URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 4 users
Total Hari Ini: 205 users
Total Pengunjung: 6224317 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
KRITIK ATAS FATWA UTSAIMIN (WAHABI) TENTANG MAULID NABI SAW 
Penulis: Finorika Inayah [9/2/2012]
 
KRITIK ATAS FATWA UTSAIMIN (WAHABI)
TENTANG MAULID NABI SAW

Finorika Inayah

Setiap bulan Rabiul Awal tiba, mayoritas umat Islam di seluruh dunia merayakan hari kelahiran Nabi SAW, manusia paling agung di dunia. Kelahiran Nabi SAW merupakan hari bersejarah bagi umat Islam, sehingga berdasarkan kecintaan kepada beliau, umat Islam merayakannya dengan gegap gempita, dengan cara membacakan kisah kelahiran dan perjuangan beliau, disertai dengan suguhan sedekah kepada sesama muslim.

Perayaan maulid Nabi SAW, meskipun berkembang di dunia Islam sejak abad ke lima Hijriah, akan tetapi para ulama ahli hadits dari berbagai madzhab, seperti al-Hafizh Ibnu Dihyah al-Kalbi, al-Hafizh Ibnu al-Jauzi, al-Hafizh Ibnu Taimiyah al-Harrani, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lain-lain, menfatwakan positif terhadap perayaan maulid Nabi SAW. Hanya saja belakangan, muncul aliran Wahabi, yang lahir di Najd pada akhir abad kedua belas Hijriah, dan mulai menfatwakan larangan perayaan maulid Nabi saw. Salah satu fatwa Wahabi yang beredar di dunia maya adalah fatwa ulama Wahabi kontemporer, yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.

Catatan ini akan memberikan komentar dan kritik terhadap fatwa nyeleneh al-‘Utsaimin yang dengan lantang mengharamkan perayaan maulid Nabi SAW, akan tetapi dengan pura-pura tidak tahu, al-‘Utsaimin tidak mengomentari terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh para ulama ahli hadits masa silam tentang kebolehan maulid Nabi SAW. Sehingga seakan-akan fatwa-fatwa para ulama ahli hadits tidak memiliki dalil sama sekali. Dan hal ini dapat memposisikan fatwa Syaikh al-‘Utsaimin kurang memiliki bobot ilmiah.

ALASAN PERTAMA: Di antara alasan al-‘Utsaimin melarang Maulid Nabi SAW adalah pernyataannya sebagai berikut ini: “1. Malam kelahiran Rasulullah SAW tidak diketahui secara qath`i (pasti), bahkan sebagian ulama kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan bahwasannya ia terjadi pada malam ke 9 (sembilan) Rabi`ul Awwal dan bukan malam ke 12 (dua belas). Jika demikian maka peringatan maulid Nabi Muhammad r yang biasa diperingati pada malam ke 12 (dua belas) Rabi`ul Awwal tidak ada dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.”

TANGGAPAN: Alasan bahwa malam kelahiran Rasulullah SAW tidak diketahui secara qath’i (pasti), tidak bisa dijadikan argumentasi untuk menolak kebolehan perayaan Maulid Nabi SAW, karena beberapa alasan. Pertama, para ulama yang membolehkan dan bahkan menganjurkan merayakan Maulid Nabi SAW, tidak berargumentasi bahwa malam kelahiran Rasulullah SAW telah diketahui secara pasti. Kedua, dalam menetapkan suatu hukum dalam ilmu fiqih, tidak selalu didasarkan pada dalil yang qath’i (pasti).

Bahkan sebagian besar ijtihad para ulama, termasuk ijtihad Syaikh ‘Utsaimin sendiri, cukup didasarkan pada dalil yang zhanni (dugaan kuat saja dan tidak pasti). Adanya perselisihan dalam penetapan malam kelahiran Nabi SAW antara malam 9 atau 12, itu tidak menjadi persoalan dalam menentukan hukum Maulid Nabi SAW.

ALASAN KEDUA: Syaikh al-‘Utsaimin berkata: “2. Di lihat dari sisi syar`i, maka peringatan maulid Nabi juga tidak ada dasarnya. Jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi disyari`atkan dalam agama kita, maka pastilah acara maulid ini telah diadakan oleh Nabi atau sudah barang tentu telah beliau anjurkan kepada ummatnya.”

TANGGAPAN: Alasan yang dikemukakan oleh Syaikh al-‘Utsaimin di atas sangat mengada-ada. Menurutnya, peringatan maulid Nabi SAW tidak ada dasarnya. Pernyataan ini jelas keliru. Para ulama yang menfatwakan boleh dan menganjurkan perayaan maulid Nabi SAW telah mengajukan banyak dalil dari al-Qur’an, hadits dan qiyas, akan tetapi Syaikh ‘Utsaimin tidak membaca dan tidak menanggapinya.

Berikut ini akan kami paparkan beberapa dasar para ulama yang ahli maulid Nabi SAW. Allah SWT berfirman: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107) “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. al-Anbiya’ : 107).  Rasulullah SAW telah bersabda: إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ. صححه الحاكم (1/91) ووافقه الحافظ الذهبي. “Aku hanyalah rahmat yang dihadiahkan”. (Hadits sahih menurut al-Hakim (1/91) dan al-Hafizh al-Dzahabi. Dengan demikian Rasulullah SAW adalah al-rahmat al-‘uzhma (rahmat yang paling agung) bagi umat manusia. Sedangkan Allah SWT telah merestui kita untuk merayakan lahirnya rahmat itu.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman: قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (58) “Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (QS. Yunus : 58). Ibn Abbas menafsirkan ayat ini dengan, “Dengan karunia Allah (yaitu ilmu) dan rahmat-Nya (yaitu Muhammad j), hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (Al-Hafizh al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, 2/308). Allah SWT juga berfirman: وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (120) “. Semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud : 120). Ayat ini menegaskan bahwa penyajian kisah-kisah para rasul dalam al-Qur’an adalah untuk meneguhkan hati Nabi SAW.

Tentu saja kita yang dha’if dewasa ini lebih membutuhkan peneguhan hati dari beliau SAW, melalui penyajian sirah dan biografi beliau SAW. Sisi lain dari perayaan maulid Nabi SAW adalah, mendorong kita untuk memperbanyak shalawat dan salam kepada beliau sesuai dengan firman Allah: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (56) “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab : 56).

Sesuai dengan kaedah yang telah ditetapkan, bahwa sarana yang dapat mengantar pada anjuran agama, juga dianjurkan sebagaimana diakui oleh al-‘Utsaimin dalam al-Ibda’ (hal. 18). Sehingga perayaan maulid menjadi dianjurkan. Allah SWT juga berfirman: قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (114) “Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama”. (QS. al-Ma’idah: 114).

Dalam ayat ini, ditegaskan bahwa turunnya hidangan dianggap sebagai hari raya bagi orang-orang yang bersama Nabi Isa AS dan orang-orang yang datang sesudah beliau di bumi agar mengekspresikan kegembiraan dengannya.

Tentu saja lahirnya Rasulullah SAW sebagai al-rahmat al-‘uzhma lebih layak kita rayakan dengan penuh suka cita dari pada hidangan itu. Ibn Taimiyah mengatakan: فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ، وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ، ا.هـ (ابن تيمية الحراني، اقتضاء الصراط المستقيم، ص/297). “Mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai hari raya setiap musim, dilakukan oleh sebagian orang, dan ia akan memperoleh pahala yang sangat besar dengan melakukannya karena niatnya yang baik dan karena mengagungkan Rasulullah SAW sebagaimana telah aku sampaikan.” (Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, hal. 297).

UTSAIMIN BERKATA: “Dan jika sekiranya telah beliau laksanakan atau telah beliau anjurkan kepada ummatnya, niscaya ajarannya tetap terpelihara hingga hari ini, karena Allah ta\`ala berfirman : “Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Q.S; Al Hijr : 9. Dikarenakan acara peringatan maulid Nabi r tidak terbukti ajarannya hingga sekarang ini, maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk dari ajaran agama.”

TANGGAPAN: Pernyataan Syaikh Utsaimin di atas kurang ilmiah. Menurutnya, Nabi SAW tidak pernah memperingati hari kelahirannya. Ini jelas keliru. عن أبي قتادة الأنصاري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم يوم الإثنين قال ذاك يوم ولدت فيه ويوم بعثت أو أنزل علي فيه. (رواه مسلم). “Dari Abu Qatadah al-Anshari RA, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin. Maka beliau menjawa: “Itu hari di mana aku dilahirkan, hari aku diutus atau wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas jelas sekali, Rasulullah SAW berpuasa hari Senin dan menganjurkannya kepada umat Islam agar melakukannya, di antara alasannya karena pada hari itu beliau dilahirkan. Ini merupakan bentuk peringatan beliau terhadap hari kelahirannya yang diekspresikan dengan cara berpuasa sebagai rasa syukur atas hari bersejarah tersebut.

