URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 9 users
Total Hari Ini: 62 users
Total Pengunjung: 6224164 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
APA TAHLILAN HARI KE 7 & 40 MELAWAN SYARIAT ? 
Penulis: Pejuang Islam [ 5/9/2016 ]
 
APA TAHLILAN HARI KE 7 & 40 MELAWAN SYARIAT ?

 Luthfi Bashori

 Dewasa ini, banyak tuduhan negatif dari kaum Wahhabi terhadap umat Islam yang mengadakan tahlilan dan kirim doa kepada ahli kubur, yang dilaksanakan pada hari ke 1, 2, 3 atau hingga hari ke 7, dan pada hari ke 40, 100, 1000, atau pelaksanaan haul tahunan. Kaum Wahhabi mengatakan bahwa waktu-waktu yang dipilih itu adalah hasil konversi dari adat istiadat Hindu yang diadopsi oleh para pengamalnya.

 Karena itulah kaum Wahhabi melarang kelompoknya mengikuti tradisi Hindu tersebut.

Untuk menyanggah tuduhan Wahhabi ini sangatlah mudah. Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan ajaran syariat Islam, maka boleh saja diadopsi oleh umat Islam. Contoh, kebiasaan bercelana panjang (pantalon) dengan memakai baju hem dan berdasi adalah adat istiadat si penjajah Belanda sang penyebar agama Kristren di Indonesia.

 Mereka jika mengadakan ritual agama Kristen di dalam gereja juga menggunakan celana panjang.

Konon, sebagian ulama di masa penjajahan, sempat mengharamkan penggunaan celana panjang bagi umat Islam, dengan dalil man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum (barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka). Karena bercelana pantalon saat itu menyerupai kaum Kristen Belanda, maka dihukumi haram.

 Namun pada akhir perkembangan, budaya bercelana panjang pantalon sudah menjadi budaya masyarakat muslim Indonesia, bahkan banyak sekali yang melaksanakan shalat pun dengan menggunakan celana panjang (pantalon).

Dasi pun kini sudah menjadi seragam para pegawai perkantoran, maupun anak-anak pelajar sekolah formal setingkat SD, SLTP dan SLTA. Dasi juga menjadi hal yang tidak pernah dipermasalkan oleh kaum Wahhabi.

 Jika diteliti secara jujur, tidak sedikit kaum Wahhabi Indonesia yang menggunakan celana panjang pantalon dalam kehidupan sehari-hari, termasuk saat berfatwa di kalangan kelompoknya, bahkan anak-anak mereka juga dimasukkan sekolah formal dengan menggunakan seragam wajib berdasi.

Nabi SAW sendiri mengadopsi adat istiadat kaum Yahudi dalam melaksanakan puasa sunnah `Asyura, tapi ditambahi 1 hari (tanggal 9-10 atau 10-11 Muharram) agar tidak sama dengan puasanya Yahudi.

Sebagaimana dalam sejarah disebutkan, tatkala Nabi SAW masuk kota Madinah, beliau SAW mendapati kaum Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Lantas beliau SAW bertanya mengapa mereka berpuasa pada tanggal 10 Muharram.

 Kaum Yahudi menjawab : Kami berpuasa karena syukur kepada Allah atas diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Firaun pada tanggal 10 Muharram.. ! Maka Nabi SAW mengatakan : Sesungguhnya kami lebih berhak bersyukur kepada Allah atas hal itu dari pada kalian .. !

Kemudian Nabi SAW perintah kepada umat Islam : Shuumuu yauma `Aasyuura wakhaaliful yahuud, shuumu yauman qablahu au yauman bakdahu (Berpuasa `Asyuura-lah kalian, tapi berbedalah dengan kaum Yahudi, berpuasa jugalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya). HR. Bukhari & Muslim.

Baju koko juga dari budaya China yang mayoritas masyarakatnya beragama Khong hu cu dan Atheis, tapi kini menjadi trend sebagai baju muslim dunia. Kubah masjid dulunya berasal dari kubah gereja kemudian dirubah bentuknya menjadi kubah yang stupa, padahal bentuk stupa juga menjadi salah satu adat rumah ibadah Budha. Sedangkan menara masjid diadopsi dari menara kaum Majusi penyembah api, demikian dan sebagainya.

Karena semua adat istiadat tersebut di atas, tidak bertentangan dengan subtansi syariat, maka hukumnya boleh-boleh saja. Apalagi umat Islam mengisi hari-hari kematian keluarganya pada hari ke 1, 2, 3, 7, 40, 100, 1000, dan haul tahunan, yang sangat berbeda dengan adat kaum Hindu. Umat Islam mengisinya dengan menbaca Yasin, Shalawat kepada Nabi SAW, dzikir-dzikir yang diajarkan Nabi SAW, berdoa mohon ampunan kepada Allah untuk ahli kubur, dan bersedekah.

 Jadi sudah sesuai dengan perintah Nabi SAW. Bahkan semua isi amalan Tahlilan itu subtansinya adalah pengamalan ajaran Alquran dan Hadits Nabi SAW.

IKUT TAHLILAN YOOK ... !
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Bagus  - Kota: Gresik
Tanggal: 24/10/2010
 
Assalamualaikum.
Nah,ada yang saya tanyakan ni ustadz,bagaimana dengan cak nun yang menggubah shalawatnya dengan instrumental gereja,bahkan pernah juga masuk gereja lo,apa hal tsb juga boleh? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau cak Nun itu kan mencampuradukkan dua masalah yang berbeda. Kalau yang namanya adat itu, semula menjadi tanda khusus kalangan tertentu, kemudian menjadi tradisi masyarakat umum, kemudian yang sudah menjadi tradisi masyarakat umum itu 'diislamisasi' atau dirombak menjadsi tradisi yang tidak bertentangan dengan syariat.

2.
Pengirim: Mirza  - Kota: Singosari
Tanggal: 26/10/2010
 
Yang penting kan bukan bid'ah dhalalah...

bid'ah hasanah, ada yang menyangkal. Padahal kaum mereka sendiri banyak yang melakukannya.

OK!? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Memang jaman sekarang ini adalah musimnya : Maling teriak maling.

