pergi ke Palestina. Dengan demikian, secara literal ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala bukan ada di langit, tetapi ada di Palestina.
Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS. al-Hadid : 4).
Apakah ini termasuk al-Qur’an???
Kalo termasuk al- Qur’an, Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya….” (QS. al-Mujadilah : 7).
Apakah ayat ini termasuk al-Qur’an juga???
Jika termasuk al-Qur’an, Kedua ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit. Mengapa Anda menganggap ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi yang menurut asumsi Anda menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit lebih utama untuk diyakini dari pada kedua ayat yang saya sebutkan yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit????
Padahal kesemuanya juga dari Allah subhanahu wa ta‘ala???
Ijma’ ulama salaf sejak generasi sahabat justru meyakini Allah subhanahu wa ta‘ala tidak bertempat. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi berkata dalam al-Farqu Bayna al-Firaq:
“Kaum Muslimin sejak generasi salaf (para sahabat dan tabi’in) telah bersepakat bahwa Allah tidak bertempat dan tidak dilalui oleh waktu.” (al-Farq bayna al- Firaq, 256).
Al-Imam Abu Ja’far al-Thahawi juga berkata dalam al-’Aqidah al-Thahawiyyah, risalah kecil yang menjadi kajian kaum Sunni dan Wahhabi:
“Allah subhanahu wa ta‘ala tidak dibatasi oleh arah yang enam.”
Menurut Anda, tempat itu makhluk apa bukan???
Kalau tempat itu makhluk, lalu sebelum terciptanya tempat, Allah ada di mana???
Cukup dulu….
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sdr. Angga memang tidak membicarakan dalil sesuai subtansi yang ia permasalahkan. Jadi pertanyaan dan pernyataannya juga ngambang tidak fokus. Entah karena Sdr Angga memang tidak menguasai persoalan yang dibahas dalam artikel, atau memang sekedar asbun (asal bunyi) saja, hingga tampak sekali ia tidak menguasai materi ilmiah yang kami sampaikan. Mudah-mudahan ia dapat mengambil pelajaran dari sanggahan Sdr. Ahmad Alquthfby SH, SHI ini. |
|
|
|
|
|
|
|
17. |
Pengirim: Ust. Sofi as Sewed - Kota: Ciputat
Tanggal: 25/6/2012 |
|
Perkenalkan saya adalah wahhabi. Saya merasa bersyukur dengan adanya webite pejuang islam ini, karena perlahan saya dapat melihat dialog-dialog berkelas tentang Kesucian Alloh. Betul sekali apa yg di katakan oleh KH. Achmad alQuthfby.
Tempat (langit) itu makhluk apa bukan???
Kalau tempat (langit) itu makhluk, lalu sebelum terciptanya tempat (langit), Allah ada di mana???
Apa Alloh melayang-layang kebingungan tempat???
Tidak salah jika Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Allah subhanahu wa ta‘ala ada sebelum adanya tempat. Dan keberadaan Allah sekarang, sama seperti sebelum adanya tempat (maksudnya Allah tidak bertempat).” (al-Farq bayna al-Firaq, 256).
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih kepada Ust. Sofi as Sewed yang ikut berkomentar menambah ilmu untuk Sdr. Angga dan cs-nya. |
|
|
|
|
|
|
|
18. |
Pengirim: Fajar - Kota: Medan
Tanggal: 19/3/2013 |
|
^_^ Masih nyimak... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga memberi manfaat. |
|
|
|
|
|
|
|
19. |
Pengirim: Sirot - Kota: Kebumen
Tanggal: 9/6/2013 |
|
Assalamu'alaikum pak Usad, saya ingin urun rembug pak ustad, maaf, dalam Al Qur'an, yang menyebutkan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy'! Ini menurut pemahaman saya, bersemayam=sifat, (seperti kata yang menunjuk sesuatu yang tidak dapat dipegang, seperti rasa manis di lidah, tapi kita tidak bisa melihat seperti apa itu manis), dalam hal ini kita tahu, bersemayam adalah sifat, sedangkan Arsy'=kekuasaan/makhluk,, di atas= lebih tinggi/agung, jadi Allah bersemayam di atas Arsy'= Allah itu lebih tinggi/lebih Agung dari kekuasaan/makhluk ciptaanNya, jadi kita tidak dapat menilai kalau Allah itu2 duduk2/santai2 di Arsy', ea nggak pak Ustad |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, Allah tidak bertempat di suatu tempat, karena suatu tempat itu pasti makhluq ciptaan Allah. Sedangkan semua ciptaan Allah itu termasuk barang baru. Coba ditanyakan: Kalau Allah itu diyakini bertempat di suatu tempat, lantas dimana Allah bertempa saat Allah belum menciptakan SUATU TEMPAT itu sendiri? Lantas bagaimana pula memahami ayat : Wahuwa ma'akum ainama kuntum (dan Dia bersama kalian dimana saja kalian berada). Jika keberadaan Allah itu diyakini butuh tempat, sedangkan kalian (baca: kita) saat ini terpencar-pencar ada yang di Jakarta, Surabaya, Malang, dan di pojok-pojok dunia lainnya, terus Allah sekarang lagi berada dimana dan lagi bersama siapa ? |
|
|
|
|
|
|
|
20. |
Pengirim: Pyarpyar - Kota: surabaya
Tanggal: 22/8/2013 |
|
Assalamu alaikum wr wb,
Manusia itu mmg senang berselisih/berbantah2an, sdngkan manusia tdk memiliki kemampuan utk menelaah lbh jauh ttg pengetahuan ttg Allah SWT kcuali yg Allah kehendaki (rasul n' nabi) mskipun byk pnjelasan d dlm Al-quran n' hadits. Krn kemampuan otak manusia tdk akan sanggup. Itu sudah taqdir Allah utk kita manusia. Jadi berhentilah berselisih n' merasa paling mngerti sndri dg logika akal yg gk seberapa ini. Kewajiban kita hnyalah beribadah dg taqwa kpd Allah. Afwan utk smua..
Salam ukhuwah, Wasallam, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Bahkan Nabi SAW sebagai manusia bukan sekedar membantah kemungkaran aqidah, namun beliau SAW justru memimpin perang demi mempertahankan keyakinannya, apa Beliau SAW itu salah menurut akhi?
Sy. Abu Bakar berperang mengangkat senjata memerangi orang-orang yang menyatakan masuk Islam, namun ingkar terhadap pembayaran zakat, apa beliau juga akhi vonis sebagai khalifah yang bersalah, dan tidak mengerti isi Alquran?
Innal hayaata aqiidatun wa jihaadu (Sungguh hidup ini hanyalah untuk berjihad mempertahankan aqidah)
Laa haula walaa quwwata illa billah. |
|
|
|
|
|
|
|
21. |
Pengirim: muhammad anwar ibrahim rafi - Kota: payukumbuh
Tanggal: 1/2/2014 |
|
Menjawab Beberapa Syubhat Seputar Sifat Istiwa
Allah Ta’ala memiliki sifat Al ‘Uluw yaitu Maha Tinggi, dan dengan ke-Maha Tinggi-an-Nya Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy. Istiwa artinya ‘alaa was taqarra, tinggi dan menetap. Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy artinya Allah Maha Tinggi menetap di atas ‘Arsy. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Ar Rahman (Allah) ber-istiwa di atas ‘Arsy” (QS. Thaha: 5).
Pembahasan serta dalil-dalil lengkap mengenai masalah ini silakan simak artikel Sifat Istiwa’ Allah di Atas ‘Arsy.
Namun aqidah ini diingkari oleh sebagian orang. Mereka mengingkari bahwa Allah memiliki sifat Al ‘Uluw Maha Tinggi dan mereka juga mengingkari bahwa Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy. Mereka mendasari keyakinannya tersebut dengan beberapa alasan, diantaranya:
Syubhat 1
Mereka mengatakan bahwa makna istiwa itu adalah istaula (menguasai), sebagaimana dalam sya’ir:
قَدْ اسْتَوَى بِشْرٌ عَلَى الْعِرَقِ مِنْ غَيْرِ سَيْفٍ أَوْ دَمٍ مِهْرَاقِ
Bisyr menguasai Irak
Tanpa menggunakan pedang atau menumpahkan darah
Kata بِشْرٌ di sini maksudnya Bisyr bin Marwan, orang yang pernah menjadi penguasa Irak. Sehingga makna اسْتَوَى di sini maksudnya menguasai Irak. Mereka mengatakan: “lihat, ini sya’ir arab. Dan mustahil makna istiwa di sini artinya Bisyr berada di atas Irak, atau berada di tempat tinggi tepat di atas Irak. Lebih lagi ketika itu belum ada pesawat terbang yang memungkinkan seseorang berada di atas Irak. Dengan demikian dalam bahasa arab sudah dikenal bahwa istiwa itu terkadang maknanya istaula (menguasai)”.
Syubhat 2
Mereka mengatakan bahwa jika kita tetapkan bahwa Allah berada di atas ‘Arsy, konsekuensinya berarti Allah itu butuh terhadap ‘Arsy. Dan sangat mustahil Allah itu butuh terhadap makhluk, dengan demikian mustahil pula Allah berada di atas ‘Arsy.
Syubhat 3
Mereka mengatakan bahwa jika kita tetapkan bahwa Allah berada di atas ‘Arsy, konsekuensinya berarti Allah itu berupa jism (badan). Karena istiwa itu artinya sesuatu berada di atas sesuatu. Selain itu, konsekuensi lainnya, berarti Allah juga mahduud, yaitu terbatas oleh ruang dan waktu. Karena sesuatu yang berada di atas sesuatu berarti ia dibatasi oleh batas-batas ruang. Misalnya anda duduk di atas kursi, maka berada dalam batas ruang kursi tersebut.
Jawaban Syubhat
Bantahan terhadap syubhat-syubhat ini dirinci dalam beberapa poin:
Pertama: Penafsiran lafadz istiwa dengan istaula adalah penafsiran yang bertentangan dengan penafsiran para salaf, yaitu sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Mereka bersepakat bahwa istiwa ditafsirkan sebagaimana makna zhahirnya. Tidak ada satu pun riwayat shahih yang dinukil dari mereka bahwa mereka menafsirkan istiwa dengan istaula atau pun makna lain yang bertentangan dengan makna zhahir (makna lugas).
Kedua: Penafsiran lafadz istiwa dengan istaula adalah penafsiran yang bertentangan makna zhahir (makna lugas) dari lafadz. Kata istiwaاسْتَوَى jika diikuti dengan على maka artinya adalah al ‘uluw wal istiqrar (tinggi dan menetap). Inilah makna lugas dari istiwa. Dan makna inilah yang dipakai dalam Al Qur’an ketika disebut kata istiwa juga dipakai dalam kebiasaan orang Arab.
Ketiga: Penafsiran yang demikian menimbulkan beberapa konsekuensi yang batil, diantaranya:
Allah Ta’ala ketika menciptakan langit dan bumi, Ia tidak menguasai ‘Arsy. Karena
Allah Ta’ala berfirman:
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy” (QS. Al A’raf: 54).
Kata ثُمَّ dalam ayat ini memiliki makna urutan. Yaitu setelah Allah selesai menciptakan langit dan bumi, Ia ber-istiwa di atas ‘Arsy. Jika istiwa maknanya istaula (menguasai), maka berarti Allah baru menguasai ‘Arsy setelah selesai menciptakan langit dan bumi. Sebelum itu, Allah belum menguasainya.
Secara umum, dalam konteks kalimat bahasa Arab, kata istaula (menguasai) tidak digunakan kecuali setelah sebelumnya dikalahkan. Jadi, sebelumnya dikalahkan, lalu mencoba menguasai, lalu akhirnya istaula (menguasai). Dengan demikian
seakan-akan artinya Allah sebelumnya dikalahkan, lalu baru Ia istaula.
Boleh kita mengatakan bahwa Allah itu
اسْتَوَى عَلَى الْشَجَرِ
“Allah ber-istiwa di atas pohon”
اسْتَوَى عَلَى الْجَبَالِ
“Allah ber-istiwa di atas gunung”
اسْتَوَى عَلَى الْحِمَارِ
“Allah ber-istiwa di atas keledai”, dan semacamnya.
atau semacamnya. Karena tentu saja Allah menguasai semua makhluk tersebut
Demikian beberapa konsekuensi batil jika kita memaknai istiwa dengan istaula.
Keempat: adapun pendalilan mereka dengan bait syair yang disebutkan di atas, kita jawab dengan beberapa poin:
1.Silakan jabarkan kepada kami sanad dari bait tersebut, apakah perawinya shahih atau tidak? Tentu mereka tidak bisa melakukannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “tidak ada keterangan yang valid bahwa syair tersebut adalah syair yang dikenal orang Arab. Selain itu, lebih dari satu orang imam dalam ilmu lughah, telah mengingkari syair ini. Mereka mengatakan: ‘ini syair yang dibuat-buat yang tidak dikenal dalam bahasa Arab‘. Dan telah kita ketahui bersama bahwa jika seseorang berdalil dengan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam maka kita perlu mengecek keshahihannya. Maka bagaimana lagi dengan bait syair yang tidak diketahui sanadnya dan telah dicela oleh para imam ahli lughah?” (Majmu’ Fatawa, 5/146).
2.Siapa yang mengucapkan syair ini? Bukankah ada kemungkinan syair ini baru dibuat orang setelah bahasa Arab terkontaminasi? Setiap perkataan yang dijadikan dalil dalam masalah lughah namun itu dikatakan setelah bahasa Arab terkontaminasi, maka itu bukan dalil. Karena bahasa Arab mulai terkontaminasi sejak dibukanya negeri-negeri Arab bagi para pendatang dari luar sehingga orang ajam (non Arab) masuk lalu lisan orang Arab pun tercampuri.
3.Andaikan bait tersebut shahih sebagai bait yang diucapkan orang Arab. Maka menafsirkan kalimat اسْتَوَى بِشْرٌ عَلَى الْعِرَقِ dengan memaknai istiwa di sini sebagai istaula, adalah penafsiran yang bertentangan dengan qarinah. Karena masih bisa dibenarkan jika kita maknai istiwa ini sebagaimana makna aslinya, yaitu kita maknai bahwa Bisyr berada di tempat tinggi di Iraq kemudian ia berada di atas ranjang atau di atas kuda atau lainnya. Sehingga kita tidak perlu memaknainya dengan istaula.
Kelima: Mengenai syubhat bahwa jika kita tafsirkan istiwa sebagaimana makna sebenarnya, maka konsekuensinya berarti Allah memiliki jism (badan), dan ini mustahil. Maka kita perlu tanyakan kepada mereka apa yang kalian maksud bahwa Allah mustahil memiliki jism (badan) ? Karena jism ini bukanlah sifat Allah, sebab penyebutan sifat ini untuk Allah tidak terdapat dalam Al Qur’an atau hadits. Sehingga lafadz jism untuk Allah, tidak kita tetapkan dan juga tidak kita ingkari. Maka penilaian kita tergantung apa yang mereka maksud dari lafadz jism itu sendiri.
Jika yang mereka maksud “Allah mustahil memiliki jism (badan)” adalah: Allah bukanlah Dzat yang hakiki dan Allah tidak memiliki sifat-sifat, maka ini pernyataan batil, bertentangan dengan banyak ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Karena Allah itu ada, Ia adalah Dzat yang hakiki dan Ia memiliki sifat-sifat yang layak bagi-Nya. Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengetahui, demikian juga Ia memiliki tangan, memiliki wajah, memiliki mata, dan sifat-sifat lainnya yang layak bagi-Nya dan berbeda dengan makluk-Nya yang ini semua dinyatakan oleh Allah sendiri atau dikabarkan melalui sabda Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam.
Adapun jika yang mereka maksud jism (badan) adalah badan yang tersusun atas daging, tulang, darah, jantung, paru-paru, dan lainnya sebagaimana badan manusia, maka ini tentu mustahil bagi Allah karena Allah tidak serupa dengan hamba-Nya.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
Dan jika kita menetapkan bahwa Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy, sama sekali tidak berkonsekuensi bahwa Allah memiliki jism (badan) yang demikian.
Keenam: Mengenai syubhat bahwa jika kita menetapkan Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy, maka berarti Allah ada dalam suatu hadd (batas) ruang. Maka kita jawab sebagaimana pada poin kelima, apa yang kalian maksud dengan hadd (batas) dalam hal ini? Karena jika yang dimaksud adalah bahwa Allah itu memiliki batas perbedaan yang jelas dengan makhluk-Nya, dan segala sesuatu yang selain Allah adalah makhluk, maka ini benar.
Namun jika yang dimaksud hadd (batas) adalah bahwa ‘Arsy melingkupi Allah, ‘Arsy lebih besar dari-Nya, maka ini batil. Juga bukan merupakan konsekuensi dari penetapan istiwa Allah. Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy walaupun Allah lebih besar dari ‘Arsy, karena ia Maha Besar.
وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
“bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya” (QS. Az Zumar: 67)
Ketujuh: Mengenai syubhat bahwa jika kita menetapkan Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy, artinya Allah butuh kepada ‘Arsy. Tentu tidak demikian. Kita jawab syubhat ini dalam beberapa poin:
1.Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy bukanlah maknanya Allah diangkat dan dibawa oleh ‘Arsy. Allah berada di atas ‘Arsy namun tidak berarti Allah diangkat dan dibawa oleh ‘Arsy sehingga Allah butuh kepada ‘Arsy.
Allah itu Al Ghaniy dan tidak butuh kepada ‘Arsy, justru ‘Arsy yang butuh kepada Allah. Karena semua makhluk itu butuh kepada Allah agar ia tetap eksis, termasuk juga ‘Arsy.
إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (QS. Fathir: 41)
2.Menetapnya A di atas B, tidak melazimkan bahwa A pasti butuh pada B. Buktinya langit ada di atas bumi, namun langit tidak butuh pada bumi. Padahal langit dan bumi adalah makhluk Allah. Maka bagaimana lagi perkaranya pada Allah ‘Azza Wajalla yang qaadirun ‘ala kulli syai, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Allah yaf’alu maa yuriid, Maha Kuasa untuk melakukan apa yang Ia kehendaki? Maka lebih mungkin lagi bahwa Allah istiwa di atas ‘Arsy tanpa butuh kepada ‘Arsy.
3.Istiwa Allah tentu tidak serupa dengan istiwa makhluk. Jangan dibayangkan bahwa Allah Ta’ala menetap di atas ‘Arsy dalam keadaan duduk, atau berbaring, atau bersila, atau semacamnya sebagaimana jika makhluk ber-istiwa di atas sesuatu. Demikian juga, keumuman makhluk Allah, jika ber-istiwa di atas sesuatu benda maka ia butuh kepada benda tersebut. Sebagaimana jika manusia duduk di atas kursi, ia butuh kepada kursi. Dan jika kursi diambil maka seketika ia terjatuh. Adapun Allah, tentu tidak demikian. Allah tidak butuh kepada ‘Arsy, istiwa Allah tentu tidak serupa dengan istiwa makhluk
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
4.Demikian jawaban beberapa kerancuan yang didengungkan sebagian orang untuk menolak sifat istiwa bagi Allah. Maka, jika ditanya dimanakah Allah? Jawabnya: Allah Ta’ala Maha Tinggi Ia ber-istiwa di atas ‘Arsy. Inilah aqidah yang diyakini oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, para sahabat, para ulama ahlus sunnah wal jama’ah sejak dahulu hingga sekarang. Wallahu’alam. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Oleh : Ust. Timur Lenk
Allah ada tanpa tempat dan serupa
قال الأستاذ السيد محمد حقى النازلى في كتابه خزينة الأسرار ص ١٤٥ في فصل الأحاديث الصحيحة الواردة و أقوال الأئمة فى تفسير آية الكرسي
فالمراد بالعلو علو القدرة و المنزلة لا علو المكان لانه تعالى منزه عن التحيز و كذا عظمته انما هي بالمهابة و القهر و الكبرياء و يمنع أن يكون بحسب المقدار و الحجم لتعالى شأنه عن أن يكون من جنس الجواهر و الأجسام
Berkata Al-Ustadz As-Sayyid Muhammad Haqqiy An-Naaziliy dalam kitabnya " Khozinatul Asror " halaman 145 terbitan Syirkah Al-Ma'arif Indonesia pada pasal yang menerangkan hadits-hadits shohih dan pendapat para Ulama mengenai tafsir ayat Kursiy :
Adapun yang dimaksud "Uluww" / tinggi adalah tingginya kekuasaan dan kedudukan , bukan tingginya tempat karena sesungguhnya Allah ta'ala maha Luhur dari bertempat , begitu pula KeAgunganNya adalah keAgungan dengan kewibawaan , menguasai dan kesombongan dan dicegah/tidak mungkin adanya Allah dengan ukuran dan hajam karena Maha Luhurnya Allah dari keberadaanNya dari jenis Jauhar/atom dan Jisim-jisim / benda.
Imam Muhammad bin Badruddin bin Balyan Ad-Dimasyqiyyi Al-Hanbaliy (wafat tahun 1083 H) dalam kitabnya "Mukhtashor al-ifadat" hal 489 mengatakan:
Barang siapa meyakini atau mengucapkan " sesungguhnya Allah dengan DzatNya ada dimana-mana atau disuatu tempat " maka ia " KAFIR
قال الإمامُ مُحَمَّدُ بنُ بدرِ الدِّينِ بنِ بلبانَ الدِّمَشْقِيُّ الحنبليُّ المتوفَّى سنةَ 1083 للهجرة في كتابهِ[(مختصرُ الإفادات)/ص489]:" مَنِ اعتقدَ أو قال إنَّ الله بذاتهِ في كُلِّ مكانٍ أو في مكانٍ فهو كافر
Langit bukan tempat bagi Allah
Langit adalah tempat para malaikat
Langit adalah qiblat do'a
قال الإمامُ النوويُّ في (شرح صحيح مسلم) ما نصُّه :" إذا دَعَا الدَّاعِي رَبَّهُ استقبلَ السَّمَاءَ كما إذا صلَّى المصلِّي استقبلَ الكعبةَ . وليسَ ذلكَ لأنَّ الله منحصرٌ في السَّماء كما أنه ليسَ منحصرًا في جهةِ الكعبةِ لأنَّ السَّمَاءَ قِبْلَةُ الدَّاعِينَ كما أنَّ الكعبةَ قِبْلَةُ المصلِّين "ا.هـ..
.
يقولُ رسولُ الله صلَّى الله عليه وسلَّم :" ما السَّماواتُ السَّبْعُ مَعَ الكُرْسِيِّ ـ أيْ في جَنْبِ الكُرْسِيِّ ـ إلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بأرضٍ فَلاةٍ ، وفَضْلُ العَرْشِ على الكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الفَلاةِ على الحَلْقَةِ " ؟؟.. رَوَى هذا الحديثَ الإمامُ ابنُ حِبَّانَ في (صحيحهِ) وصَحَّحَهُ ..
فكيفَ يكونُ الله في ما يُشْبِهُ الحَلْقَةَ الملقاةَ في صحراءَ واسعة !!.
الكُرْسِيُّ الذي ذَكَرَهُ الله في ءايةِ الكُرْسِيِّ التي في سورةِ البقرةِ هو جِرْمٌ كبيرٌ جدًّا خَلَقَهُ الله لحكمةٍ يَعْلَمُهَا هو . الكُرْسِيُّ جسمٌ موجودٌ فوقَ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وخارجَ الجَنَّة .
الجَنَّةُ التي يدخلُها المؤمنونَ يومَ القيامة موجودةٌ فوقَ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ . والكُرْسِيُّ خارجَ الجَنَّة . لكنْ هو تحتَ العَرْشِ الذي هو سَقْفُ الجَنَّة . الجَنَّةُ لها سَقْفٌ . وسَقْفُهَا عَرْشُ الرَّحمٰنِ . سَقْفُ الجَنَّة يُقالُ له عَرْشُ الرَّحمٰنِ . أَيْ عَرْشُ الله . وهذا شيءٌ ثابتٌ عن رسول الله صلَّى الله عليه وسلَّم . والله لا يَسْكُنُ الكُرْسِيَّ ولا يَسْكُنُ العَرْشَ ولا يَسْكُنُ السَّمَاوَاتِ التي تبدُو أمام الكُرْسِيِّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ في صحراءَ واسعة .
قال الله تعالى (( وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰواتِ والأرضَ ))[البقرة/255].
ولا يَسْكُنُ رَبُّنَا الكُرْسِيَّ الذي يبدُو هو الآخَرُ ، أَمامَ العَرْشِ ، كَحَلْقَةٍ في صحراءَ واسعة .
يقولُ رسولُ الله صلَّى الله عليه وسلَّم :" ما السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ مَعَ الكُرْسِيِّ ـ أيْ في جَنْبِ الكرسيِّ ـ إلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بأرضٍ فَلاةٍ ، وفَضْلُ العَرْشِ على الكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الفَلاةِ على الحَلْقَةِ " ؟؟.. رَوَى هذا الحديثَ الإمامُ ابنُ حِبَّانَ في (صحيحهِ) وصَحَّحَهُ ..
الله تعالى لو كانَ حجمًا لكانَ له أمثال . والله لا مِثْلَ له . جهةُ فَوْق مَسْكَنُ الملائكة . هذا العَرْشُ أحاطَ بهِ ملائكةٌ لا يحصي عَدَدَهُمْ إلَّا الله تعالى . وهم أكثرُ من ملائكةِ الأرضِ والسَّمَاوَاتِ السَّبْعِ . العَرْشُ جَعَلَهُ الله للملائكةِ كعبةً يَطُوفُونَ بهِ كما نحنُ نطوفُ بالكعبةِ التي في مَكَّةَ . العَرْشُ ليسَ مركزًا لله تعالى ، كما أَنَّ الكعبةَ ليستْ مركزًا لله . العَرْشُ حَجْمٌ خَلَقَهُ الله تعالى ليكونَ كَعْـبَةً للملائكةِ الذينَ حَوْلَهُ ليَطُوفُوا به . قال الله تعالى (( وتَرَى الملائكةَ حافِّينَ من حَوْلِ العَرْشِ يُسَبِّحُونَ بحمدِ رَبِّهِمْ ))[الزُّمَر/75
|
|
|
|
|
|
|
|
22. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 4/2/2014 |
|
Untuk Muhammad anwar ibrahim rafi al Wahabiyyun - Kota: payukumbuh
Mengenai hujjah anda dalam artikel berjudul “ALLAH TIDAK BERTEMPAT DI LANGIT”, saya kira telah cukup terbantah dengan komentar-komentar ana sebelumnya pada artikel tsb. Jadi buang-buang waktu untuk sekdar mengulang-ulang.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih tambahan ilmunya. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|