HARI RAYA IDHUL ADHA
1431, BERBEDA LAGI YAA ?
Luthfi Bashori
Hari Raya Idhul Adha tahun ini, terjadi lagi berbeda di kalangan umat Islam.
Berbeda dengan pemerintah, secara resmi ormas FPI, Muhammadiyah dan HTI telah mengumumkan bahwa Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Selasa tanggal 16 November.
FPI memberi alasan bahwa tim rukyah yang dikirim FPI telah berhasil rukyatul hilal dengan metode Sullam Sistem Tathbiq, ketinggian di atas dua derajat, sedangkan tanpa Sistem Tathbiq, ketinggian di atas tiga derajat.
Hasil rukyah FPI ini didapatkan pada hari Sabtu malam Ahad, 6 November 2010 bahwa hilal terllihat pada jama 17.49 WIB selama satu menit di Jakarta, oleh saksi KH. Ahmad Syafi`i, Ustadz Labib dan Ustadz Zaim di Ponpes Husainiyyah Cakung, serta KH. Ahmad Wasi` dan Ustadz Saiful di Masjid Alfalah Kebayoran Lama.
Alasan Muhammadiyah adalah berdasarkan tim hisab Muhammadiyah menentukan Idhul Adha jatuh pada hari Selasa.
Jika ormas lain menggunakan metode dhuhurul hilal (tampak/terlihatnya hilal) yaitu harus di atas dua derajat, maka Muhammadiyah cukup dengan metode wujudul hilal (adanya hilal) tanpa syarat lain yang mengikat. jadi, sekalipun sejenak dan tidak tampak sempurna, selagi diyalkini adanya hilal, maka sudah dianggap cukup untuk menentukan awwal bulan Hijriyah.
Sedangkan HTI menggunakan mathla` global, artinya bahwa rukyah untuk seluruh dunia adalah mengikuti mathla` Saudi Arabiah. Arti mathla` adalah daerah-daerah khusus yang dipergunakan untuk mengawasi awal bergulirnya bulan stabit. Karena wuquf di Arafah pada hari Senin, maka HTI menetapkan Idul Adha jatuh sehari setelah hari wuquf di Arafah, yaitu hari Selasa.
Sebagian warga NU ada yang akan melaksanakan shalat Idhul Adha pada hari Selasa, karena menggunakan dasar hisab yang dilakukan oleh jamaah se tempat. Contoh di Kodya Malang adalah jama`ah Pesantren Gading akan melaksanakan shalat Idhul pada hari Selasa.
Sedangkan pemerintah melalui Departemen Agama mengumumkan Idhul Adha jatuh pada hari Rabu, setelah mengadakan sidang itsbat, bahwa laporan hasil rukyah yang masuk ke ruang sidang dinilai belum memenuhi syarat, sehingga tidak dapat ditetapkan sebagai awwal Dzulhijjah.
Karena itu pemerintah menetapkan shalat Idhul Adha jatuh pada hari Rabu tanggal 17 november 2010.
NU sendiri menganut standar fiqih, jika ada laporan hasil rukyah dari masyarakat yang diitsbat / diterima / ditetapkan oleh pemerintah, maka wajib bagi umat Islam untuk mengikutinya.
Tapi jika tidak ada hasil rukyah, atau ada hasil rukyah tapi belum diakui keabsahannya oleh pemerintah, maka umat Islam boleh memilih antara tetap mengikuti hasil rukyah sekalipun tidak diterima oleh pemerintah, atau melaksanakan istikmal, yaitu menggenapkan hitungan bulan Dzul Qa`dah sebanyak tiga puluh hari.
Karena pelaksanaan shalat Hari Raya adalah masalah khilafiyah furu`iyah, bukan masalah ketauhidan / ushuluddin / pokok / aqidah, maka boleh saja terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Jadi, umat Islam boleh shalat Idhul Adha hari Selasa tanggal 16 November atau Rabu 17 November 2010.
Adalagi tinjauan yang dapat menerangkan mengapa ada perbedaan dalam pelaksanaan Idhul Adha tahun ini ?
Ada di antara ulama yang mendasari ijtihadnya dalam menentukan jatuhnya Idhul Adha dengan muraa`atan liz zamaan (mempertimbangkan waktu). Artinya karena Idhul Adha itu jatuh sehari setelah hari wuquf di Arafah, sedangkan Pemerintah Saudi mengumumkan wuqufnya waktu hari Senin, maka secara otomatis Idhul Adha jatuh pada hari Selasa.
Tetapi ada juga ulama yang lebih menerapkan muraa`atan lil makaan (mempertimbangkan tempat). Artinya, penetapan Idhul Adha di luar negara Saudi Arabiah tidak terpengaruh kapan hari wuquf di Arafah, tetapi di tempat mana rukyatul hilal dilakukan, apakah tim berhasil atau tidak dalam rukyahnya di tempat (negara masing-masing).
Karena menurut sebagian ulama bahwa tempat mathla` pada setiap negara itu berbeda-beda.
Bahkan pendapat ulama dalam madzhab Syafi`i, ada yang mengatakan bahwa setiap jarak masafatul qashri (jarak bolehnya seseorang melakukan shalat jama` - qashr) mempunyai mathla` sendiri-sendiri.
Untuk jarak masafatul qashri sendiri dalam madzhab Syafi`i juga bebeda-beda pendapat, paling pendek adalah sekitar 83 kilo meter. Jadi, pada setiap 83 kilo meter, ada kemungkinan terjadi perbedaan penentuan Hari Raya di kalangan para ulama, baik Idhul Fithri maupun Idhul Adha
Umat Islam kalangan awwam, bolehlah mengikuti pelaksanaan shalat Hari Raya sesuai ketentuan masjid yang akan diikutinya. Namun tetap menghormati orang lain yang berbeda Hari Raya Idhul Adha dengan ketentuan masjid pilihannya.