AGUS MATAL AHLI LAYANG-LAYANG
Luthfi Bashori
Mengapa dijuluki Agus Matal?
Arti mematal sendiri adalah memotong kayu besar dengan pisau atau pecok, lantas bekas patalan kayu itu oleh Agus matal dijadikan bahan membuat tiang rumah dengan kekuatan supra natural, yang dalam bahasa kewalian disebut kekuatan karamah yang diberikan oleh Allah kepada hamba yang dicintai-Nya.
Beliau bernama Alwi, putra Datuk Yusuf Qadir Bujuk Bergan.
Sejak kecil Agus Matal, julukan akrab Datuk Alwi ini, diberi keistimewaan oleh Allah berupa dhuhurul karamah (ditampakkan keramat) pada diri beliau. Sedangkan panggilan Agus diberikan, karena beliau adalah putra seorang ulama yang sangat disegani.
Di masa kecil, sebagaimana pada umumnya, Agus Matal sangat gemar bermain layang-layang. Bukan sekedar menaikkan layang-layang ke udara, beliau juga terhitung jago dalam pembuatan layang-layang. Hanya saja sering terjadi keanehan di saat beliau berkutat dengan layang-layang mainan kegemarannya itu.
Suatu saat, tatkala Agus Matal sedang asyik merancang sebuah layang-layang, tiba-tiba datang sejumlah teman sepermainan dan secara iseng mereka bergurau mengomentari layang-layang buatan Agus Matal yang belum jadi itu, kata mereka pasti layang-layang bikinan Agus Matal tidak akan dapat diterbangkan, karena garapannya dinilai kurang halus menurut pendangan mereka.
Tanpa banyak bicara, rancangan layang-layang yang belum ditempeli kertas itu, oleh Agus Matal disambungkan dengan benang, lantas diterbangkan ke udara dengan sempurna.
Melihat keanehan itu, teman-teman sepermainannya menjadi terheran-heran.
Di waktu yang lain, tatkala sedang asyik bermain layang-layang bersama teman-temannya, ternyata layang-layang milik Agus Matal agak sedikit berputar-putar di udara, karena kurang imbang antara sayap kiri dengan sayap kanan. Seperti dimaklumi, jika ingin membenahinya, haruslah layang-layang itu diturunkan terlebih dahulu, lantas ditekuk (dilipat) sedikit pada bagian sayap yang menyebabkan tidak imbang, sehingga menjadi stabil di atas udara.
Namun, keanehan terjadi pada Agus Matal, beliau justru mengikat benangnya di sebuah dahan, lantas beliau panjat benang layang-layang itu sampai atas, kemudian beliau betulkan layang-layangnya hingga terbangnya stabil, kemudian beliau turun untuk melanjutkan permainan layang-layangnya.
Keramat Datuk Alwi setelah beliau menjadi tokoh masyarakat antara lain, bahwa rumah kediamannya yang berada di atas bukit di wilayah Omben Sampang Madura, mayoritas bangunannya terbuat dari kayu tatal atau kayu-kayu kecil bekas potongan yang beliau susun menjadi sebuah rumah dengan kekuatan supra naturalnya.
Karena itu pula beliau menjadi masyhur dengan julukan Agus Matal.
Sayangnya rumah peninggalan keramat itu, kini hanya tinggal bongkahan-bongkahan yang tidak terawat, karena beradanya di tempat yang tidak terjangkau oleh masyarakat umum. Namun, Alhamdulillah penulis sudah menengoknya sekalipun dengan penuh kesulitan.
Makam Agus Matal berada di sisi bukit yang lebih atas dari pada rumahnya. Saat berziarah ke makam Agus Matal, penulis ditemani oleh dua orang tokoh dari Omben, KH. Khalil Thayyib dan Ustadz Jazuli, serta beberapa warga setempat.
Sesuai dengan wasiat beliau agar makamnya dibiarkan alami, jadi hingga kini makam beliau tetap alami tidak diberi penutup atap. Pernah suatu saat ada warga yang akan memberi atap, agar dapat melindungi para penziarah, namun beberapa hari setelah pembangunan atap itu, tiba-tiba atapnya hilang diterpa angin.
Di samping itu, warga setempat sering melihat seekor naga yang bentuknya tidak lazim, tiba-tiba muncul menjaga di sekitar makam, jika ada penziarah yang menyalahgunakan ziarahnya untuk kepentingan yang tidak semestinya dilakukan.
Agus Matal, mempunyai putra yang bernama Abdurrahim yang menjadi seorang pejuang kemerdekaan melawan Belanda. Datuk Abdurrahim bin Alwi ini, pada akhirnya hidup di tempat pengasingan karena dikejar-kejar Kolonial Belanda.