KUN MA`ALLAH
Luthfi Bashori
Kun ma`allahi tarallaha ma`ak watrukil kulla wahaddzir thama`ak
Jadikan dirimu hidup `bersama` Allah, maka engkau akan mendapati Allah selalu `bersama`mu.
Tinggalkan semua (ketergantungan hidup kepada dunia), dan jagalah dirimu dari rakus keduniaan.
Sebuah nasehat yang sangat dalam jika dipahami secara seksama.
Tentunya syair yang sangat menyentuh qalbu setiap muslim ini harus dipahami secara kontekstual, karena maknawinya sangat dibutuhkan oleh segenap umat Islam dewasa ini.
Era materialistik, sudah menjadi bagian kehidupan manusia di jaman sekarang, hampir tidak ada seorang yang tidak terpengaruh hiruk pikuk gemerlap dunia.
Di desa sekalipun, sudah lumrah penduduknya menggunakan kecanggihan alat modern semacam TV, radio, telepun, HP, bahkan internet pun kini sudah masuk desa.
Keadaan yang sedemikian rupa, tiada lain karena perngaruh modernisasi peradaban manusia yang semakin hari semakin materialistis.
Figur manusia yang cerdas adalah mereka yang pandai memanfaatkan kecanggihan dunia untuk berinonasi dan berinvestasi demi kepentingan selamat hidup di dunia dan akherat.
Berpikir bagaimana cara `mengislamkan` semua fasilitas keduniaan, hingga terbebas dari cengkraman racun-racun budaya modern, yang sering kali berdampak negatif bagi kehidupan dunia maupun akherat si penggunanya.
Salah satu metode penaklukan kehidupan materialsitik yang dapat dilakukan oleh seorang muslim, adalah menjadikan dirinya selalu ber-kun ma`allah.
Jika dia mampu menghidupkan hati untuk selalu bersama Allah, tentu kehidupannya akan selalu mengalir menuju arah yang positif.
Ketika bangun tidur, dibisikkan pada jiwanya: Hari ini engkau menjalani hidup dengan pengawasan penuh dari Allah, maka jangan melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan murka Allah.
Setiap berbicara, dia rasakan dengan penuh kesadaran bahwa apa yang diucapkan pasti didengar langsung oleh Allah. Jika pembicaraan itu baik menurut pandangan Allah, maka diganjar pahala kebaikan pula.
Namun, jika yang dilontarkan, sekalipun baik menurut perkiraannya, tetapi ternyata buruk dalam pandangan Allah, karena bertentangan dengan syariat, maka kelak Allah tidak segan-segan menyiksanya.
Terkadang seseorang enggan mempelajari ajaran syariat dengan baik dan benar, dan berani menjalani hidupnya hanya mengandalkan akal pikiran.
Kemudian dalam kondisi tertentu dia mengukur sebuah kebaikan dengan standar pemikirannya, padahal jika ditelusuri, hasil pemikiran itu terkadang bertentangan dengan ajaran syariat.
Tentunya figur yang demikian ini, bukanlah kelompok yang ber-kun ma`allah.
Tetapi umat yang diberi predikat kun ma`allah adalah mereka yang mempelajari dan mengamalkan syariat sesuai dengan aturan mainnya, lantas menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk kepentingan ibadah kepada Allah
Artinya, jika seorang muslim rajin mengkaji ajaran syariat dan selalu berusaha mengamalkannya, disertai upaya mewarnai kehidupan dirinya dengan kun ma`allah, pasti Allah tidak akan membiarkan kehidupan orang itu jauh dari penjagaan dan bimbingan-NYA.
Bolehlah seorang muslim mengumpulkan harta duniawi, namun jangan sampai harta duniawi itu membelit kehidupannya, sehingga bertujuan akhir hanyalah harta, harta dan harta.
Barang siapa yang diberi Allah kelebihan harta, maka hendaklah dia nafkahkan untuk kepentingan ibadah, syiar agama dan kemaslahatan umat Islam.
Alangkah indah renungan Sayyidina Ali bin Abi Thalib berikut :
* Aku khawatir terhadap suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan.
* Keyakinan hanya tinggal pemikiran yang tidak berbekas dalam perbuatan.
* Ada orang baik tapi tidak berakal, ada orang berakal tapi tidak beriman.
* Ada yang berlisan fasih tapi berhati lalai, ada yang khusyu` namun sibuk dalam kesendirian.
* Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombong iblis, ada ahli maksiat tapi rendah hati bagaikan sufi.
* Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat, ada yang banyak menangis karena kufur nikmat.
* Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat, ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut.
* Ada yang berlisan bijak tapi tidak memberi teladan, ada juga penzina yang tampil sebagai figur panutan.
* Ada yang punya ilmu tapi tidak paham, ada yang paham ilmu tapi tidak mengamalkannya.
* Ada yang pintar tapi tukang membodohi umat, ada yang bodoh malah sok pintar.
* Ada yang beragama tapi tidak berakhlaq, ada yang berakhlaq tapi tidak bertuhan.
Lalu di antara semua itu, di mana aku berada ?