UTSAIMIN BERKATA: “Hal ini (perayaan maulid Nabi SAW) jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita telah membuat syari`at baru pada agama-Nya yang tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun termasuk bentuk pendustaan terhadap firman Allah ta`ala : "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridha`i Islam itu jadi agama bagimu". Q.S; Al-Maidah : 3.”

TANGGAPAN: Menurut Syaikh Utsaimin, perayaan maulid tidak boleh dilakukan, karena tidak ada ajaran syari’at yang memerintahkan melakukannya. Di sini kami katakan kepada pengagum beliau, bahwa tidak ada pula ajaran syari’at yang melarang melakukan maulid Nabi SAW. Berarti Anda, telah melarang sesuatu yang tidak dilarang dalam agama.

Sedangkan pernyataan Syaikh Utsaimin bahwa perayaan maulid Nabi SAW termasuk pendustaan terhadap firman Allah dalam QS al-Maidah, ayat 3, adalah tidak benar karena dua hal. Pertama, yang dimaksud sempurna dalam ayat tersebut, adalah dalil-dalil agama yang bersifat general telah sempurna dalam al-Qur’an dan Sunnah.

Bukan bermaksud, bahwa setiap sesuatu ada ketentuan nash-nya dalam al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, para ulama yang membolehkan maulid Nabi SAW masih berdalil dengan beberapa ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Jadi kebolehan dan anjuran maulid Nabi SAW, masih berada dalam lingkup kesempurnaan al-Qur’an dan Sunnah.

BUAT PECINTA UTSAIMIN Meskipun Syaikh Utsaimin berfatwa melarang perayaan maulid Nabi SAW, beliau bersama ulama Wahabi lainnya juga berfatwa bolehnya merayakan hari nasional berdirinya kerajaan Saudi Arabia. Padahal dengan logika yang digunakan oleh Syaikh Utsaimin, harusnya hari nasional kerajaan Saudi Arabi, juga bid’ah madzmumah, tercela dan tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an dan Sunnah. Hanya saja para mufti Wahabi, dalam fatwa-fatwanya terkadang memihak penguasa mereka.

Belakangan, para pengikut Syaikh Utsaimin merayakan haul peringatan masa kehidupan Syaikh Utsaimin sendiri. Bahkan para pengagumnya juga mendirikan museum yang sangat megah, yang isinya berupa peninggalan-peninggalan Syaikh Utsaimin. Seandainya, ada kaum Sunni melakukan hal yang sama terhadap para ulama shufi panutan mereka, tentu kaum Wahabi akan mengeluarkan protes dengan alasan bid’ah dan lain sebagainya. Wallahu a’lam

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Admin Pejuang Islam  - Kota: Markaz Pejuang Islam
Tanggal: 29/1/2012
 
Kiriman Sdr. Finorika Inayah lewat kolom CURHAT PENGUNJUNG dengan judul KRITIK ATAS FATWA USTAIMIN (WAHABI) TENTANG MAULID NABI SAW, kami nilai sangat layak untuk ditampilkan dalam kolom Media Global. Mudah-mudaha banyak pengunjung yang berkenan mengirim artikel keislaman lewat kolom Media Global, seperti kiriman ini. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kiriman Sdr. Finorika Inayah lewat kolom CURHAT PENGUNJUNG dengan judul KRITIK ATAS FATWA USTAIMIN (WAHABI) TENTANG MAULID NABI SAW, kami nilai sangat layak untuk ditampilkan dalam kolom Media Global. Mudah-mudaha banyak pengunjung yang berkenan mengirim artikel keislaman lewat kolom Media Global, seperti kiriman ini.

Admin Pejuang Islam.


