HADITS HASAN
Luthfi Bashori
Secara bahasa, hasan artinya baik, maksudnya adalah sesuatu yang menyenangkan hati/nafsu/jiwa. Sedangkan menurut istilah, adalah hadits yang bersambung sanadnya dengan penukilan perawi adil, serta ke-dhabith-an (kekuatan hafalannya) perawinya sedikit lebih rendah dibanding derajat yang dimiliki perawi hadits shahih. Serta tidak mengandung syadz, artinya tidak bertentangan dengan perawi yang lebih tsiqah (kuat), dan juga tidak mengandung illah, yaitu sifat yang tersembunyi (dhahirnya tidak tampak ada kesalahan tetapi jika diteliti dapat merusak keabsahan sebuah hadits).
Dari sini diketahui, bahwa syarat yang diterapkan oleh para ulama ahli hadits, untuk menghukumi sebuah hadits menjadi hasan, jika derajatnya setingkat di bawah derajat hadits shahih. Sedangkan penilaian lebih rendah setingkat itu jika ke-dhabith-an (kekuatan hafalan/penjagaan catatan) perawinya lebih rendah di banding perawi shahih. Tetapi, untuk syarat bersambung sanadnya, keadilan perawi, tidak mengandung syadz dan illah, harus setara dengan syarat hadits shahih.
Contoh hadits hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Amr bin Alqamah dari Abu Salamah dari Abu Hurairah RA, bahwa Muhammad bin Amr ini terkenal jujur dan adil dalam kehidupan sehari-hari, tapi kekuatan hapalannya bukan termasuk yang kelas super seperti para perawi shahih lainnya
Hukum hadits hasan adalah seperti hadits shahih, yaitu dalam penggunaannya sebagai dalil penentuan suatu hukum agama, baik dalam urusan halal dan haram, perintah dan larangan, atau yang lainnya tetapi kekuatannya masih di bawah hadits shahih. Maka, jika terjadi adanya dua riwayat hadits yang bertentangan, yang satu derajatnya shahih dan yang lainnya hasan, maka yang riyatnya hasan itu harus ditinggalkan, karena bertentangan dengan riwayat hadits shahih.
Perlu diketahui, keberadaan hadits hasan yang terbukukan hingga saat ini, jauh lebih banyak jumlahnya dari pada jumlah hadits shahih. Karena itu, para ulama salaf ahli ijtihad dalam dunia fiqih adalah mayoritas menggunakan hadits hasan untuk menentukan sebuah hukum menjadi halal, haram, mubah, makruh, sunnah dan untuk pendasaran ilmu agama yang berkaitan dengan pendidikan moral kemasyarakatan.
Artinya, jika para ulama itu tidak menemukan dalil dari hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, maka mereka beralih mencari dalil dari hadits-hadits berderajat hasan. Bahkan sebagian ulama mengatakan, bahwa keberadaan hadits hasan inilah yang justru menjadi sumber utama bagi hukum yang dibutuhkan untuk kepentingan umat Islam dari masa ke masa.
Dengan mengerti kaedah musthalah hadits (ilmu ushul hadits) ini, maka umat Islam tidak boleh terkungkung dalam kekakuan, yaitu jika mencari dalil untuk menentukan sebuah hukum, lantas mengharuskan hanya menerima dalil hadits berderajat shahih saja, dan menolak dalil hadits berderajat lainnya.