3.
Pengirim: assiddiqqi  - Kota: jepara
Tanggal: 27/10/2010
 
assalamualaikum
kebenaran pasti akan terungkap, fitnah pasti akan lenyap..orang yang dangkal ilmunya pasti terlelap nafsu belaka..para imam(madzab) dianggap sesat, para ulama musrik adanya,..subhanalah masih ada orang yang hatinya kaku, suka memfitnah dan menyebarkan pemahaman peperangan..apakah seperti ini seorang muslim yang iman sampe kehati..?kalau imannya hanya sampai kerongkongan pasti hari2nya suka memfitnah, menebarkan racun dan menghancurkan agama...
terus berjuang ustadz, semoga pejuang islam akan terus exist sampai akhir jaman...islam yang benar pasti akan di rohmati ALLAH SWT 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Atas doa dan motivasinya, kami haturkan jazakumullah khairan katsiran.

4.
Pengirim: AAS  - Kota: jambi
Tanggal: 27/10/2010
 
dear ni ada hujjah tuk memperbolehkan tahlil 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Dalam kitab Ghayatul Maqsud, bahwa Ibnu Taimiyah saja mengatakan ada 21 alasan ttg boleh dan sampainya kiriman pahala amalan seseorang untuk orang lain (mayyit).

5.
Pengirim: elbanyumasi  - Kota: bekasi
Tanggal: 4/11/2010
 
pa ustadz, contoh yang antum berikan antara pake jelana, baju dan lainnya dengan tahlilan, apa tidak terlalu jauh, pertanyaanya barangkali apakah tahlilan itu budaya atau ibadah, dilingkungan saya ketika ada orang meninggal dan anaknya tidak tahlilan dianggap anak durhaka karena tdk mendoakan orang tuanya, sehingga walaupun tdk ada uang dipaksakan mengadakan tahlilan walau dng berhutang pada tetangga, apa dngn kasus ini hrs ada tahlilan, bisa jadi waktu hidupnya mereka tidak butuh agama (tdk mau sholat dll), krn ada anggapan nanti kalu meninggal kan dikirimi tahlil saya anak cucunya, saya orang awam pa ustadz, menurut saya ga usahlah diperdebatkan lagi, antara yg tahlil dan tidak tahlil, hal ini bisa jd mmbuat jurang silaturahim diantara kita 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sebuah kejadian di masyarakat, tidak lantas bisa membatalkan sebuah hukum agama. Sebagai contoh, beberapa orang yang shalat Jumat di masjid, ternyata saat pulang mereka kehilangan sandalnya, berarti di Masjid yang melaksanakan Jumatan itu banyak juga maling sandalnya. Nah, apakah karena ada perstiwa semacam itu lantas dikatakan sebaiknya kewajiban shalat Jumatan itu ditiadakan saja demi keamanan lingkungan.

Banyak yang lagi tentunya, misalnya : Kenyataan di masyarakat bahwa perceraian antar suami istri itu sangat banyak terjadi, padahal sebuah perceraian itu seringkali merugikan banyak pihak. Nah apakah dengan banyaknya kasus perceraian, lantas bisa dikatakan: Sebaiknya syariat pernikahan itu ditiadakan saja, karena adanya perceraian itu dikarenakan adanya pernikahan.

Hukum Islam tidak semacam itu. Hukum Islam adalah aturan boleh atau tidaknya melakukan sebuah kegiatan / perilaku / amalan keislaman sesuai dengan dalil-dalil baik dari Alquran maupun Hadits, baik secara tekstual (harfiyah) maupun kontekstual (maknawiyah).

Mudah-mudahan anda dapat belajar memahami agama lebih dalam kepada sumber-sumber yang ahli, bukan kepada sembarang orang yang mengatasnamakan tokoh Islam. Mereka adalah para ulama Ahlus sunnah wal jamaah.

6.
Pengirim: Ingin belajar  - Kota: Surabaya
Tanggal: 5/11/2010
 
Assalamu'alaikum Wr Wb,
Saya ingin dapat belajar memahami agama lebih dalam kepada sumber-sumber yang ahli, bukan kepada sembarang orang yang mengatasnamakan tokoh Islam.
- bukankah ahli sunnah itu adalah orang/sekelompok orang yg berusaha menjalankan sunnah sunnah Nabi Muhammad SAW, baik donk.
_ apakah tahlilan itu dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, bila tidak tentunya tidak menjalankannya lebih utama.
Wassalamu'alaikum Wr Wb 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Maaf, kami kira, anda telah salah alamat bertanya pada situs yang kami buka ini. Karena pernyataan dan pertanyaan anda sendiri sangat kontradiksi dengan keberadaan situs ini. Ingat, Rasulullah SAW tidak pernah mengadakan tanya jawab dengan menggunakan alat komunikasi semacam situs internet.

Seperti juga Rasulullah SAW tidak pernah membaca dzikir dengan menggunakan alat tesbih, sehingga dengan 'kepahlawanan' kaum Wahhabi, mereka berani mengharamkan alat tasbih, dengan alasan Rasulullah SAW tidak pernah menggunakannya, maka tentunya hukum berdakwah dan tanya jawab agama yang menggunakan alat HP, komputer, internet, majalah, bulletin, makalah, dll juga hukumnya jadi haram jika mengikuti persepsi kaum Wahhabi.

Karena itu, sebaiknya anda bertobat dari menulis pertanyaan dalam situs ini. Karena situs ini khusus diperuntukkan bagi mereka yang dapat menerima dan memanfaatkan perkembangan jaman demi untuk dapat mensukseskan dakwah Islamiyah di tengah hiruk pikuk globalisasi.

Mudah-mudahan anda segera mendapatkan tempat tinggal yang tidak terkontaminasi sedikit pun oleh segala macam alat bantu kehidupan yang tidak ada di jaman Rasulullah SAW, semisal alat tasbih, percetakan Alquran, alat tulis huruf Alquran, listrik, TV, mesin cuci, telpun, mobil, internet, dan lain sebagainya, hinnga anda dapat hidup murni mencontoh kehidupan Rasulullah SAW tanpa ada tambahan sedikitpun, dan anda tidak lagi salah alamat membuka situs ini, karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

7.
Pengirim: ali wafa santry romadhon 2010  - Kota: surabaya
Tanggal: 5/11/2010
 
Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh. Ami ana mo tanya tentang kasus di madura sy (bkl) yaitu ktka orang mati mau d kubur, landuknya(pacul) tidak blh di miringkan ketika hendak memendam/menguburkan mayyit.
pertanyaan:
apakah juga larangan agama tentang tidak di perbolehkan pacul di miringkan ketika mayyit mau di kubur.
Dan apakah ada fenomena
yang terjadi setelah mayyit di kubur dengan menggunakan pacul yang di miringkan? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tidak ada larangan syariat tentang metode pacul miring, jadi boleh2 saja.

8.
Pengirim: abdullah  - Kota: malang
Tanggal: 6/11/2010
 
di dalam kitab I'anatuth Tholibin sendiri imam syafi'i rohimahumulloh
mengharamkan kenduri arwah...

Dan antara bidah yang mungkar ialah kebiasaan orang yang melahirkan rasa
kesedihannya sambil berkumpul beramai-ramai melalui upacara (kenduri arwah)
dihari keempat puluh (empat pulu harinya) pada hal semuanya ini adalah haram. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang diharamkan itu jika disertai dengan hal-hal yang melawan syariat, seperti menangis-nangis denga n tangisan niyahah, yaitu memukul-mukul badan, merobek-robek baju, dan mengingat-ingat peristiwa kematian mayit dengan cara yang sangat memilukan sehingga menambah kesedihan keluarga dan menimbulkan ratapan-ratapan tangsan, kebiasaan ini sudah menjadi tradisi kaum Syiah dalam memperingati kemangkatan Sayyidina Husain, dan mereka menamakan ritual ini dengan nama Arba'inan atau 40 hari wafatnya Imam Husain.

Sangat berbeda dengan amalan warga Sunni Syafi'i yang diadakan di kalangan masyarakat Indonesia, karena mengamalkan hadits : Sebutlah kebaikan mayit di antara kalian (HR. Alhakim dan Ibnu Hibban).

Pada acara sedekah selamatan kenduri untuk mayit pada hari pertama, hingga hari ke 7, 40, 100, 1000, dan haul tahunan adalah mengamalkan beberapa hadits tentang kesunnahan-kesunnahan bersedekah atas nama mayit, menyebut kebaikan mayit, membaca surat Yaasiin untuk mayit, membaca surat Alfatihah, Alikhlas, Almu'awwidzatain, akhir surat Albaqarah, dzikir-dzikir lainnya khususnya membaca Tahlil Laa ilaaha illallah yang semua pahalanya dikirimkan kepada mayit, tanpa ada tangisan niyahah dan perilaku yang diharamkan oleh syariat.

Keterangan ini dikuatkan oleh DR. Muhammad Bakar Ismail dalam kitab Alfiqhul Wadhih minal Kitaabi was Sunnah, juz 1 hal 436:

'Menangis untuk mayit yang meninggal itu boleh, meskipun dengan suara keras jika tidak disertai jeritan histeris, memukul pipi, merobek baju, atau mengharap dirinya celaka, binasa dan yang semisalnya yang diharamkan oleh syariat'.

Sayangnya banyak orang yang tidak pernah ikut tahlilan, lantas berkomentar dari luar, sehingga menimbulkan prasangka negatif, inna ba'dhad dhanni itsmun, sungguh banyak sekali prasangka negatif yang memicu perbuatan dosa.

9.
Pengirim: ahmad  - Kota: probolinggo
Tanggal: 8/11/2010
 
Abdullah, coba lihatlah perkataan imam syafi'i yg anda nukil: "..kebiasaan orang yang melahirkan rasa
kesedihannya.."

yg tdk disenangi imam syafi'i adalah ma'tam. sebab itu adalah tradisi jahiliyah yg mencerminkan kesedihan yg mendalam karena adnya org yg meninggal. seolah2 tdk diterima terhadap apa yg ditentukanNya. dan hal tsb tdk terjadi sedikitpun bagi org pengamal tahlilan, yg didalamnya terdapat dzikir dan do'a; sehingga lebih pas disebut majlisud dzikri. disamping itu, bagi masyarakat tahlil itu merupakan pelipur lara dan penghapus duka krn ditinggal mati. bukan menambah kesusahan dan derita. buktinya semakin banyak org yg tahlil, maka tuan rumah semakin senang. justru tuan rumah akan kecewa & tambah bersedih jika yg datang tahlilan sedikit, apalagi tdk ada sama sekali bs jd stres..

dan yg perlu ane tekankan adalah masyarakat dan segenap relasi secara sukarela datang membawa sumbangan berupa beras, gula,, bahkan uang pd hari pertama dan hari2 berikutnya utk mengamalkan hadist riwayat abdullah bin ja'far yg terkenal itu. dan yg memasaknya pun adalah tetangga dan handaitaulan.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami sudah menyampaikan secara jelas dan gamblang, tentang apa yang berlaku di tengah masyarakat, karena kami adalah pelaku tahlilan hari ke 1, 2, 3, 7, 40, 100, 1000, haul tahunan itu sendiri, jadi bukan dengan dalil 'katanya'. Ahlamdulillah, kami selalu mengamalkan yang tidak bertentangan dengan syariat sama sekali, sesuai dengan subtansi tahlilan ajaran para ulama salaf. Jadi, jika ada suatu kelompok masyarakat yang mengamalkan tahlilan dengan mengemas acara yang bertentangan dengan syariat, maka mereka itu adalah oknum saja. Seperti halnya melaksanakan walimah aqad nikah itu sunnah mengundang masyarakat, dan wajib hukumnya bagi para undangan untuk menghadirinya, tapi jika cara mengemas acara walimah aqad nikah itu diisi dengan hal-hal yang mengandung kemaksiatan, semisal mengundang orkes yang erotis, atau menyuguhkan minuman keras arak, maka hukum menghadirinya menjadi haram.

Tentunya, jika ada oknum pelaku walimah aqad nikah yang penuh kemaksiatan semacam itu, lantas hukum walimah aqad nikah menjadi haram.

Demikian juga dengan hukum tahlilan.

10.
Pengirim: JAYA  - Kota: LINGGAU
Tanggal: 2/9/2011
 
BENAR DAN SALAH ITU HARUS ADA DALILNYA. SEDERHANA AJA, JIKA MEMANG ACARA 1, 2, 3, 7, 40 DST, BOLEH MAKA TUNJUKKAN DALILNYA. BAIK DARI AL QURAN ATAU HADITS. YANG DI TANYAKAN DI ATAS ITU ADALAH URUTAN 1, 2, 3, 7, 40, DST.... JIKA URUT BEGINI BERARTI KAN SUDAH JADI IBADAH. NAH KALO MEMNG DIA IBADAH, TUNJUKKAN DALILNYA.... GITU AJA KOK REPOT
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
HR. Imam Baihaqi meriwayatkan dari Alwaqidi, bahwa konon Nabi SAW pada tiap tahun sekali mendatangi gunung Uhud seraya mengucapkan doa untuk ahli kubur dengan mengeraskan suara: Salamun alaikum bimaa shabartum fani'ma uqbad daar (semoga keselamatan senantiasa tetap tercurah atas diri kalian, sesungguhnya balasan yang terbaik adalah di sorga nanti).

Itulah salah satu cara Nabi SAW men-tahlil-i para syuhada Uhud pada tiap tahun sekali. Jadi tidak ada larangan sama sekali kapan saja umat Islam akan mendoakan dan men-tahlil-i keluarganya yang telah wafat, mau rutinan tahunan, atau hari ke satu, ke dua, ke tiga, ke tujuh, ke sepuluh, ke tiga puluh, ke empat puluh, ke tujuh puluh, ke seratus, ke lima ratus, ke seribu, atau mau tiap malam Jumat, atau mau tiap tahun sekali, tidak ada masalah, bahkan hukumnya tetap saja sunnah mengikuti amalan Nabi SAW, karena Nabi SAW juga mendoakan pamandanya, Sayyidina Hamzah beserta para syuhada Uhud lainnya pada tiap tahun sekali.

Adapun untuk penentuan waktunya itu termasuk perkara mubah / boleh-boleh saja, dan pengamal tahlilan dan doa untuk mayyit itu akan tetap mendapat pahala yang besar, karena mengikuti sunnah Rasul dan termasuk melaksanakan amalan dzikir kepada Allah.

Ini sama saja hukumnya dengan orang mau pergi musafir untuk bersilatur rahim kepada saudaranya. Mau tidak bermalam, atau bermalam satu, dua, tiga, tujuh, empat puluh, seratus, seribu hari, atau berapa saja lama waktunya yang ia kehendaki, tetap saja hukumnya bersilatur rahim itu sunnah, dan pengamalnya akan mendapat pahala yang besar.

Coba, kalau memang dilarang oleh agama, tolong tunjukkan kepada kami ayat Alquran atau Hadits Nabi SAW yang secara tektual melarang orang melaksanakan tahlilan dan mendoakan keluarganya yang telah wafat pada hari ke satu, dua, tiga, tujuh, empat puluh, seratus, seribu, maupun setiap tahun (haul) sekali. Pasti tidak ada dalil yang melarangnya.

11.
Pengirim: ahmad alquthfby  - Kota: probolinggo
Tanggal: 6/9/2011
 
Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil yg melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yg sudah diperbolehkan oleh Rasulullah saw, justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yg melarang orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, siapa yg alergi dengan suara Laa ilaaha illallah kalau bukan Iblis dan pengikutnya ?, siapa yg membatasi orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?, semoga Allah memberi hidayah pada muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha illallah, tak pula ada larangan untuk melarang yg berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100 atau kapanpun, pelarangan atas hal ini adalah kemungkaran yg nyata. Bila hal ini dikatakan merupakan adat orang hindu, maka bagaimana dengan computer, handphone, mikrofon, dan lainnya yg merupakan adat orang kafir, bahkan mimbar yg ada di masjid masjid pun adalah adat istiadat gereja, namun selama hal itu bermanfaat dan tak melanggar syariah maka boleh boleh saja mengikutinya, sebagaimana Rasul saw meniru adat yahudi yg berpuasa pada hari 10 muharram, (shahih Bukhari) bahwa Rasul saw menemukan orang yahudi puasa dihari 10 muharram karena mereka tasyakkur atas selamatnya Musa as, dan Rasul saw bersabda : Kami lebih berhak dari kalian atas Musa as, lalu beliau saw memerintahkan muslimin agar berpuasa pula” (HR Shahih Bukhari hadits no.3726, 3727) Kita bisa melihat bagaimana para Huffadh dan para Imam imam mengirim hadiah pd Rasul saw : • Berkata Imam Alhafidh Al Muhaddits Ali bin Almuwaffiq rahimahullah : “aku 60 kali melaksanakan haji dengan berjalan kaki, dan kuhadiahkan pahala dari itu 30 haji untuk Rasulullah saw”. • Berkata Al Imam Alhafidh Al Muhaddits Abul Abbas Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji yg pahalanya untuk Rasulullah saw dan aku menyembelih Qurban 12.000 ekor untuk Rasulullah saw, dan aku khatamkan 12.000 kali khatam Alqur’an untuk Rasulullah saw, dan kujadikan seluruh amalku untuk Rasulullah saw, ia adalah murid dari Imam Bukhari rahimahullah, dan ia memiliki 70 ribu masalah yg dijawab oleh Imam Malik, beliau lahir pada 218 H dan wafat pada 313H • Berkata Al Imam Al Hafidh Abu Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti Abul Abbas dan aku haji pula 7X untuk rasulullah saw, dan aku mengkhatamkan Alqur’an 700 kali khatam untuk Rasulullah saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal 111).  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk Mas Jaya, sangat perlu menyimak suguhan ilmu dari Akhi Ahmad, agar menambah wawasan.

