|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 6 users |
Total Hari Ini: 197 users |
Total Pengunjung: 6224309 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
MENENGOK KEHIDUPAN PARA ULAMA SALAF |
Penulis: Pejuang Islam [ 20/8/2011 ] |
|
|
MENENGOK KEHIDUPAN PARA ULAMA SALAF
Luthfi Bashori
Menjelang datangnya sepertiga terakhir bulan Ramadlah, perlu kiranya umat Islam menengok sejenak dan mengenang kehidupan para ulama salaf Ahlus sunnah wal jamaah, agar dapat dijadikan pelajaran yang sangat berharga.
Sebagaimana diriwayatkan, bahwa Nabi SAW selalu mengajari umatnya dengan contoh kongkrit, seperti saat memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, konon beliau SAW yasuddu mikzarahu (mengencangkan ikat sarungnya), alias lebih banyak meninggalkan rumah demi untuk kesungguhan beribadah kepada Allah sambil beri`tikaf di dalam masjid.
Para salaf pun mengikuti apa yang dilakukan oleh baginda Rasulullah SAW. Konon mereka berlomba-lomba memenuhi masjid-masjid dan tempat-tempat ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, khususnya pada waktu masuk sepuluh hari terakhir pada setiap bulan suci Ramadlan.
Ada di antara para salaf yang menghabiskan waktu i`tikafnya dengan mengkhatamkan Alquran. Konon Imam Syafi`i jika usai makan sahur, beliau membaca Alquran hingga dapat mengkhatamkannya di saat menjelang adzan Maghrib. Lantas usai berbuka puasa, beliau membaca lagi Alquran hingga dapat dikhatamkan saat datang waktu sahur berikutnya. Sehingga beliau dapat mengkhatamkan Alquran, dua kali khataman selama sehari semalam, baik dilakukan di dalam shalat maupun di luar shalat.
Diriwayatkan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA, khalifah keempat yang sah menurut umat Islam, jika sudah memasuki waktu sepuluh hari terakhir di bulan Ramadlan, beliau lebih banyak beri`tikaf di tempat pengimaman masjid. Beliau melelehkan air mata dalam dzikirnya kepada Allah, karena merasa sedih akan ditinggalkan bulan yang paling beliau cintainya.
Semakin tambah hari Sayyidina Ali menghitung sisa waktu Ramadlan, semakin tambah gelisa hatinya. Besarnya rasa gunda akan berpisah dengan bulan suci Ramadlan itupun semakin menambah derasnya air mata yang beliau kucurkan.
Tentunya karena beliau sangat paham tentang betapa besarnya kebaikan yang diturunkan oleh Allah pada setiap datang bulan suci Ramadlan, terutama keutamaan pada sepuluh hari terakhir itu.
Barangkali perbedaan para salaf tersebut dengan keberadaan mayoritas umat Islam dewasa ini, jika konon mereka menghitung sisa hari pada bulan suci Ramadlan dengan penuh kegelisaan dan rasa gunda yang dalam, karena takut ditinggal `sang kekasih`, bulan suci Ramadlan, sedangkan kebanyakan umat Islam jaman sekarang juga sibuk menghitung sisa-sisa hari pada akhir bulan Ramadlan, karena ingin bersegera mendapati kebahagiaan suasana lebaran Hari Raya Idul Fitri.
Entah itu kebahagiaan karena dapat mudik dan berkumpul dengan keluarga, atau karena dapat memakai pakaian yang baru dibelinya, atau bahagia akan menikmati naik kendaraan barunya, atau bahagia karena dapat menikmati makanan di siang hari, yang sudah tidak terikat lagi oleh situasi kewajiban berpuasa, bahkan ada yang menunggu suasana kebahagiaan lebaran untuk dapat menyempatkan diri berekreasi demi mengisi waktu liburan, dan seterusnya.
Para ulama salaf Ahlus sunnah wal jamaah, konon banyak yang berandai-andai dalam doa mereka, andaikata saja Allah menjadikan seluruh bulan dalam satu tahun suntuk itu adalah seperti Ramadlan, sehingga mereka dapat beribadah penuh dalam mengisi hari-hari dalam kehidupannya, seperti saat menjalani ibadah di bulan suci Ramadlan.
Mudah-mudahan umat Islam dewasa ini, senantiasa masih sempat berandai-andai minimal dalam benak mereka, andaikata saja kehidupan umat Islam sekarang, dapat menyerupai kehidupan para ulama salaf yang konon lebih mendahulukan kepentingan akhirat, jauh lebih kuat dibanding memikirkan kemashlahat kehidupan dunia mereka.
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|