URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 5 users
Total Hari Ini: 210 users
Total Pengunjung: 6224322 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Potret Kegagalan Pendidikan Akidah 
Penulis: Kholili Hasib [10/3/2012]
 
Potret Kegagalan Pendidikan Akidah

 Kholili Hasib

Belum lama ini PIMPIN (Institut Pemikiran dan Pembangunan Insan) Bandung mengadakan Daurah Nasional Pendidikan Islam selam dua hari mulai tanggal 10 sampai 11 Frebruari 2012. Daurah yang diikuti 80 peserta dari Bandung, Tasik, Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya ini mengambil tema menarik “Dari Pendidikan Menuju Kebangkitan”.

Tema ini penting sekaligus menarik. Penting karena, daurah diadakan pada saat dunia pendidikan Islam Indonesia masih tertatih mencari idealisme disebabkan kehilangan ruh adabnya. Satu persatu fakta masih minimnya pendidikan adikah kita mulai terkuak. Pada enam Januari lalu hidayatullah.com menurunkan berita seorang dosen di STAIN Jember melecehkan asma Allah subhanahu wata’ala dengan cara menghapus lafadz Allah dengan sepatu. Tahun lalu, 21 Mei 2010 seorang yang dipanggil ‘ustadz’ mempraktikkan aksi yang tidak beradab, yaitu memfasilitasi pernikahan dua perempuan lesbianis.

Simak pula kasus pendangkalan akidah pada masyarakat. Insiden di Sampang yang berujung pengusiran penganut Syiah dipicu oleh penyebaran ajaran Syiah oleh seorang tokoh setempat. Ajaran-ajaran Syiah yang tidak beradab disebarkan kepada jama’ah awam, seperti ajaran nikah mut’ah (nikah kontrak).

Aksi tidak beradab pada malam valentine day tempo hari juga masih menjadi ritual tahuan sebagaian  pelajar kita. Seperti ditulis oleh Anwar Djaelani di rubrik opini inpasonline.com, Polres Jombang pada malam velentine day merazia belasan pasangan yang di antaranya masih ABG di kamar hotel.

Hari valentine yang berasal dari budaya Romawi Kristen dijadikan ajang seks bebas.Aksi-aksi tidak beradab pendidik dan peserta didik tersebut tentu menyisakan tanda tanya, ada apa dengan pendidikan kita? Kita masih terpuruk. Baik intelektual, maupun moral.

Di sinilah kita bisa katakana bahwa mendiskusikan pendidikan dalam konteks kebangkitan sangat menarik. Selama ini tema-tema kebangkitan umat selalu diusung dalam ‘ruang diskusi politik’. Sesungguhnya tidak salah membawa isu kebangkitan umat ke dalam ‘ruang diskusi politik’.

Namun, pertanyaannya adalah, dari mana kita memahami konsep politik (mafhum al-siyasah) jika tidak melalui pendidikan. Singkatnya pemahaman tentang konsep politik lahir dari tradisi ilmu yang matang. Maka, pendidikan merupakan aktivitas elementer dalam membangun bangsa yang beradab.

Menurut Dr.Khalif Muammar, dosen Center for Advanced Islamic Studies on Islam Science and Civilization (CASIS) Malaysia, pendidikan akidah itu bukan sekedar belajar sifat-sifat Allah, af’al (perbuatan) Allah saja. Akan tetapi kita mempelajari konsep dasar Islam yang memberi efek terhadap fikiran, hati dan perilaku kita.

Ia menyebut kenapa pendidikan kita gagal. Ada tiga faktor; pertama, kerusakan ilmu (error in knowledge), kehilangan adab (the loss of adab), dan kegagalan para pemimpin (the rise of false leaders).

Dari ketiga faktor tersebut, faktor pertama merupakan paling elementer. Kerusakan epistemologi (ilmu) menciptakan kerusakan spiritual, moral dan intelektual. Seseorang yang tidak meyakini otoritas teks-teks agama yang mengharamkan homoseksual misalnya, akan mendekonstruksi teks tersebut. Ditafsir sebebas-bebasnya, sehingga menghasilkan hukum homoseks halal. Akhirnya, ia menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.

Pendidikan akidah seharusnya mampu meluruskan ilmu. Pandangan alam Islam di sini menjadi ‘kaca’ penilai. Konsep tentang Allah, konsep wahyu, konsep kenabian, konsep manusia, konsep alam, konsep manusia, konsep kebenaran, konsep otoritas dan lain-lain semestinya diajarkan sebagai landasan utama belajar ilmu-ilmu yang lain. Di dalam perguruan tinggi Islam, kajian-kajian tersebut dapat menjadi Pengantar Studi Islam.

Unsur-unsur Islam seperti konsep tersebut dalam pandangan alam Islam bersifat tetap dan permanen, tidak berubah seperti dalam pandangan Barat. Sehingga, dalam pandangan Islam, agama Islam tidak tepat dipahami sebagai agama sejarah (historical religion). Islam bukanlah budaya, ia bersumber dari wahyu yang tetap.

Faktor utama kegagalan pendidikan akidah adalah belum diajakarkannya akidah itu secara aplikatif. Makanya, pendidikan Islam seharusnya mendasarkan kepada pandangan alam Islam. Motivasi dalam belajar dalam Islam adalah ibadah. Mengkajinya adalah jihad dan ilmu selalu terkait dengan akhlak. Konsep yang demikian lah yang mampu membangkitkan umat. Seperti yang telah dipraktikkan oleh Imam al-Ghazali dan Syekh Abdul Qadir al-Jilani.

Dr. Majid Irsan Kailani menulis buku menarik berjujul Hakadza Dzahara Jil Shalahuddin wa Hakadza ‘Adat al-Quds, bercerita tentang fase-fase kebangkitan umat generasi Shalahuddin al-Ayyubi. Sang penulis menggambarkan bagaimana sososk Imam al-Ghazali dan Abdul Qadir al-Jailani yang kreatif menyusun konsep pendidikan sehingga terlahir mujahid-mujahid kenamaan.

Imam al-Ghazali di madrasahnya, Nidzamiyah, mendidik calon-calon ilmuan, dengan penanaman akidah. Begitu pula Syekh al-Jilani, mengadabkan umat Islam di madrasah al-Qadiriyah melalui metode tasawwuf dan pendidikan akidah.

Artinya, konsep akidah itu menjadi titik terpenting dalam pendidikan. Dr. Nirwan Syafrin, yang tampil sebagai pemateri daurah nasional di PIMPIN Bandung, menulis dalam makalahnya bahwa hampir seluruh ulama Muslim saat ini sepakat bahwa krisis yang dialami umat bukan berpangkal pada ekonomi, politik, dan teknologi, akan tetapi pada nalar (ilmu) umat Islam.

Dr. Nirwan mengutip Abdul Hamid Abu Sulaiman dalam bukunya A Crisis of Muslim Mind, bahwa umat Islam mengalami krisis pemikiran. Lebih tegas lagi Isma’il Raji al-Faruqi mengatakan bahwa krisis umat Islam saat ini ada pada pendidikan.

Sekali lagi, pendidikan Islam haru berasaskan akidah atau ruh keimanan. Prof. Dr. Sayyid Alawi al-Maliki pernah menulis; kebangkitan-kebangkitan besar tidak akan pernah berdiri kecuali dilandaskan pada risalah al-ruh (ajaran-ajaran yang mempunyai ruh/jiwa keimanan).



   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam