Sentra Dakwah Sunni
Dari Tepi Sungai Musi
Mafahim
Dari kawasan kota yang dipecah oleh Jembatan Ampera, Mafahim melaporkan hasil kunjungannya ke salah satu pusat dakwah Islamiyah yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah. Liputan Ma’haduna kali ini bersifat eksklusif, karena dilaporkan oleh Ust. Ali Rahbini, sebagai Pimred Mafahim di sela-sela kunjungannya dalam peresmian Maktab Far’iy As Shofwah Niqobah Mahalliyah Palembang.
Sembari menikmati keramahan masyarakat Palembang, Mafahim berhasil menghimpun beberapa data dan informasi tentang geliat dakwah dari kota Pempek, Palembang.
Kota Palembang adalah ibukota propinsi Sumatera Selatan. Kota ini pernah menjadi pusat kerajaan Sriwijaya sebelum dihancurkan oleh Kerajaan Chola dari India dan musnah sejak tahun 1025. Pada tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, menaklukan Sriwijaya. Situasi jadi berbalik dimana daerah taklukannya adalah Kerajaan Sriwijaya. Pada masa itu Kerajaan Melayu Jambi, dikenal sebagai Kerajaan Dharmasraya. Sejak saat itu Kerajaan Sriwijaya benar-benar musnah, dan sebutan Sriwijaya tidak dipergunakan lagi. Nama Palembang menjadi lebih sering digunakan sejak saat itu.
Setelah Palembang menjadi bagian kerajaan Majapahit sejak tahun 1293, kota ini amat dipengaruhi oleh budaya Jawa. Pengaruh Jawa ini kelak sampai hari ini sangat berpengaruh dalam kebudayaannya.
Makanan istimewa daerah Palembang adalah Pempek Palembang.Terdapat sebatang sungai yang dikenal sebagai Sungai Musi. Ialah sebatang sungai di Palembang yang mengalir sejauh 750 kilometer, dan merupakan saluran air untuk kebanyakan kawasan di Sumatera Selatan. Selepas melintasi Palembang, sungai ini bergabungan dengan sungai-sungai yang lain, termasuk Sungai Banyuasin untuk membentuk sebuah delta berhampiran dengan Bandar Raya Sunsang.
Tak hanya itu. Palembang juga tersohor dengan jembatan Ampera-nya. Jembatan yang melintas di atas sungai Musi dengan model interior Eropa. Jembatan Ampera menjadi pelengkap ke-khas-an kota Palembang di samping makanan Pempek dan sungai Musi.
Di samping terkenal dengan Sungai Musi, Palembang juga merupakan kota yang banyak didomisili para Wali. Kekasih-kekasih Allah banyak berdomisili di antara negeri Ulu maupun Ilir. Tercatat dalam sejarah, bahwa sejak abad ke 7, Palembang yang saat itu menjadi wilayah kekuasaan Sriwijaya telah menjadi tujuan para dai Muslim. Di antara mereka terdapat para imigran Hadramaut Yaman. Termasuk di dalamnya cucu-cucu Rasulullah atau kaum Alawiyyin.
Jejak para auliya di bumi Palembang Darussalam dapat ditemui pada tradisi-tradisi keagamaan kaum Alwiyyin yang masih kental dan berintegrasi dengan budaya lokal di pusat kota Pempek ini. Di antaranya adalah tradisi Ziarah Kubra.
Ziarah Kubra sendiri adalah satu kegiatan rutin tahunan yang dilakukan masyarakat kota Palembang, baik dari kalangan ulama, habaib, dan para muhibbin. Acara ini berlangsung secara serentak pada hari Ahad awal di 10 hari terakhir bulan Sya’ban. Ritual ini sudah berlangsung cukup lama.
Pada dasarnya diadakannya kegiatan Ziarah Kubra di kota Ampera ini disamping untuk mendoakan para leluhur, mengharap keberkahan dari mereka, dan sekaligus menjadi ajang mauidzah hasanah bagi kita, agar mengingat mati bagi hidup. Acara ini juga diperingati untuk mengenang salafus shaleh, baik ulama maupun auliya yang jumlahnya sangat banyak di kota Palembang ini. Sehingga dahulu kota ini mendapat julukan Hadramaut Tsani (Miniatur Hadramaut).
Di samping itu, kota Palembang dahulu merupakan pintu gerbang atau tempat transit ulama habaib yang datang dari Hadramaut, baik yang akan menetap ataupun yang akan melanjutkan perjalanan ke seluruh penjuru Nusantara.
Rupanya, di balik kemegahan jembatan Ampera, di tepi ketenangan sungai Musi, dan di antara kegurihan Pempek Palembang, diam-diam terdapat pusat dakwah Islamiyah yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu Yayasan Pendidikan Dan Dakwah Islam Ar Riyadh di kampung Seberang Ulu.
Almarhum Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsy, boleh dikata adalah perintis lembaga pendidikan yang berbasis dakwah dan sosial ini. Beliau mendirikan Ar-Riyadh tepatnya pada Jum’at, dipermulaan Rabiul Awal 1392 H. Atau 4 April 1973 M.
Penamaan Ar-Riyadh terinspirasi dari hadis Nabi,
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا، قَالُوْا: وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: مَجَالِسُ الْعِلْمِ.
“Apabila kalian melintasi Taman Surga (Ar-Riyadh), hendaklah berhenti sejenak’. Lalu para sahabat bertanya, ‘Apakah gerangan taman surga itu, ya Rasulullah?’ Baginda Rasul menjawab, ‘Itulah Majis Ilmu’.”
Yayasan ini berlokasi di 13 Ulu kecamatan Seberang Ulu II Palembang Sumatera Selatan. Sejak awal pendiriannya, Ar Riyadh dibidani oleh putra-putra almarhum Habib Abdurrahman al-Habsy. Kemudian dilanjutkan oleh cucu beliau, almarhum Habib Ahmad al-Habsy. Kepemimpinan Habib Ahmad al-Habsy berlangsung hingga beliau wafat, yaitu tahun 1994. Sejak saat itu hingga sekarang, rintisan Habib Ahmad al-Habsy dilanjutkan oleh adiknya sendiri yaitu Habib Alwi al-Habsy.
“Pesantren Ar-Riyadh ini didirikan oleh datuk kami, yaitu al-Habib Abdurrahman Abdullah al-Habsy. Saya adalah generasi ke empat yang diberi amanah oleh Yayasan Keluarga untuk memangku lembaga ini. Dan alhamdulilah, Ma’had Ar-Riyadh saat ini telah banyak mengalami kemajuan dari berbagai sector.
Baik dari sisi pendidikan formal, pengembangan ekonomi pesantren, hingga pembukaan cabang-cabang pendidikan Ar Riyadh di berbagai tempat,” ujar al-Ustadz al-Habib KH. Muhammad bin Abdullah al-Habsy, yang juga alumnus Ma’had Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki Makkah al-Mukarramah ini.
Kendati tergolong relatif muda, namun selama tiga dasawarsa lembaga Ar-Riyadh telah mampu membangun jaringan dakwah yang cukup luas. Terdapat sekitar 8 lembaga dakwah dengan berbagai modelnya yang berada di bawah naungan Ar-Riyadh.
Sebagai langkah antisiptif terhadap permasalah keumatan, Ar-Riyadh melakukan aktifitas-aktifitas dakwah sekaligus pengkaderan da’i secara intensif bagi setiap santri. Maka Ar-Riyadh mendirikan organisasi dakwah “Bi’tsatud Da’wah” atau kebangkitan dakwah. Organisasi ini sudah aktif seiring berdirinya Ar-Riyadh. Program kerja biro ini antara lain, dakwah mingguan, bulanan, dan tahunan.
Tidak cukup itu, Ar-Riyadh juga melakukan ragam kegiatan sosial. Hal ini sebagai wujud kepedulian Ar-Riyadh terhadap para dhu’afa. Adapun bentuk kerja sosial yang terealisasi antara lain, penampungan dan penyantunan yatim piatu serta fakir miskin, serta pemberian santunan kepada anak putus sekolah.
Santri Ar Riyadh datang dari beberapa tempat, baik dari kota Palembang, luar kota, luar propinsi, bahkan dari negeri Jiran Malaysia. Mereka menempuh pendidikan di lembaga ini selama enam tahun. Setelah itu, para santri dipersilahkan meneruskan ke jenjang berikutnya sesuai dengan bakat dan skill yang dimilikinya.
Sejak berdiri hingga sekarang, lembaga Ar Riyadh telah memberikan konstribusi besar bagi pembangunan Nasional, terutama di bidang pendidikan agama. Sampai bulan agu8sutus 2006, santri yang mengenyam pendidikan di lembaga Ar Riyadh sebanyak 3.994 santri.
Untuk menggerakkan organisasi lembaga dakwah ini, Ar Riyadh juga mengembangkan usaha yang bertujuan profit orientied. Dari bidang usaha inilah diharapkan dapat menunjang semua program yang ada di Lembaga Pendidikan Ar Riyadh.
Saat ini Ar Riyadh memiliki lahan seluas 13 Ha, yang terletak di lokasi pesantren. Lahan tersebut diberdayakan untuk pengembangan usaha dan potensi santri dan pesantren. Sehingga nantinya, gerakan dakwah yang diusung oleh Ar Riyadh tidak selalu menggantungkan pada orang atau instansi lain.