URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 6 users
Total Hari Ini: 410 users
Total Pengunjung: 6224555 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
KH. ALWI MURTADLA, POLITIKUS NU DI JAMANNYA. 
Penulis: Pejuang Islam [ 10/9/2016 ]
 
KH. ALWI MURTADLA, POLITIKUS NU DI JAMANNYA

.

Luthfi Bashori

 KH. Alwi, adalah salah seorang politikus NU asal Singosari. Pada jaman awwal kemerdekaan Indonesia, jika seseorang dipercaya menjadi wakil NU Jawa Timur untuk duduk di lembaga konstituante (barangkali setara DPR/MPR di masa kini), bukanlah seorang yang tidak memiliki kapasitas kemampuan di atas rata-rata masyarakat.

 Yang pasti ketokohan KH. Alwi adalah modal yang sangat berharga, hingga Ormas Nahdlatul Ulama mengutus beliau sebagai salah satu putra terbaik NU yang mewakili Jawa Timur dalam kancah perpolitikan nasional.

Berbeda dengan kondisi perpolitikan masa kini.


Yang penting ada dana dan ada koneksi maka siapa saja berhak dan bisa mencalonkan diri jadi wakil rakyat. Maka tidak heran jika di kalangan para wakil rakyat ada yang misinya hanya berorientasi mengembalikan dana modal awwal saat pemilihan, bahkan mencari keuntungan lebih dengan jabatannya demi kepentingan diri sendiri.

Suatu saat, penulis melanglang buana ke pulau Sumatra tepatnya ke kota Ujung Pandang. Di sana penulis berkunjung ke rumah salah satu tokoh sesepuh masyarakat bernama KH. Jamaluddin Segaf, yang belakangan hari beliau diminta menjadi salah satu penasehat Partai Kebangkitan Umat, partai yang didirikan oleh Almarhum KH. Yusuf Hasyim Tebuireng Jombang Jawa Timur.

 Dalam saat berta`aruf saling memperkenalkan diri, KH. Jamaluddin menanyakan nama penulis, asal kota kelahiran, dan tetek bengek yang berkaitan dengan identitas, maka penulis menjawab: Nama saya Luthfi Bashori, berasal dari Singosari Malang.

Mendengar jawaban: Singosari Malang, maka KH. Jamaluddin mengerutkan dahi seraya berkata : Dulu, tatkala saya masih muda, saya mempunyai seorang kawan sesama anggota konstituante perwakilan NU, beliau dari Singosari Malang, bernama KH. Alwi Murtadla, beliau saat itu termasuk golongan dewasa, sedang saya adalah generasi muda, apa pernah mendengar nama itu?

Penulis menjawab secara spontan : KH. Alwi Murtadla adalah kakek saya dari pihak ayah.

 KH. Jamaluddin tiba-tiba berdiri dan menghampiri seraya memeluk penulis sambil berguman : Alhamduillah, saya sangat rindu bertemu KH. Alwi Murtadla.

Alhamdulillah sekarang dapat bertemu cucunya.

Kemudian KH. Jamaluddin bercerita banyak seputar aktifitas beliau bersama KH. Alwi Murtadla dalam dunia politik ke-NU-an secara nasional.

Di Singosari, KH. Alwi bergaul sebagaimana layaknya seorang tokoh di tengah masyarakat. Istri beliau yang terkenal dengan panggilan Mbah Ning, juga cukup akrab dengan ibu-ibu muslimat di masa itu.

 Hal ini terbukti, suatu saat penulis ingin merenovasi tembok pembatas makam keluarga di makam pekuburan Kadipaten Singosari. Namun di salah satu sudut luar pagar, terdapat pohon kelapa milik orang lain yang doyong hampir roboh menimpa tanah makam keluarga.

Kemudian penulis berusaha mencari pemiliknya untuk meminta, agar berkenan memotong pohon kelapa itu demi keselamatan para pengunjung makam keluarga.

Saat bertemu dengan pemilik pohon kelapa, yang ternyata adalah seorang ibu muslimat Singosari, maka penulis mengutarakan maksud dan tujuan, ternyata sang pemilik pohon kelapa mengatakan: Alhamdulillah, kalau ada cucunya Mbah Ning yang mau dan berani memotong pohon kelapa itu, saya sangat senang dan berterima kasih, karena saya sudah lama ingin memotongnya, tapi tidak ada keberanian. Jangankan memotong pohonnya, lah mau naik di atas pagar makam keluarga Mbah Ning saja tidak berani, karena saya ini adalah murid Kiai Alwi dan Mbah Ning.

Demikianlah, pada akhirnya sesuai dengan kesepakatan, penulis memotong pohon kelapa itu, dan batangnya diserahkan kepada pemiliknya, sedangkan tanah makam keluarga menjadi aman dari bahaya tertimpa pohon kelapa itu.



KH. Alwi mempunyai seorang shahabat karib yang kebetulan tetangga sendiri, beliau adalah Habib Zain bin Ahmad Ba`abud. Nama Habib Zain sudah tidak asing di telinga masyarakat asli Singosari. Saat masih hidup, maka beliaulah satu-satunya tokoh habaib yang hidup di Singosari. Bahkan saat sudah wafat, dan rumahnya sudah berpindah tangan kepada ahli warisnya, maka rumah itu tetap saja disebut sebagai rumahnya Habib Zain.

Tatkala salah satu ahli warisnya membuka tokoh jamu di rumah warisan itu, tetap saja masyarakat Singosari menjulukinya dengan sebutan Tokoh Jamu Habib Zain, karena sangat kuatnya ketokohan Habib Zain di kalangan masyarakat Singosari.

Pershahabatan KH. Alwi dengan Habib Zain sungguh sangat mulia, sesama tokoh masyarakat mereka berukhuwwah hingga akhir hayat. Tatkala KH. Alwi wafat terlebih dahulu, maka Habib Zain berwasiat kepada keluarganya agar kelak jika beliau wafat, jasadnya dimakamkan di dekat makam kuburan KH. Alwi.

 Demikianlah, tatkala Allah telah memanggil Habib Zain, maka ahli warispun mengebumikan jasad beliau di makam pekuburan yang berdekatan dengan makam kuburan KH. Alwi, sesuai dengan wasiat Habib Zain Ba`abud.

Saat KH. Alwi Murtadla wafat, beliau meninggalkan tiga orang putra, yaitu:

1. KH. Bashori Alwi seorang tokoh masyarakat asal Singosari, pendiri Pesantren Ilmu Alquran (PIQ).

 Beliau adalah salah satu perintis Jam`iyyatul Qurra wal Huffadz yang menjadi cikal bakal MTQ Nasional.

Bakat beliau dalam mendalami Ilmu Alquran diwarisi dari talenta kakeknya, KH. Murtadla. Dalam kehidupan sehari-hari, beliau lebih mengkhususkan diri untuk mengajar, mentashheh, dan menulis hal-hal yang berkaitan langsung dengan Alquran

2. Bapak H. Abdullah Alwi Murtadla, yang dikenal dengan panggilan AA. Murtadla (Pak Murtadla), beliau beberapa kali menjabat sebagai Duta Luar Negeri untuk Irak, Kuwait dan Karachi, pada akhir hayatnya, beliau hidup dan wafat sekaligus dimakamkan di Jakarta.


3. Bapak H. Abdul Karim yang lebih dikenal dengan panggilan Pak Karim Murtadla. Karena kegemarannya sejak muda mendalami bahasa Inggris, maka beliaupun hingga kini menjadi dosen Bahasa Inggir di beberapa tempat di Jakarta. Salah satu murid beliau dalam bahasa Inggris adalah Bapak Fuad Bawazir mantan menteri era Presiden Suharto.

 KH. Alwi Mutadla juga mempunyai anak angkat yang sekaligus disusui oleh Mbah Ning, bernama Bapak H. Said Budairi yang sejak kecil diasuh di rumah KH. Alwi. Setelah dewasa Pak H. Said Budairi melanglang buana di Jakarta dan merintis karir oranisasi dan aktifitas.

Pak Said Budairi pernah menjabat sebagai bendahara PBNU. Dalam sejarah PMII, nama Bapak Said Budairi ditulis sebagai pendiri PMII.

 Beliau juga tercatat sebagai wartawan senior nasional di kalangan insan pers.

Tatkala Beliau menjadi wartawan harian Pelita, beliau sempat mendekam di penjara sebagai tahanan politik, karena di anggap menentang kebijakan pemerintahan Orde Baru.

 Pak Said Budairi juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Pribadi Wakil Prersiden Hamzah Haz. Di lingkungan MUI, hingga akhir hayat Pak Said tecantum sebagai pengurus harian MUI Pusat. Masih banyak aktifitas keislaman lainnya yang digeluti oleh beliau.
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam