|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 8 users |
Total Hari Ini: 310 users |
Total Pengunjung: 6224431 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
ULAMA vs PENJAHAT |
Penulis: Pejuang Islam [ 27/8/2011 ] |
|
|
ULAMA vs PENJAHAT
Luthfi Bashori
Konon ada orang yang bertanya kepada seorang tokoh humoris:
PENANYA : Apa hukumnya korupsi ?
HUMORIS : Hukumnya Enaaaaak ... !
Jawaban itu menjadi rasional karena yang melontarkan adalah seorang tokoh humoris. Namun sebuah fatwa yang benar dan dapat diamalkan oleh umat, adalah fatwa yang keluar dari para ulama. Sedangkan moral ulama yang dapat dijadikan panutan dan diterima fatwanya adalah yang disebut dalam Alquran yang artinya: `Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah itu adalah para ulama`. Jadi, jika ada orang pintar agama tetapi tidak takut kepada Allah, maka hakikatnya bukanlah seorang ulama, bahkan bisa jadi adalah penjahat.
Misalnya, jika ada seorang ulama yang bermain politik hingga naik tingkat di kelas elit negeri ini, tiba-tiba berani korupsi uang negara, atau sengaja melakukan pelanggaran syariat di depan publik, maka seketika itu juga ia telah keluar dari komunitas para ulama, dan secara otomatis masuk ke dalam gerombolan penjahat. Demikian ini karena ia tidak takut kepada Allah. Bahkan, mudah-mudahan ia segera ditangkap dan dipenjara oleh aparat yang berwajib.
Seorang ulama dituntut untuk selalu konsekwen dan konsisten keberperihakannya kepada hukum syariat. Terutama jika ia menjadi publik figur. Karena perilaku ulama publik figur akan menjadi sorotan umat, dan akan mempengaruhi mereka, bahkan akan bepengaruh dalam pencapaian derajat bagi yang bersangkutan kelak di akhirat.
Tidaklah dikatakan seseorang itu sebagai ulama jika perilakunya selalu bertentangan atau melawan syariat Islam.
Ini bukan berarti seorang ulama tidak mungkin (tidak boleh) bermaksiat sama sekali, dan bukan berarti jika ada ulama yang bermaksiat, secara otomatis akan menghilangkan jati dirinya sebagai ulama. Tentunya tidak demikian, asalkan kemaksiatannya itu masih dalam kategori yang termaafkan.
Jadi, jika ada seorang ulama bermaksiat kepada Allah yang dilakukannya secara tersembunyi dan tidak diketahui umat, kemudian ia menyesal dan segera bertaubat kepada Allah, maka ia masih dapat dikategorikan sebagai ulama, yang mana fatwanya juga perlu dipertimbangkan untuk diamalkan, sekalipun derajatnya menjadi jauh di bawah para ulama yang tidak pernah melakukan kemaksiatan.
Berbeda dengan kasus, jika ada seorang yang dijuluki ulama oleh masyarakat, lantas melakukan kemaksiatan di depan publik, padahal perilakunya itu ada kemungkinan dicontoh oleh umat, maka orang model semacam inilah yang dijuluki oleh Nabi SAW sebagai ulama suuk (ulama jahat). Jadi secara otomatis ia menjadi musuh bagai para ulama yang konsisten menjaga syariatnya.
Jika suatu saat si penjahat (ulama suuk) ini ingin bertaubat kepada Allah, tidaklah cukup hanya menyesal dan bertaubat membaca istighfar kepada Allah saja, tapi ia harus mengumumkan pertaubatannya itu kepada publik, dan menerangkan bahwa apa yang telah ia lakukan adalah maksiat dan tidak boleh diikuti oleh umat.
Jika tidak ia lakukan yang demikian itu, maka hukumnya tetap saja sebagai penjahat, karena nahnu nahkum biddhawahir wallahu ya`lamus saraair (kita menghukumi secara dhahir, sedangkan hanya Allah yang mengetahui segala rahasia)
Lantas bagaimana jika ada seseorang yang bergelar ulama di negeri ini, dengan terang-terangan menentang dan menghalang-halangi perjuangan pelaksanaan syariat Islam secara menyeluruh bagi rakyat Indonesia, sekalipun dilakukan lewat sistem yang konstitusional dalam rana hukum positif negara, dengan alasan hanya karena ingin melindungi kaum yang kafir kepada Allah?
Padahal saat dulu mengaji, ia tahu dengan tepat, bahwa ada hukum fiqih yang mengharuskan pengamalannya hanya sah jika dilakukan oleh pihak pemerintah. Sebut saja pengitsbatan rukyah hilal, pengangkatan amil zakat, perwalian hakim dalam pernikahan, pelaksanaan qishas, pelaksanaan takzir pelanggar hukum, dan sebagainya.
Inilah fenomena keumatan yang kini marak terjadi di Indonesia.
|
1. |
Pengirim: sunarya - Kota: karawang
Tanggal: 8/9/2011 |
|
Assalamualaikum,semoga pa kiyai sehat selalu.mudah-mudahan masih banyak ulama yang tetap istiqomah dengan ilmunya dan memberikan tausiah serta wejangannya kepada kami semua. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Insyaallah stok ulama yang benar-benar masih ikhlas membimbing umat kepada kebenaran ajaran Islam secara baik masih banyak. Mudah-mudahan beliau-beliau tidak terkontaminasi oleh hiruk pikuk kepentingan duniawiyah yg penuh fatamorgana. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|