2.
Pengirim: sang MUSYAFIR TUA  - Kota:
Tanggal: 5/2/2012
 
TANGGAPAN: Pernyataan Syaikh Utsaimin di atas kurang ilmiah. Menurutnya, Nabi SAW tidak pernah memperingati hari kelahirannya. Ini jelas keliru. عن أبي قتادة الأنصاري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم يوم الإثنين قال ذاك يوم ولدت فيه ويوم بعثت أو أنزل علي فيه. (رواه مسلم). “Dari Abu Qatadah al-Anshari RA, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin. Maka beliau menjawa: “Itu hari di mana aku dilahirkan, hari aku diutus atau wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas jelas sekali, Rasulullah SAW berpuasa hari Senin dan menganjurkannya kepada umat Islam agar melakukannya, di antara alasannya karena pada hari itu beliau dilahirkan. Ini merupakan bentuk peringatan beliau terhadap hari kelahirannya yang diekspresikan dengan cara berpuasa sebagai rasa syukur atas hari bersejarah tersebut.


Maaf Ustad, pernyataan hadits diatas jelas-jelas dinyatakan bahwa memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW adalah dgn BERPUASA senin-kamis.. (dalil jelas dan shohih) Mengapa tidak itu saja yg kita jalankan (puasa senin-kamis) daripada kumpul-kumpul dgn tanpa BERPUASA bahkan menghambur-hamburkan makanan bahkan sisa dari makanan itu berserakan disekitar masjid (MUBAZIR), bukankah hal ini BERTENTANGAN sekali dgn dalil diatas..? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Cara Nabi SAW bersyukur itu bervariatif, salah satunya adalah dengan cara berpuasa. Terkadang Nabi SAW bersyukur dengan cara berdzikir mengucapkan Alhamdulillah, dan ini juga diajarkan kepada umatnya, Nabi SAW juga bersedekah kepada orang lain karena rasa syukur mendapatkan rezeqi dari Allah, Nabi SAW juga bersyukur dengan cara melakukan shalat bahkan hingga kaki beliau SAW sempat bengkak karena lamanya berdiri saat shalat, yang saat itu sempat ditanya oleh St. Aisyah tentang hal itu, lantas beliau SAW menjawab : Afalaa akuuna abdan syakuuran.

Cara dakwah Nabi SAW tidak sekaku pemahaman sampean dan kaum Wahhabi pada umumnya, yang menerjemahkan agama secara tetktual, karena itu bermacam-macam pula cara para shahabat sebagai murid Nabi secara langsung, dalam mengaplikasian rasa syukur mereka. Sy. Abu bakar Asshiddiq, mengaplikasikan rasa syukur kepada Allah dengan cara berkhidmat penuh kepada Nabi SAW dalam setiap harinya.

Sy. Khalid bin Walid bersyukur kepada Allah dengan menampakkan keberaniannya memimpin peperangan demi peperangan. Sedangkan Sy. Utsman bin Affan dalam mengaplikasikan rasa syukur itu dengan cara memperbanyak shadaqah khususnya demi kelancaran dakwah Nabi SAW. Untuk Sy. Abu Hurairah, beliau bersyukur kepada Allah dengan cara menghabiskan umurnya untuk mempelajari dan menghafal ribuan hadits Nabi SAW serta menyampaikannya kepda umat, dan sejumlah model rasa syukur telah dicontohkan oleh Nabi SAW dan para shahabat dan para ulama salaf yang salah satunya adalah membaca shalawat secara berjamaah serta mendengar sirah perjalanan hidup Nabi SAw yang telah digubah penyajiannya oleh para ulama salaf dalam bentuk kitab-kitab Maulidurrasul SAW, dan hal itu tidak pernah dipermasalahkan oleh umat Islam seluruh dunia dari dulu hingga sekarang kecuali oleh kaum Wahhabi yang minoritas keberadaannya di dunia ini.

Padahal Nabi SAW berpesan, 'alaikum bis sawaadhil a'dham (hendaklah kalian mengikuti umat Islam yang jumlahnya mayoritas), yaitu ahlus sunnah wal jamaah.

Sebuah pelanggaran dalam pelaksanakan kegiatan keagamaan, tidak secara otomatis sebagai hukum larangan bagi kegiatan keagamaan tersebut. Contoh, pelaksanaan shalat Jumat di masjid, terkadang pada saat pelaksanaan shalat Jumat itu ada jamaah yang kehilangan sandal, artinya ada pencurian, maka tidak serta merta dihukumi : Haram Shalat Jumat karena ada maling yang mencuri sandal di masjid. Yang demikian ini namanya hukum produk kebodohan.

Jika ada pelaksanaan maulid Nabi SAW sebagai rasa syukur, dan ternyata ada oknum di dalamnya yang melanggar syariat, maka yang perlu didakwahi adalah si oknum itu agar tidak bermaksiat kepada Allah di saat perayaan Maulid Nabi SAW, seperti juga kewajiban untuk mendakwahi si maling tadi agar bertaubat dan tidak mencuri sandalnya jamaah shalat Jumat. Jadi bukan Maulid dan shalat Jumatnya yang diharamkan/dilarang.

3.
Pengirim: Ahmad alQuthfby, S.Pd, MH  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 11/2/2012
 
Maaf Ustad, pernyataan hadits diatas jelas-jelas dinyatakan bahwa memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW adalah dgn BERPUASA senin-kamis.. (dalil jelas dan shohih) Mengapa tidak itu saja yg kita jalankan (puasa senin-kamis) daripada kumpul-kumpul dgn tanpa BERPUASA bahkan menghambur-hamburkan makanan bahkan sisa dari makanan itu berserakan disekitar masjid (MUBAZIR), bukankah hal ini BERTENTANGAN sekali dgn dalil diatas..?
-----------------------------------
Rasululloh tidak pernah mewajibkan kita dalam memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa, memang lebih afdhol puasa. Jadi, janganlah kita mewajibkan sesuatu yg Rasul tidak mewajibkannya kepada kita. Pencinta Rasul merayakan maulid Nabi dengan acara pembacaan kisah Rasul, diterukan dengan acara ramah tamah (makan) karena dalam firmanNya: “Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (QS. Yunus : 58). Cara bergembira itu banyak sekali, macam-macam,sesuai selera. Namun caranya harus berunsur meningkatkan keimanan kita kepada Alloh.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami persembahkan kepada Musyafir Tua, semoga menjadi tambahan wawasan keislamanya,

4.
Pengirim: aswaja  - Kota: jember
Tanggal: 11/2/2012
 
“Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama”. (QS. al-Ma’idah: 114).
Dalam ayat di atas, ditegaskan bahwa turunnya hidangan dianggap sebagai hari raya bagi orang-orang yang bersama Nabi Isa AS dan orang-orang yang datang sesudah beliau di bumi agar mengekspresikan kegembiraan dengannya. Tentu saja lahirnya Rasulullah SAW sebagai al-rahmat al-‘uzhma lebih layak kita rayakan dengan penuh suka cita dari pada hidangan itu. Ibn Taimiyah mengatakan:
“Mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai hari raya setiap musim, dilakukan oleh sebagian orang, dan ia akan memperoleh pahala yang sangat besar dengan melakukannya karena niatnya yang baik dan karena mengagungkan Rasulullah SAW sebagaimana telah aku sampaikan.” (Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, hal. 297).

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alquran menyebutkan Qul bifadlillaahi wa birahmatihi fabidzaalika falyafrahuu (Katakanlah, dengan keutamaan/pemberian dan RAHMAT Allah (yang turun kepada umat), maka hendaklah mereka (umat) itu bergembira/bersuka cita). Ayat lain menerangkan : Wamaa arsalnaaka illa ramatan lil 'alamiin (Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai RAHMAT bagi seluruh alam).

Kedatangan Nabi SAW adalah RAHMAT Allah yang turun kepada umat. Sedangkan Allah perintah kepada umat agar bergembira dan bersuka cita dengan datangnya RAHMAT Allah. Maka memperingati kelahiran manusia yang menjadi RAHMAT bagi seluruh alam adalah sesuai dengan perintah Alquran.

Baca shalawat berjamaah, memberi makanan para hadirin, mendendangkan qashidah pujian untuk Nabi SAW diiringi gendang rebana, adalah salah satu ekspresi kegembiraan dan rasa suka cita dari umat Islam atas kedatangan Nabi Muhammad SAW yang RAHMATAN LIL 'ALAMIIN.

Jadi, semua ini tidak ada masalah, kecuali bagi mereka yang kurang memahami makna Alquran.

5.
Pengirim: a. harun ar rasyid  - Kota: tangerang
Tanggal: 2/6/2012
 
assalamu'alaykum ustad..

sy ucapkan terima kasih bnyak ats paparan tentang tanggapan dalil2 yg g jelas yg telah dilontarkan ulama wahabiyyah mengenai pelarangan maulid nbi SAW... sx lg sy ucapkan terima kasih banyak,karna setelah sy mmbaca sy semakin yakin dan mantap untuk terus hadir di majlis2 maulid yg sering diadakan di setip tempat...

wassalamu'alaykum y ustad. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, mudah-mudahan bermanfaat.

 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam