URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 7 users
Total Hari Ini: 317 users
Total Pengunjung: 6224438 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Isra` Mi`raj Menurut Tinjauan Sains dan Teknologi 
Penulis: Muh Akbar Ilyas [21/6/2012]
 
Isra` Mi`raj Menurut Tinjauan Sains dan Teknologi

Muh Akbar Ilyas

Isra` Mi`raj dan Saintek (Saintek=Sains+Teknologi) merupakan dua hal yang mempunyai hubungan mutually exclusive dalam klasifikasi pengetahuan manusia. Isra` Mi`raj jelas merupakan satu bahasan dalam metafisika, dan secara prinsipiil ruang bahasan metafisika berbeda dengan ruang bahasan saintek. Saintek membahas hukum-hukum alam material yang empiris, sains menjawab pertanyaan what dan why dan teknologi menjawab pertanyaan for what. Sedang metafisika membahas hukum-hukum umum alam, terutama alam immaterial yang jelas non-empiris.

Mungkin sebagian orang beranggapan, " Sulit bagi kita untuk memahami Isra` Mi`raj di abad sains dan teknologi ini. Sains modern telah menemukan bahwa kecepatan maksimum materi adalah kecepatan cahaya di ruang hampa (c = 300.000 km/dt). Seperti yang telah kita ketahui cahaya merambat memerlukan waktu 500 detik ( 8,333 menit) untuk menempuh jarak bumi-matahari, dan ia perlu merambat selama 50.000 tahun hanya untuk melintasi radius galaksi Bima Sakti (The Milky Way), padahal galaksi yang ada di alam ini yang terobservasi sampai saat ini diperkirakan ada ratusan juta. Bagaimana mungkin, seseorang manusia melintasi itu semua dalam waktu semalam?"

Argumen seperti ini benar-benar menunjukkan kesalahan sistematik kronis suatu sistem berfikir yang masih bisa disebut sebagai "otak". marilah kita bahas beberapa kesalahan berfikir yang terdapat dalam argumen tersebut.

Pertama, di balik argumen tersebut terdapat suatu anggapan bahwa Isra` Mi`raj adalah suatu perjalanan yang bersifat murni material. Nabi dianggap berjalan dari satu titik ruang tertentu (Masjid Al-Aqsha) di alam ini kesatu titik ruang tertentu di balik ujung langit (Sidratul-Muntaha) , dan menemui Tuhan di sana. Apakah mungkin bagi Tuhan terikat pada "ke-dimana-an"? Padahal Ia-lah Yang Maha Mutlak. Tidak Terbatas. Karena jika ada sesuatu yang membatasinya berarti ada sesuatu yang lebih kuasa dari-Nya. Subhanallahi amma yashifuun. Perhatikan ayat berikut ini; " Wa idzaa sa`alaka ibaadi annii fa innii qariib" (QS Al-Baqarah 186). Allah Yang Maha Dekat terhadap Anda, terhadap saya, terhadap kita semua. Dan tentu tidak mungkin menafsirkan ayat ini dengan mengartikan dekat dalam pengertian "ke-dimana-an" material seperti di atas.

Kedua, sekiranya sekali lagi sekiranya anggapan di atas benar pun, apakah benar bahwa perjalanan ini tidak mungkin secara logis? Mungkin perlu bagi kita untuk meninjau kembali berbagai jenis kemungkinan.

Pertama, adalah kemungkinan empiris, contohnya adalah naik gunung Himalaya mungkin secara empiris.

Kedua, adalah kemungkinan saintifik, contohnya adalah mungkin membuat kereta api yang melayang di atas relnya dengan energi superkonduktor. Walaupun kereta ini belum ada secara empiris namun secara saintifik ini mungkin. Kemungkinan saintifik dan kemungkinan empiris ini relatif, berubah terhadap ruang dan waktu dan tidak bisa dipegang sebagai satu kebenaran mutlak. Secara saintifik tidak mungkin bagi seseorang masih hidup jika jantungnya telah tidak berdenyut selama seratus hari, tapi kenyataannya secara empiris ada ahli-ahli yoga India yang mampu melakukannya.

Secara empiris tidak mungkin untuk bergerak dengan kecepatan 1000 kali kecepatan suara saat ini, padahal secara saintifik itu sangat mungkin (1000 kali kecepatan suara = 0,001 kali kecepatan cahaya). Secara empiris, dulu tidak mungkin orang bisa pergi ke bulan, sedang sekarang secara empiris hal itu jelas-jelas mungkin. Secara saintifik, dulu tidak mungkin bagi seseorang untuk memahami eksistensi gelombang elektromagnetik, tapi sejak Maxwell menemukannya sekarang semua mahasiswa memahaminya. Bahkan secara empiris, kita telah menikmati manfaatnya melewati TV, radio, dll.

Jenis kemungkinan ketiga adalah, kemungkinan logis. Sesuatu disebut mungkin secara logis, jika ia tidak melanggar prinsip non-kontradiksi. Apa contoh sesuatu yang tidak mungkin secara logis? Misal; sesuatu ada sekaligus tidak ada di suatu tempat dan waktu tertentu secara bersamaan. Apa contoh lain? Misal; adanya lingkaran sempurna yang luasnya tidak berbanding lurus dengan kuadrat jari-jari. Apa contoh lain yang mudah? Misal; membagi tiga keping uang seratusan logam secara merata kepada dua orang tanpa perlu membagi/menukarkan keping tersebut. Dan lain-lain.

Kemungkinan logis ini tidak relatif, tapi mutlak. Tidak tergantung ruang dan waktu. Tidak tergantung kasus apapun. Ia berlaku universal. Kemungkinan logis inilah yang dapat dipakai sebagai satu ukuran logis atau tidak logis nya sesuatu secara umum.

Ditinjau dari kemungkinan logis ini, misalnya, sekali lagi misalnya kita anggap asumsi model perjalanan Isra` Mi`raj yang material itu pun kita terima, tidak ada kontradiksi logis apapun di sana. Kejadian tersebut tidak melanggar prinsip non-kontradiksi. Jadi ya, sahih. Atau mungkin-mungkin saja secara logis.

Sedikit lebih jauh lagi, apakah Anda mendengar suatu eksperimen akhir-akhir ini yang telah membantah Teori Relativitas dengan ditemukannya partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya? Mari kita tinggalkan kerangka empirisme dan saintifik yang relatif dalam memahami hal-hal yang bersifat absolut. Kembali ke struktur berfikir yang jernih. Dan logis.

Apa satu hikmah Isra` Mi`raj bagi kita? Minimal, kita menjadi menyadari pentingnya berfikir di luar kerangka empirisme dan saintek yang amat relatif. Kemudian, kita menyadari kemungkinan logis yang jauh lebih luas dan umum dari sekedar empirisme inderawiah dan saintek materialis yang dangkal. Dan mungkin, kita akan menyadari makna immaterialitas perjalanan Isra` Mi`raj Nabi Suci, jauh di atas sekedar keajaiban-nya yang mengatasi alam materi ini.

Kita teringat ada satu makhluk manusia yang teramat mulia. Tubuh materialnya telah terspiritualisasi sempurna menjadi Cahaya yang lebih terang dari seluruh Cahaya material maupun immaterial lain. Seluruh wujud-nya mengalami perjalanan, atau mungkin kita lebih suka menyebutnya sebagai transformasi atau dalam istilah filsafatnya gerakan substansial (harakah al-jauhariyah), sehingga dikatakan ia mencapai \"jarak substansial\" terdekat terhadap Hakikat Agung Zat Suci Yang Maha Agung Maha Semarak di antara semua makhluk lain yang dicipta. Ia-lah Muhammad, Kekasih-kita, Junjungan-kita, dalam seluruh hidup-kita dan mati-kita. Ia-lah Muhammad, Kekasih Tuhan Seru Sekalian Alam.

Shalallahu alaihi wassalam.

Wallahu alam bish-shawwab.

(muhakbarilyas.blogspot.com)
______________________________________________________________

Catatan Pejuang Islam :

1.    Nabi Musa AS saat ingin bertemu Allah, maka beliau diperintahkan untuk naik ke tempat yang lebih tinggi dari pada dataran bumi, demi lebih mendekatkan diri kepada Allah, hingga beliau naik ke atas bukit Thuur Saina, dan di sanalah  wakallamallahu  muusa takliima (dan Allah mengajak Musa berbicara). Ini bukan berarti Allah berada di atas awan yang sekira jaraknya dekat dengan bukit Thuur Saina tempat Nabi Musa berada.

2.    Sidratul muntaha itu berupa pucuk pohon Sidrah (bidara), batas tempat kemampuan malaikat Jibril untuk dapat mendampingi perjalanan Isra-Mi`raj Nabi SAW, kemudian di sanalah malaikat Jibril berhenti bersama Buraq kendaraan yang dinaiki oleh Nabi SAW.

3.    Perjalanan berikutnya adalah dilakukan oleh Nabi SAW sendirian, beliau naik ke tempat yang diperintahkan oleh Allah, sebagai bukti ketinggian derajat beliau SAW melebihi ketinggian derajat malaikat Jibril AS. Menurut para ulama, perjalanan Nabi SAW pasca Sidratul muntaha itu adalah perjalanan ukhrawi, dan di sanalah Nabi SAW dapat melihat keadaan sorga, neraka, lauhul mahfudz, serta hal-hal yang menyangkut urusan akhirat, hingga pada suatu titik yang paling tinggi maka Nabi SAW mendapatkan perintah shalat. Ini bukan berarti Allah bertempat di sebuah tempat duduk, lantas Nabi SAW menghadap dengan cara duduk bersimpuh di hadapan Allah, pemahaman semacam ini adalah persepsi yang salah. Tapi Nabi SAW dipersilahkan naik ke tempat paling tinggi yang dapat dicapai oleh makhluq, (seperti pencapaian Nabi Musa yang hanya mampu di atas bukit Thuur Saina, dan malaikat Jibril hanya mampu di Sidratul muntaha), maka di sanalah Allah berkenan untuk berkomunikasi secara langsung dengan Nabi Muhammad SAW bahkan beliau juga diberi kemampuan dan kenikmatan untuk melihat Dzat Allah. Allah berfirman : maa kadzabal fuaadu maa ra-aa (hati tidak akan berbohong dengan apa yang dilihatnya). Wallahu a`lam. (LUTHFI BASHORI)

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam