URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 8 users
Total Hari Ini: 311 users
Total Pengunjung: 6224432 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
TA`ZIYAH KE RUMAH KELUARGA MAYIT, TIDAK DILARANG SYARIAT. 
Penulis: Pejuang Islam [ 11/9/2016 ]
 
TA`ZIYAH KE RUMAH KELUARGA MAYIT, TIDAK DILARANG SYARIAT.

 Luthfi Bashori

 Saat ada tetangga, sahabat atau kerabat meninggal dunia, tentulah ada rasa keprihatinan yang timbul dalam diri seorang muslim. Inilah perwujudan dari sifat ukhuwah, mahabbah dan rahmah yang sunnah ditumbuhkan pada diri seseorang terhadap saudaranya sesama muslim.


Timbulnya rasa kasih dan sayang kepada mayit yang meninggal ini, maka disyariatkanlah bagi umat Islam untuk berta`ziyah kepada keluarga mayyit. Nabi bersabda :

Barang siapa berta`ziyah kepada saudaranya sesama muslim yang ditinggal wafat keluarganya, maka Allah akan memberi pakaian kehormatan kelak di hari kiamat (HR. Ibnu Majah). Menurut Ibnu Hiban dan Addzahabi hadits ini adalah shahih, sedangkan menurut Imam Bukhari, hadits ini perlu pembahasan lebih lanjut.

Sekalipun demikian, dalam riwayat lain, masih ada beberapa hadits yang senada, hingga memberi makna bahwa berta`ziyah kepada keluarga mayyit disunnahkan dalam Islam.


Perlu dipahami, dalam masalah fadhailul a`mal (keutamaan amal perbuatan), para ulama salaf Ahlus sunnah wal jamaah memperbolehkan pengamalan hadits dhaif (lemah riwayat) selagi bukan maudhu` (hadits palsu). Berta`ziyah termasuk dalam kategori fadhailul a`mal.

Apalagi hadits sunnah berta`ziyah ini menurut Ibnu Hibban dan Addzahabi bukanlah haidts dhaif, melainkan shahih.

Indonesia adalah bumi Ahlus sunnah wal jamaah, karena itu amalan berta`ziyah ini sudah umum dilakukan oleh banyak kalangan, dan hukumnya adalah boleh serta tidak melanggar syariat Islam.

Berbeda dengan pandangan kelompok Wahhabi non Ahlus sunnah wal jamaah, kebanyakan mereka menolak penggunaan hadits dhaif, sekalipun untuk fadhailul a`mal.

Dalam amalan ta`ziyah, tentunya setiap tamu yang datang melayat mempunyai cara sendiri-sendiri untuk menghibur dan menenangkan shahibul mushibah alias keluarga si mayit.

 Adakalanya dengan mendoakan keluarga mayit agar diberi kesabaran oleh Allah atas musibah yang menimpa mereka, atau mendoakan si mayit agar seluruh ibadahnya diterima oleh Allah dan semua kesalahannya diampuni.

Ada juga yang mengamalkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari Ma`qil bin Yasar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Surat Yasin adalah intisari Alquran.

 Tidaklah seseorang membacanya dengan mengharap rahmat Allah SWT kecuali Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya. Maka bacalah Surat Yasin atas orang-orang yang telah meninggal di antara kamu sekalian" (Musnad Ahmad bin Hambal, [19415]).

Masih banyak lagi dalil yang menerangkan kesunnahan berta`ziyah, untuk menghiburan keluarga mayit.

Tentunya, ta`ziyah ini hukumnya sunnah jika tidak disertai dengan hal-hal yang melawan syariat, seperti menangis-nangis niyahah, yaitu tangisan dengan memukul-mukul badan, merobek-robek baju, dan mengingat-ingat peristiwa kematian mayit dengan cara yang sangat memilukan sehingga menambah kesedihan keluarga, atau menimbulkan ratapan-ratapan tangisan, sebagaimana yang sudah menjadi tradisi kaum Syiah dalam memperingati kemangkatan Sayyidina Husain.

Kaum Syiah menamakan `ritual pilu dan berdarah` ini dengan istilah Arba`inan atau 40 hari wafatnya Imam Husain.

 Padahal kewafatan Sayyidina Husain terjadi sudah ratusan tahun silam.

Ritual Syiah ini sangat berbeda dengan tradisi amalan ta`ziyah warga Sunni Syafi`i sebagaimana yang diadakan oleh kalangan masyarakat Indonesia, karena warga Sunni Syafi`i murni mengamalkan hadits Imam Ahmad di atas, dan hadits : Sebutlah kebaikan-kebaikan dari mayit kalian (HR. Alhakim dan Ibnu Hibban).

Ada juga cara berta`ziyah yang dilakukan umat Islam dengan menghadiri acara selamatan kenduri untuk mayit pada hari pertama, hingga hari ke 7, 40, 100, 1000, dan haul tahunan, semata-mata karena mengamalkan hadits-hadits tentang kesunnahan sedekah atas nama mayit, menyebut kebaikan mayit, membaca surat Yasin untuk mayit, membaca surat Alfatihah, Alikhlas, Almu`awwidzatain, akhir surat Albaqarah, dzikir-dzikir lainnya khususnya membaca Tahlil Laa ilaaha illallah yang semua pahalanya dikirimkan kepada mayit, tanpa ada tangisan niyahah dan perilaku lain yang diharamkan oleh syariat.

 Keterangan ini dikuatkan oleh DR. Muhammad Bakar Ismail dalam kitab Alfiqhul Wadhih minal Kitaabi was Sunnah, juz 1 hal 436:

`Menangis untuk mayit yang meninggal itu boleh, meskipun dengan suara keras jika tidak disertai jeritan histeris, memukul pipi, merobek baju, atau mengharap dirinya celaka, binasa dan yang semisalnya yang diharamkan oleh syariat`.
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: ahmad  - Kota: probolinggo
Tanggal: 7/12/2010
 
sangat bermanfaat.. menambah wawasan 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mudah-mudahan seperti harapan.

2.
Pengirim: abuzzahra  - Kota: Bontang
Tanggal: 17/12/2010
 
Afwan, mau nanya.
Bukankah dalam beramal kita harus mencontoh Nabi salallahu 'alaihi wassalam dan para sahabat radhiallahu 'anhum? Bagaimana halnya dengan selamatan orang yg meninggal hari pertama sampai ke 7, hari ke 40, ke 100 dan ke 1000? Apakah rasuluullah dan para sahabat melakukan hal ini? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wah, Rasulullah SAW dan para shahabat juga tidak pernah menulis/bertanya tentang agama di initernet, dakwah di televisi, pidato di radio.

Bahkan lebih dari masalah tahlilan hari ke 7, 40, 100 dan 1000 yang hanya amalan sunnah (sudah kami terangkan dalam artikel dengan judul khusus, silahkan baca) yang anda katakan tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para shahabat, justru yang namanya aqidah ketauhidan, yang hukumnya jelas-jelas wajib diyakini sesuai dengan Alquran, Hadits Nabi SAW dan keyakinan para shahabat, malahan dilanggar oleh kelompok anda, kaum Wahhabi.

Alquran, Hadits dan aqidah para shahabat yang tidak pernah menisbatkan Allah dengan memiliki anggota tubuh maupun sifat yang menyerupai makhluk. Firman Allah laisa kamitslihi syaiun, (Allah tidak menyerupai sesuatupun). Karena sesuatu itu adalah makhluk, sedangkan Allah adalah pencipta seluruh makhluk.

Coba perhatiakan kesalahan dan kebatilah aqidah Kaum Yahudi yang menyakini tentang keberadaan Allah, mereka yakini seperti keberadaan makhluq pada umumnya, kaum Yahudi mengatakan dalam: Lembar luar,

> Al-ishah, 46 no 3-4 : Aku (Allah) turun bersamamu (Musa) ke Mesir.

> Al-ishah, 19 no 11 : Karena pada hari ke tiga, Allah turun ke gunung Saina dan terlihat oleh semua mata seluruh penduduk (Mesir).

> Al-ishah, 19 no 20 : Dan Allah turun ke gunung Saina sampai di pucuk gunung.

Kaum Wahhabi juga meyakini hal yang sama dengan keyakinan kaum Yahudi. Coba tengok :

> Kitabul asma was sifat halaman 91 karangan Ibnu Taimiyah tokoh panutan Wahhabi, dia mengatakan: Bahwa Allah itu befsifat diam, tapi sifat diamnya itu kadang-kadang diam dari bicara, kadang-kadang diam dari menjelaskan/mengeraskan suara-Nya.

> Muhammad Zainu tokoh Wahhabi, berkata dalam kitabnya, Majmu'atur rasailit taujihatil islamiyah, cetakan Riyadl, halaman 21 : Sungguh Allah itu berada di Arsy dengan dzat tubuh-Nya, yang terpisah (independen) dari makhluk-Nya.
> Hafidz Hukmi, tokoh Wahhabi mengatakan dalam kitabnya Ma'arijul qabul halaman 235 : Sungguh Allah itu turun ke langit dunia (langit yang tampak dari bumi). Pada setiap tingkatan langit (=7 tingkat langit) Allah mempunyai kursi tempat duduk. Jika Allah turun ke langit dunia, maka Dia duduk di kursi-Nya seraya menyelonjorkan tangan (dan kaki)-Nya. Jika datang pagi hari, Dia naik ke tingkat lebih atas, untuk duduk di kursi-Nya.

Nabi SAW dan para shahabat tidak ada yang meyakini seperti keyakinan kaum Yahudi dan kaum Wahhabi ini. Dalam bahasa agama, penisbatan yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Wahhabi ini adalah : Tajsim alias penisbatan bentuk tubuh kepada Dzat Allah.

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam