|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 9 users |
Total Hari Ini: 63 users |
Total Pengunjung: 6224165 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
JELASKAN SAJA SUARAMU SAAT BEDZIKIR ! |
Penulis: Pejuang Islam [ 5/9/2011 ] |
|
|
JELASKAN SAJA SUARAMU SAAT BEDZIKIR !
Luthfi Bashori
Sebagian kelompok ada yang melarang umat Islam berdzikir kepada Allah dengan menjelaskan suaranya, mereka berdalil QS. Al-a`raf - 55, yang artinya: Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah diri, dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Kelompok ini hanya melihat dhahirnya ayat, lantas disesuaikan dengan pemahamannya sendiri, tanpa mau menengok dalil-dalil lainnya. Kelompok ini, memang terkenal agresif dalam menyalahkan umat Islam yang mempunyai pemahaman berbeda terhadap satu nash dalil yang sama. Sekalipun yang berbeda dengan mereka itu dari kalangan para ulama salaf.
Dalam pandangan mereka, seakan-akan sorga sudah dikavling-kavling khusus untuk kelompoknya saja, sedangkan umat Islam yang tidak sepaham, sekalipun mempunyai argumen dengan dalil penguat yang valid kebenarannya, maka tetap saja dituduh sesat dan mereka vonis sebagai penghuni neraka karena dikategorikan sebagai pelaku bid`ah dhalalah, dan tentunya vonis ini hanyalah dalam pandangan mereka semata.
Sebenarnya, jika dikaji secara seksama dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu, maka ayat 55 dalam surat Al-a`raf itu memberi pengertian adanya larangan untuk berlebih-lebihan dalam mengeraskan suara saat berdoa dan berdzikir, contohnya jika dilakukan dengan cara menjerit-jerit yang melebihi batas kewajaran.
Apalagi jika sampai mengganggu para tetangganya yang sedang tidur beristirahat di rumahnya masing-masing. Semisal berdzikir di tengah malam dengan menggunakan pengeras suara tanpa peduli lingkungan sekitarnya.
Namun jika ukuran mengangkat suaranya saat berdoa dan berdzikir dengan standar umum yang wajar, dan dilakukan secara wajar juga, maka tidak ada larangan sama sekali di dalam syariat Islam.
Sama saja hukumnya orang yang berbicara dengan orang lain, jika saat berbincang itu sampai menjerit-jerit atau juga tertawa terbahak-bahak melebihi batas kewajaran, hingga mengganggu orang lain, sudah barang tentu dilarang oleh Allah, waghdhudh min shautika inna angkaral ashwaati lashautul hamiir (pelankanlah suaramu, sesungguhnya yang paling keras suaranya itu adalah suara keledai). QS. Lukman 19.
Jika ayat ini diartikan hanya secara tektual sesuai dhahirnya ayat, maka mengharuskan adanya hukum setiap orang diwajibkan bersik-bisik jika berbicara dengan orang lain. Karena ayat ini melarang semua orang untuk mengeraskan suara saat berbicara.
Bisa dibayangkan, jika seluruh dunia mengamalkan arti dhahirnya ayat ini, maka jadilah dunia ini sunyi senyap dari suara manusia. Lantaran setiap orang dihukumi `haram` jika mengangkat suaranya. Atau katakan saja seakan hidup di alam `DUNIA BISIK-BISIK`.
Tidak ada suara tawar menawar di pasar, tidak ada suara adzan di masjid, tidak ada suara ceramah di mimbar, tidak ada suara bacaan Alquran di tempat pengajian, dan tidak ada suara apapun di kalangan umat Islam. Semuanya lebih memilih menggunakan bahasa isyarat dengan berbisik-bisik.
Yaa ... jadilah banyak Tarsan hidup di mana-mana. Pasti DUNIA INI MATI... Benar-benar dunia serasa mati, gara-gara fatwa sesat haramnya mengeraskan suara saat berbicara.
Tapi, jika memahami ayat 19 surat Lukman, menggunakan pemahaman yang luas dengan pertimbangan berbagai disiplin ilmu, maka ayat ini memberi arti : Janganlah engkau mengeraskan suara yang berlebih-lebihan saat berbicara, seperti dengan menjerit-jerit, dan cukuplah berbicara dengan suara yang wajar dan dimaklumi. Karena jika engkau mengeraskan suara di atas batas kewajaran, maka sama saja statusmu itu seperti keledai yang tidak punya akal.
Jadi, hukum mengangkat suara saat berbincang dengan orang lain itu boleh-boleh saja, dan termasuk halalan thayyiban, jika dilakukan secara wajar dan tidak melebihi standar umum.
Tentunya, demikian pula hukum mengangkat suara dalam berdzikir adalah boleh-boleh saja, dan termasuk halalan thayyiban jika dilakukan dengan sopan, sesuai standar umum yang wajar, dan tidak berlebih-lebihan, dan tidak ada larangan sama sekali dalam syariat.
Bahkan dalam kondisi tertentu dzikir itu diperintahkan untuk dikeraskan suaranya, seperti saat membaca Talbiyah waktu berihram, membaca Takbiran malam hari raya, saat mengumandangkan adzan, saat melagukan bacaan Alquran diwaktu mengimami shalat Maghrib, Isyak, Subuh, dan tarawih, serta bacaan doa qunutnya shalat witir seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Wahhabi di masjid-masjid Saudi Arabiah di setiap menjelang akhir bulan Ramadlan.
Nabi SAW bersabda : Perbanyaklah dzikir kepada Allah, sehingga mereka (yang melihat dan mendengarkannya) akan berkata: Sungguh dia itu orang gila. (HR. Hakim, Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Ya`la dan Ibnus Sunni).
Jika saja dzikir itu tidak boleh mengangkat suara, maka bagaimana orang lain bisa mendengarkannya hingga menganggap gila bagi pengamal dzikir itu ? Lantas apakah Nabi SAW dihukumi bersalah karena menyuruh umatnya mengangkat suara saat berdzikir agar dapat didengarkan orang lain?
Ibnu Abbas berkata : Sungguh berdzikir dengan mengeraskan suara ketika orang selesai shalat fardlu itu, pernah terjadi di masa Rasulullah (HR. Bukhri-Muslim).
Jelaslah kini, bahwa tidak ada larangan sama sekali bagi umat Islam yang ingin berdzikir dengan suara keras, tentunya yang tidak melebihi batas kewajaran.
Ayoo...keraskan saja suaramu saat berdzikir !
|
1. |
Pengirim: Zein - Kota: Cianjur-Jawa Barat
Tanggal: 17/9/2011 |
|
Assalamu 'Alaikum Wr.Wb.
Terima kasih Ustadz atas 'ilmu dan pencerahannya,sebelumnya mohon maaf....kalau boleh izinkan saya untuk bertanya : Apabila serorang Imam telah selasai memimpin sholat berjamaa'ah kemudian melaksanakan wirid secara berjama'ah dengan ma'mumnya dengan suara keras..tetapi tiba-tiba misalnya dijajaran belakang ada sekelompok orang (yang datang kemudian/tertinggal) melaksanakan sholat berjama'ah dan bacaannya dikeraskan juga...pertanyaannya bagaimanakah sikap Imam yang sedang memimpin dzikir berjama'ah (yang didepan)....apakah dzikirnya harus dipelankan atau tetap saja dengan suara keras..?, Demikian pertanyaan saya ustadz,atas perhatiannya dan jawabannya saya ucapkan terima kasih Wassalam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jika imamnya mengetahui kedatangan makmum, maka sebaiknya memelankan suara dzikirnya. Perlu diketahui, bahwa mengeraskan suara saat berdzikir itu hukumnya boleh, tapi bukan wajib, dan memelankan dzikir tanpa suara juga boleh, dan diperlukan pada saat-saat tertentu. |
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Pengirim: Syarief Zein - Kota: Cianjur-Jawa Barat
Tanggal: 18/9/2011 |
|
Alhamdulillah Jawaban yang sangat bermanfaat bagi saya Kiyai..sekali lagi terimakasih atas perhatian dan jawabannya semoga ALLOH SWT selalu memberikan Kesehatan & kekuatan khusus kepada Pak Kiyai umumnya kepada tim Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami....mohon maaf ada pertanyaan lagi Pak Kiyai masih seputar Dzikir berjamaah .
1.Apabila serorang Imam telah selasai memimpin sholat berjamaa'ah kemudian melaksanakan wirid secara berjama'ah dengan ma'mumnya dengan suara keras ( suara yang wajar )..tetapi tiba-tiba misalnya persis dibelakang imam ada ma'mum yang tidak ikut dzikir berjamaah tetapi dia langsung melaksakan sholat sunnat ( biasanya yang tidak ikut dzikir & do'a berjamaah..mereka yg berfaham Wahabi ), bagaimanakah sikap Imam yang sedang memimpin dzikir berjama'ah ?
2.Untuk Ma'mum yang telah selesai malaksanan sholat berjamaah, manakah yang yang lebih afdol : a.Ikut dulu dzikir berjamaah dan ber-Do'a bersama dengan Imam dan Ma'mum yg lainnya ?....atau
b.Berdzikir dan ber Do'a sendiri-sendiri...?
c.ada juga ma'mum yang langsung melaksanakan sholat sunnat ( tetapi mereka ini diwaktu-waktu lain...ikut Dzikir & Do'a Bersama ) ?.....dari ketiga hal tersebut (pertanyaan no.2) manakah yang lebih afdol Pak Kiyai ?
Demikian sekian dulu pertanyaan dari saya Pak Kiyai,atas perhatiannya dan jawabannya saya ucapkan terima kasih Wassalam,SYARIEF ZEIN
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Hadits : Yadullah ma'al jamaah (barakah dari Allah itu untuk yg berjamaah). Sebaiknya imam tetap memimpin jamaah wirid dg suara wajar yang tdk mengganggu orang shalat, misalnya tanpa menggunakan pengeras suara/microphun. Dan yang akan shalat sunnah juga tahu diri bagai bersikap, seperti mencari tempat di belakang, sehingga terjadi saling menghormati antar sesama jamaah shalat. Nah, yang salah adalah yang sombong dan merasa paling benar, hingga tidak mau mengalah, orang semacam ini kelak akan susah masuk sorga. Nabi SAW: La yadkhulul jannata man kaana fi qalbihi mitsqaalu dzarratin min kibrin (tidak masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sekalipun sebesar biji atom)
NB : Mohon maaf, ada beberapa komentar yang masuk, termasuk pada artikel ini, yang tampaknya dari pihak non Sunni Syafi'i, tapi karena tidak ilmiah, hanya sekedar protes tanpa dalil syar'i, maka sengaja tidak kami posting. Tapi komentar apapun yang bersifat ilmiah, sekalipun berseberangan dengan pandangan dan pemahaman kami, maka akan kami posting dengan tambahan keterangan.
. |
|
|
|
|
|
|
|
3. |
Pengirim: sigit - Kota: Blora
Tanggal: 21/9/2011 |
|
Ada yang melarang dzikir jahr dg dalil kisah Ibnu Mas'ud yg menegur sklompok orang yang sedang berdzikir bersama secara jahr sambil menggunakan batu2 untuk menghitungnya?? Bagaimana pendapat ustadz? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Keshahihan riwayat ttg pendapat Ibnu Masud itu tdk dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan dalam hadits shahih riwayat Bukhari-Muslim mengatakan konon wirid usai shalat dg suara keras itu dilakukan di jaman Nabi SAW. |
|
|
|
|
|
|
|
4. |
Pengirim: ahmad alquthfby - Kota: probolinggo
Tanggal: 4/10/2011 |
|
Hujjah yang dikemukakan ini, adalah atsar (perbuatan) Abdullah bin Mas`ud r.a.. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam ad-Daarimi dalam sunannya, jilid 1 halaman 68, dengan sanad dari al-Hakam bin al-Mubarak dari ‘Amr bin Yahya dari ayahnya dari datuknya (Amr bin Salamah).
Menurut sebagian muhadditsin, kecacatan atsar ini adalah pada rawinya (rawi : periwayat) yang bernama ‘Amr bin Yahya (yakni cucu Amr bin Salamah). Imam Yahya bin Ma`in memandang “riwayat daripadanya tidak mempunyai nilai”. Imam adz-Dzahabi menerangkannya dalam kalangan rawi yang lemah dan tidak diterima riwayatnya, dan Imam al-Haithami menyatakan bahwa dia adalah rawi yang dhoif.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tambahan ilmu yang bermanfaat untuk ummt. |
|
|
|
|
|
|
|
5. |
Pengirim: ahmad alquthfby - Kota: probolinggo
Tanggal: 4/10/2011 |
|
melarang dzikir dg suara keras di masjid hukumnya kufur, karena menentang Alqur’an, Allah swt berfirman : Dirumah rumah Allah (masjid) telah Allah izinkan untuk mengangkat suara sebutan dzikir Nama Nya, dan bertasbih pada Nya di pagi hari dan sore (QS Annur 36). |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tambahan ilmu yang bermanfaat untuk umat. |
|
|
|
|
|
|
|
6. |
Pengirim: aziz - Kota: balikpapan
Tanggal: 15/5/2014 |
|
Apakah dzikir tengah malam secarah berjamaah dgn suara keras dpt mengganggu tetangga yg sedang tidur |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tentunya tergantung situasinya. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|