KH. MURTADLA, AHLI ALQURAN DARI SINGOSARI.
Luthfi Bashori
KH. Murtadla adalah putra KH. Abdurrahim Sang Pejuang Kemerdekaan asal Madura yang eksodus ke tanah Jawa.
Di samping faktor sang ayah, KH. Murtadla merupakan salah satu tokoh Singosari yang menjadi incaran kolonial Belanda.
Bahkan, demi menyamarkan namanya, maka masyarakat Singosari mengenal beliau dengan panggilan Mbah Murtolo, menggunakan logat Jawa asli.
Di Singosari sendiri, di saat yang sama terdapat seorang tokoh wali kekasih Allah bernama Mbah Thahir Bungkuk.
Beliau adalah panutan masyarakat Singosari yang hingga saat ini makam kuburannya sering dikunjungi oleh para penziarah.
Pada saat Mbah Thahir hidup, banyak kalangan masyarakat yang datang berkunjung untuk mendapatkan doa dan berkah dari beliau. Tak terkecuali KH. Murtadla juga aktif berziarah kepada Mbah Thahir Bungkuk.
Di sisi lain, KH. Murtadla adalah figur yang gemar mendalami ilmu baca Alquran, hingga beliau dikenal oleh masyarakat sebagai Ahli Alquran.
KH. Murtadla selalu memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar, bahkan terhadap apa yang bisa dikerjakan untuk masyarakat, beliau lakukan dengan ikhlas tanpa pamrih. Hingga banyak tamu yang datang untuk singgah ke rumah beliau.
Suatu saat, ada tamu rombongan utusan dari Omben Sampang Madura untuk menemui KH. Murtadla.
Setelah dipersilahkan dan dijamu seperti lumrahnya, KH. Murtadla bertanya : Berasal dari mana bapak-bapak ini ?
Kepala rombongan itu menjawab : Kami dari Omben Sampang diperintahkan untuk menemui KH. Murtadla anak cucu Adipati Omben karena kami akan menyampaikan amanat.
Kemudian KH. Murtadla menimpali : Ya, saya sendiri Murtadla, ada perlu apa?
Mendengar yang dihadapi adalah KH. Murtadla, para tamu rombongan tersebut langsung turun dari kursi dan memilih duduk bersimpuh di atas tanah di depan KH. Murtadla sambil menyampaikan amanat rahasia untuk beliau.
Kemudian KH. Murtadla meminta agar mereka kembali duduk di kursi tamu, tapi mereka enggan dan tetap memilih duduk di tanah.
Bahkan saat berpamitan pulang pun, mereka berjalan mundur dengan posisi jongkok sambil menundukkan kepala hingga sampai di luar pintu rumah.
KH. Murtadla juga sangat perhatian kepada keluarga. Beliau berharap sekaligus berwasiat : Ojok sampek anak turunku nyuwun keranjang (jangan sampai anak turun saya memanggul keranjang di atas kepala).
Maksudnya, beliau berdoa agar anak cucunya menjadi orang-orang yang terhormat dengan ilmunya, dan tidak menjadi pedagang keliling kampung yang memanggul keranjang di atas kepala.
KH. Murtadla wafat di Singosari Malang dan dikebumikan di pemakaman Kadipaten Singosari bersama makam keluarga.
Dari ketokohan KH. Murtadla inilah anak cucu beliau bersepakat mendirikan perkumpulan keluarga dengan nama Bani Murtadla.
Adapun KH. Murtadla mempunyai putra yang bernama KH. Alwi dan KH. Abdu Manaf. Kedua putra beliau ini aktif bergerak dalam bidang dakwah, keorganisasian dan pendidikan Islam.
KH. Alwi sendiri termasuk anggota konstituante perwakilan Jawa Timur dari utusan Nahdlatul Ulama. Sedangkan KH. Abdu Manaf adalah pendiri Yayasan Pendidikan Ta`miriyah, Masjid Kemayoran Surabaya.