12.
Pengirim: khofy alquthfby  - Kota: probolinggo
Tanggal: 6/9/2011
 
berkaitan dengan acara tujuh hari yang juga menjadi tradisi Hindu,
dalam Islam sendiri, tradisi selamatan tujuh hari telah ada sejak generasi
sahabat Nabi SAW.. Al-Imam Sufyan, seorang ulama salaf berkata: "Dari Sufyan,
bahwa Imam Thawus berkata, "Sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji
di dalam kubur selama tujuh hari, oleh karena itu mereka (kaum salaf)
menganjurkan bersedekah makanan untuk keluarga yang meninggal selama
tujuh hari. tersebut." (HR al-Imam Ahmad dalam al-Zuhd al-Hafizh Abu Nu'aim,
dalam Hilyah al-Auliya’ juz 4, hal 11 dan al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Mathalib al-
'Aliyah, juz5, hal 330).
Riwayat di atas menjelaskan bahwa tradisi selamatan selama tujuh hari telah
berjalan sejak generasi sahabat Nabi Sudah barang tentu, para sahabat dan
genetaj salaf tidak mengadopsinya dari orang Hindu. Karena orang-orang Hindu
tidak ada di daerah Arab.
Dan seandainya tradisi selamatan tujuh hari tersebut diadopsi dari tradisi Hindu,
maka hukumnya jelas tidak haram, bahkan bagus untuk dilaksanakan,
mengingat acara dalam kedua tradisi tersebut sangat berbeda. Dalam selamatan
tujuh hari, kaum Muslimin berdzikir kepada Allah. Sedangkan orang Hindu
melakukan kemungkaran. Dalam hadits shahih Rasulullah bersabda:
"Dari Ibn Mas'ud Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang berdzikir kepada Allah
di antara kaum yang lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di
antara kaum yang melarikan diri dari medan peperangan." (HR. al-Thabarani
dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam al-Ausath. Alhafizh al-Suyuthi menilai
hadits tersebut shahih dalam al-Jami’ al-Shaghir).
berkaitan dengan tradisi tahlilan, itu bukan tradisi Indonesia atau
Jawa. Kalau kita menyimak fatwa Syaikh Ibn Taimiyah al-Harrani, tradisi tahlilan
telah berkembang sejak sebelum abad ketujuh Hijriah, Dalam kitab Majmu'
Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiah disebutkan:
"Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli
dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, "Dzikir kalian ini bid'ah,
mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid'ah". Mereka memulai dan
menutup dzikirnya dengan al-Qur'an, lalu mendo’akan kaum Muslimin yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara
tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illa billaah) dan
shalawat kepada Nabi SAW. Lalu Ibn Taimiyah menjawab: "Berjamaah dalam
berdzikir, mendengarkan al-Qur'an dan berdoa adalah amal shaleh, termasuk
qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-
Bukhari, Nabi SAW bersabda, "Sesungguhrrya Allah memiliki banyak Malaikat
yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan
sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil,
"Silahkan sampaikan hajat kalian", lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi,
"Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu"... Adapun
memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca alQur'an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta padi sebagian waktu
malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah SAW dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn
Taimiyah, juz 22, hal. 520)
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kupasan yang cukup mendalam dari Akhi Ahmad, tentu sangat dibutuhkan oleh komunitas Wahhabi Indonesia, khususnya Mas Jaya, agar lebih memahami ajaran Islam.

13.
Pengirim: ikbal  - Kota: bekasi
Tanggal: 24/1/2012
 
ustadz saya mau tanya, melakukan tahlilan itu boleh , tapi tadz actualisasi di lapangan itu berbeda, mungkin ustadz perlu detail lagi, karena bayak yg melakukan tahlilan org meninggal seperti sesuatu budaya yang di haruskan ( wajib ), contoh keluarga miskin ada yg meninggal dunia, sedangkan hidup nya aza kekurangan, tapi karena budaya yang sdh ada, dia sangat di paksakan melakukan tahlilan, walaupun biaya nya itu dapat pinjam. mohon penjelasn untuk hal ini, syukron 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kesalahan perilaku sebaian masyarakat, tidak berpengaruh pada status hukum agama. Contoh, hukumnya wanita muslimah menampakkan rambutnya di depan lelaki non mahram adalah haram. Lantas bagaimana realita di masyarakat Indonesia yg mayoritas wanita muslimahnya tidak menutup rambut, apa hukumnya menjadi halal mengikuti 'aktualisasi' (meminjam istilah sampean) di masyarakat ? Pasti jawaban : TIDAK !

14.
Pengirim: turiman  - Kota: banjarnegara
Tanggal: 16/3/2012
 
perbedaan bukan untuk diperdebatkan... saling menghormati dalam perbedaan dan bekerjasama dalam hal yang disepakati itu lebih baik... 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tahlilan di tengah masyarakat adalah termasuk almamater muslim asli Indonesia yg diajarkan oleh para Walisongo, sang penyebar Islam pertama di Indonesia, yg bermadzhab Sunni Syafi'i. Sekira tidak ada pihak-pihak pendatang baru yang menggugatnya, terlebih menvonis Tahlilan sebagai amalan sesat, maka tidak perlu umat Islam mengangkat tema pembahasan Tahlilan. Tapi nyatanya ... ?

15.
Pengirim: cukup bagus  - Kota: Tangerang
Tanggal: 5/9/2012
 
Tahlilan pada hari ke 1, 2, 3, 7, 40, 100, 1000, itu tujuannya bagus, yaitu secara pribadi muslim untuk lebih mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, yaitu dengan mengagungkan asma ALLAH SWT, Artinya sebagai bukti pelaksanaan ajaran Al-Qur'an, Kalau saya pribadi sekarang ini ingin mendapatkan kumpulan doa, wirid yang baik melaksanakan tahlilan secara khusu', mohon yang punya bisa dikirim ke saya, agar saya bisa tahlilan dengan baik dan benar, terima kasih. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mas Cukup Bagus sebaiknya mencantumkan identitas dan alamat yang dapat dihubungi, barangkali ada pengunjung yang akan merespon.

16.
Pengirim: Muththoin Tsamma Amiin  - Kota: Nanga Pinoh (Kalimantan Barat)
Tanggal: 14/9/2012
 
Asswrwb Pak Ustadz Luthfi, Semoga pak ustadz selalu dalam lingdungan Allah Taala.. aamiin.. (mohon doakan saya pak ustadz... syukron)...
Afwan.... dulu ana pernah mengharamkan diri ikut tahlilan... Tapi Alhamdulillah sekarang tidak lagi... Saya dulu pendengar setia Radio Rodja (Syiar Wahabi)... Tapi Alhamdulillah sekarang tidak lgi.... Kalau menurut Pak Ustadz... apakah memang ada amalan yang "benar-benar bid'ah"?? Boleh tolong disebutkan pak?? Syukran... (Oh iya... salam-salaman habis sholat dibarengi bacaan sholawat itu bid'ah tidak?? - menurut saya ini bid'ah... kalau salaman saja tidak pakai sholawat baru tidak bid'ah).... Syukran Jazakallau Khoiron...
Wasswrwb... 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sebaiknya akhi baca dengan teliti artikel kami berjudul: KULLU BID`ATIN DHALALAH beserta komentar-komentarnya.

Amalan bid`ah ada dua, yang boleh dan yang tidak boleh:

> Yang boleh itu namanya hasanah, karena hanyalah perubahan `metode` dari subtansi amalan yang sudah diajarkan Nabi SAW, contohnya Tahlilan. Konon Nabi SAW melaksanakan Tahlilan dengan metode datang ke makam kuburan Sy. Hamzah di gunung Uhud dengan mendoakan janazah Sy. Hamzah (baca artikel kami berjudul : Penting Berziarah Ke-tempat Bersejarah), beliau SAW mengundang beberapa shahabatnya, sedangkan warga Aswaja melaksanakan Tahlilan di rumahnya dengan mengundang warga sekitar. Demikian juga Nabi SAW konon membaca Alquran dan memperdengarkannya kepada umat Islam sercara langsung, sedangkan saat ini banyak tokoh Wahhabi membaca Alquran dan memperdengarkannya kepada masyarakat dengan metode rekaman kaset.

> Bid`ah yang tidak boleh, namanya bid`ah sayyiah/dhalalah, yaitu bid`ah yang bertentangan dengan nash Alquran dan Hadidts, contohnya : Tokoh-tokoh pluralis sengaja mengajarkan Doa Bersama Lintas Agama dengan mengumpulkan tokoh-tokoh dari berbagai agama untuk bersama-sama berdoa kepada tuhannya masing-masing secara bergantian di satu tempat, dan dihadiri dan diamini oleh berbagai umat campuran dari agama-agama yang berbeda. Amalan ini jelas-jelas BID`AH DHALALAH.

17.
Pengirim: asthon  - Kota: Tangsel
Tanggal: 22/9/2013
 
Aslmkm pak ustadz, maaf mungkin komentar saya terlambat 3 tahun, saya hanya sedih melihat perbedaan umat hanya karena masalah tahlilan / doa qunut dalam shubuh dll, alangkah bijaksana kalo kita memahami perbedaan tanpa mengkafirkan/mensesatkan atau apalah namanya mengenai perbedaan ini, saya bukan wahabi,salafi,sunni,syiah dll, saya hanya muslim yg masih hrs bnyk belajar berlandaskan Al Quran dan Hadits. Saya sendiri sholat shubuh mengikuti Imam baik yg dengan doa qunut / tidak tanpa menghakimi itu salah atau benar, begitu juga dlm hal tahlilan / tidak, saya menghormati yg tahlilan dan tidak menghakimi juga bagi ada yg tidak tahlilan, kalo saya perhatikan pak ustad agak sedikit tidak bijaksana (maaf kalo saya salah) menilai yg tidak tahlilan dan mencap sebagai wahabi (pdhl blm tentu yg tdk tahlilan itu selalu wahabi), pertanyaan nya kalo saya meninggal dan saya mewasiatkan keluarga saya agar tdk tahlilan apakah saya berdosa?? dan melanggar syariat? dan saya bukan jg wahabi (krn mungkin saya lebih setuju untuk berwasiat agar keluarga bersedekah untuk saya). krn mnrt saya yg kurang ilmu ini Tahlilan bukanlah ibadah wajib (apalagi bagi klrg yg tdk mampu dan memaksakan dengan berhutang) krn tdk di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW, kalo perihal umat skrng menggunakan teknologi internet dll yg tdk dicontohkan Nami Muhammad SAW itu kan perubahan perkembangan zaman yg malah kita wajib mempelajari dan menggunakan nya untuk kebaikan (dakwah/komunikasi silahturahmi dll). Dan saya juga sangat tdk setuju kalo yg anti tahlilan juga menghakimi yg pro tahlilan dengan kalimat bid'ah,sesat dll, krn dlm tahlilan juga kita berzikir dan doa dan sebagai pelipur lara bagi klrg yg di tinggalkan. Kesimpulan nya saya yg kurang ilmu berharap kita ummat janganlah terpecah krn masalah2 seperti ini,Insya Allah sebentar lagi kita hanya menunggu panji La ilaha illa Allah berkibar di bumi Allah ini berbaiat kpd Imam mahdi dan menunggu kedatangan Isa bin Maryam untuk memusnahkan Dajjal dan pengikutnya agar ummat ini bersatu tdk terpecah dan hukum syariat Islam di tegakkan di bumi Allah ini, JazakAllah Khair, Wassalamu'alaikum Wr Wb  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda mengatakan: Alangkah bijaksana kalo kita memahami perbedaan tanpa mengkafirkan/mensesatkan atau apalah namanya mengenai perbedaan ini, saya bukan wahabi,salafi,sunni,syiah dll, saya hanya muslim yg masih hrs bnyk belajar berlandaskan Al Quran dan Hadits. Saya sendiri sholat shubuh mengikuti Imam baik yg dengan doa qunut / tidak tanpa menghakimi itu salah atau benar, begitu juga dlm hal tahlilan / tidak, saya menghormati yg tahlilan dan tidak menghakimi juga bagi ada yg tidak tahlilan.
Jawaban kami: Mungkin anda perlu banyak belajar karena didalam islam itu tidak dapat kita pungkiri ada ajaran yang shahih dan ada ajaran yang sesat. Apakah anda mengakui bahwa semua aliran didalam Islam itu benar adanya? Sunni yang ketika nama para khulafaurrasyidin disebut, meresponnya dengan kalimat “Radiyallohu’anhu”; sedangkan syi’ah ketika nama para khulafaurrasyidin disebutkan, merespon dengan sangat kontradiktif yakni “Laknatullohi ‘alaih”. Apakah disini sunni dan syiah dapat bertemu? Apakah semuanya benar? Padahal, didalam al Quran sangat jelas bahwa para khulafaurrasyidin itu dijamin Surga. Ini masih perbedaan yang sangat santun, masih banyak perbedaan2 terutama dalam bidang aqidah yang memiliki nilai kontradiksi yang sangat ekstreem. Kami kira anda lebih dewasa menyikapi hal ini, dengan mengedepankan pengetahuan yang cukup agar anda bisa mawas diri menentukan arah pilihan jalan/aliran yang anda pilih, janganlah anda memelihara sikap membenarkan semuanya tanpa melihat secara jelas bahwa ada jurang perbedaan yang sangat dalam diantara beberapa aliran tersebut.
Anda mengatakan: Kalo saya perhatikan pak ustad agak sedikit tidak bijaksana (maaf kalo saya salah) menilai yg tidak tahlilan dan mencap sebagai wahabi (pdhl blm tentu yg tdk tahlilan itu selalu wahabi), pertanyaan nya kalo saya meninggal dan saya mewasiatkan keluarga saya agar tdk tahlilan apakah saya berdosa?? dan melanggar syariat? dan saya bukan jg wahabi (krn mungkin saya lebih setuju untuk berwasiat agar keluarga bersedekah untuk saya). krn mnrt saya yg kurang ilmu ini Tahlilan bukanlah ibadah wajib (apalagi bagi klrg yg tdk mampu dan memaksakan dengan berhutang) krn tdk di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW, kalo perihal umat skrng menggunakan teknologi internet dll yg tdk dicontohkan Nami Muhammad SAW itu kan perubahan perkembangan zaman yg malah kita wajib mempelajari dan menggunakan nya untuk kebaikan (dakwah/komunikasi silahturahmi dll).
Jawaban kami: Yang Wahabi itu adalah yang menganggap bahwa tradisi tahlilan itu sesat, karena para Ulama Wahabi menganggap bahwa Tahlilan itu sesat, dan kesesatan itu Neraka tempatnya. Jika anda menganggap bahwa tahlilan itu bukanlah amaliah yang sesat, ya berarti anda bukan bagian dari sekte wahabi. Wahabi itu sebuah istilah saja untuk mempermudah sekte/golongan yang sering menganggap amaliah orang lain yang mempunya dasar/pijakan, akan tetapi dinilai sebagai kesesatan.
Anda mengatakan: Dan saya juga sangat tdk setuju kalo yg anti tahlilan juga menghakimi yg pro tahlilan dengan kalimat bid'ah,sesat dll, krn dlm tahlilan juga kita berzikir dan doa dan sebagai pelipur lara bagi klrg yg di tinggalkan.
Jawaban kami: Nah.. Beberapa artikel yang kami muat adalah bentuk dari ketidak setujuan kami terhadap klaim sesat mereka terhadap tradisi Tahlilan yang memiliki akar pijakan yang sangat kuat. Karena kami selalu mengikuti hadist Rasul: الساكت عن الحقّ شيطان أخرس “Orang yang diam dan tidak menjelaskan kebenaran adalah setan yang bisu”.
Anda mengatakan: Kesimpulan nya saya yg kurang ilmu berharap kita ummat janganlah terpecah krn masalah2 seperti ini,Insya Allah sebentar lagi kita hanya menunggu panji La ilaha illa Allah berkibar di bumi Allah ini berbaiat kpd Imam mahdi dan menunggu kedatangan Isa bin Maryam untuk memusnahkan Dajjal dan pengikutnya agar ummat ini bersatu tdk terpecah dan hukum syariat Islam di tegakkan di bumi Allah ini, JazakAllah Khair, Wassalamu'alaikum Wr Wb
Jawaban kami: Kami merasa kita wajib terpecah belah dalam urusan Ad-Dien ini, akan tetapi untuk masalah sosial tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama. Dalam hidup ini ada hitam dan ada putih, dan kita harus memiliki identitas secara jelas. Alhamdulillah kami masih memiliki kepala satu yang artinya kami tidak punya kepala dua untuk memilih warna Abu-Abu (antara warna putih dan hitam) yaitu Aswaja tulen, NU GARIS LURUS, bukan Wahhabi yang termasuk kelompok minoritas keberadaannya di dunia ini, dan bukan pengikut aliran yang setengah-setengah alias Ge Je (Gak Jelas). Karena kami meyakini kebenaran hadits Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2128.
عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهُوزَنِيْ عَنْ مُعَاوِيَّةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ أًلا إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ : أَلا إِنَّ مِنْ قَبْلِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوْا عَلٰى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً، وَإِنْ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلٰى ثَلاثٍِ وَسَبْعِيْنَ اثْنَتَانِ وَسَبْعِوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
Artinya : Dari Abu ‘Aamir Al-Huzaniy, dari Mu’awiyyah bin Abi Sufyan bahwasannya ia (Mu’awiyyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata : Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bediri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda : Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan. (Adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu ”Al-Jama’ah”.
Ibnu Majah berkata, bahwa al Abbas bin Utsman ad Dimasyqi meriwayatkan kepada kami dari al Walid bin Muslim, dari Mu’adz bin Rifa’ah as Salami, dari Abu Khalaf al A’ma, sesungguhnya ia mendengar Anas bin Malik berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya umatku tidak bersekutu di atas kesesatan. Apabila kalian menemukan perselisihan, maka ikutilah kelompok yang lebih banyak (mayoritas)
Rasulullah SAW bersabda:
ان الله لا يجمع أمتي على ضلالة , و يد الله على الجماعة , من شد شد الى النار , رواه الترمذي , زاد ابن ماجه : فاذا وقع الاختلاف , فعليك بالسواد الأعظم , مع الحق و أهله , و فى الجامع الصغير , ان الله قد أحار أمتي أن تجتمع على ضلالة
“Sesungguhnya Allah tidak akan menyesatkan umatku secara keseluruhan. Kekuasaan Allah berada pada Jama’ah (kelompok). Barangsiapa yang keluar (berpisah dari jama’ah), maka ia akan terjerumus ke dalam api neraka, Tirmidzi telah meriwayatkan hadis ini. Imam Ibnu Majah menambahkan: “Jika terjadi perbedaan (di antara kalian), maka hendaklah kalian berpegang tegung pada “As-Sawad Al-Adhzam” (mayoritas ulama yang agung), beserta yang benar (hak) dan yang ahlinya. Dan dalam kitab “Al-Jami’us Shagir” diterangkan bahwa Allah telah menyelamatkan umatku dari kesesatan yang dilakukan secara sepakat oleh jama’ah”.
Mayoritas ulama yang agung tersebut adalah para ulama pengikut madzhab yang empat, termasuk Imam Bukhari (ahli hadits) adalah pengikut madzhab Syafi’i. Ia mempelajarinya dari Imam Humaidi, Za’farani, dan Karabisi. Begitupula, Imam Khuzaimah, dan Imam Nasa’i. Imam Junaidi adalah pengikut Imam Ats-Tsauri. Imam Syubuli adalah pengikut madzhab Maliki. Mengikuti madzhab yang jelas hakekatnya adalah memperkokoh, lebih mendekatkan kepada pengetahuan, dan lebih mendorong kepada kebenaran, serta lebih mudah mendapatkannya. Melalui jalan inilah dalam rangka melaksanakan sikap dan perilaku para ulama salaf shaleh serta para guru terdahulu. Semoga Allah meridhai mereka.

18.
Pengirim: cahyono  - Kota: probolinggo
Tanggal: 4/1/2014
 
peringatan
kematian serupa terdapat dalam kitab
weda, kitab suci orang Hindu. Dalam
Kitab Manawa Dharma Sastra Weda
Seperti hal. 99, 192, 193 yang berbunyi :
“Termashurlah
selamatan yang
diadakan pada hari
pertama, ketujuh, empat
puluh, seratus dan
seribu.”
Upacara selamatan untuk memperingati
hari kematian orang Jawa hari ke 1, 7, 40,
100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran
Hindu”. Nah, kini jelas bukan?

Muktamar NU ke-1 di Surabaya 21
Oktober 1926, ulama-ulama NU terdahulu sepakat
Tahlilan Kematian adalah bagian dari
Bid’ah Munkarah, karena termasuk dalam
aktivitas meratapi kematian. Ulama NU
waktu itu sepakat perbuatan tersebut
merupakan perbuatan tercela, walaupun
tidak sampai haram.
Untuk mengakhiri untaian kata ini, ada
baiknya kami kutip hadis:
“Dari Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
‘ala aalihi wasallam
bersabda:”Barang siapa
yang menyerupai suatu
kaum maka dia
termasuk bagian dari
kaum tersebut”(HR.
Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Ibnu
Hibban)
“Jauhilah oleh kalian
perkara baru dalam
agama kami, sebab
perkara yang tak
pernah kmi contohkan
tertolak
amalannya” (HR.
Bukhari)
Mohon maaf atas segala kesalahan, sekali
lagi saya tegaskan ini bukan untuk
berdebat tapi hanya sebuah penelusuran saya 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mas Cahyono, anda kalau baca artikel di situs Pejuang Islam ini jangan setengah-setengah, baca yang teliti dan lengkap beserta seluruh komentarnya, biar nyambung dan tidak terulang-ulang.

Pertanyaan anda sudah terjawab, apa anda belum pernah belajar tentang hadits bahwa Nabi SAW juga meniru puasanya kaum Yahudi, yaitu puasa Asyura, lantas beliau SAW memerintahkan agar umat Islam juga melaksanakan puasa Asyura seperti kebiasaan kaum Yahudi itu, namun hanya saja Nabi SAW minta agar ada perbedaan antara puasa Asyuranya umat Islam dengan puasanya kaum Yahudi, yaitu ditambah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.

19.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 6/1/2014
 
Peringatan kematian serupa terdapat dalam kitab weda, kitab suci orang Hindu. Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Seperti hal. 99, 192, 193 yang berbunyi : “Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu.” Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa hari ke 1, 7, 40, 100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran Hindu”. Nah, kini jelas bukan? Muktamar NU ke-1 di Surabaya 21 Oktober 1926, ulama-ulama NU terdahulu sepakat Tahlilan Kematian adalah bagian dari Bid’ah Munkarah, karena termasuk dalam aktivitas meratapi kematian. Ulama NU waktu itu sepakat perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela, walaupun tidak sampai haram. Untuk mengakhiri untaian kata ini, ada baiknya kami kutip hadis: “Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam bersabda:”Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut”(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban) “Jauhilah oleh kalian perkara baru dalam agama kami, sebab perkara yang tak pernah kmi contohkan tertolak amalannya” (HR. Bukhari) Mohon maaf atas segala kesalahan, sekali lagi saya tegaskan ini bukan untuk berdebat tapi hanya sebuah penelusuran

= Dari aspek mana, anda mengatakan bahwa tradisi Tahlilan bersumber dari tradisi non-Islam? Jika yang anda maksudkan adalah tradisi pengiriman pahala kepada orang yang meninggal, maka hal ini sama sekali bersumber dari Islam, bukan dari non Islam. Para ulama yang mengatakan sampainya kiriman pahala kepada orang yang meninggal tidak pernah berdalil dengan ajaran non-Islam. Semuanya berdasarkan al-Qur’an dan hadits.
Jika yang anda maksudkan, adalah pelaksanaan ritual Tahlilan selama tujuh hari dengan memberi makan kepada orang yang ta’ziyah, maka acara tujuh hari ini telah berlangsung sejak generasi sahabat Nabi , sebagaimana kami paparkan pada bagian di atas, dan berlangsung di Hijaz (Makkah dan Madinah) hingga abad ke-10 Hijriah.
Jika yang anda maksudkan adalah komposisi bacaan dalam Tahlilan yang mencampur antara ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan shalawat kepada Nabi , maka hal ini juga ada tuntunannya dari hadits-hadits shahih seperti telah kami paparkan sebelumnya.
Di sini juga perlu dipaparkan, bahwa Islam mewajibkan umatnya bersikap adil, meskipun terhadap musuh yang dibenci sekalipun. Islam tidak menilai setiap budaya dan tradisi yang dilakukan oleh suatu bangsa non-Islam pasti salah dan harus diberantas. Budaya dan tradisi yang baik tidak berubah menjadi buruk dan salah karena dilakukan oleh orang non-Islam. Ketika sebuah tradisi yang dilakukan oleh kaum non-Islam itu memang benar, maka Islam membenarkan dan menganjurkannya. Dalam hadits shahih diriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَتْ قُرَيْشٌ تَصُوْمُ عَاشُوْرَاءَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَان رَسُوْلُ اللهِ  يَصُوْمُهُ فَلَمَّا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِيْنَةِ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ شَهْرُ رَمَضَانَ قَالَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
“Dari Aisyah ra: “Kaum Quraisy melakukan pusa Asyura pada masa Jahiliyah dan Rasulullah  juga melakukannya. Setelah beliau hijrah ke Madinah, beliau tetap berpuasa dan memerintahkan umatnya melakukannya. Kemudian setelah puasa Ramadhan difardhukan, beliau bersabda: “Barang siapa yang hendak berpuasa, berpuasalah, dan barangsiapa yang hendak meninggalkannya, tinggakanlah.” (HR. al-Bukhari [1893] dan Muslim [1125]).
Dalam hadits Muslim diriwayatkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ  الْمَدِيْنَةَ فَوَجَدَ الْيَهُوْدَ يَصُوْمُوْنَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَسُئِلُوْا عَنْ ذَلِكَ فَقَالُوْا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِيْ أَظْهَرَ اللهُ فِيْهِ مُوْسَى وَبَنِيْ إِسْرَائِيْلَ عَلىَ فِرْعَوْنَ فَنَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ  نَحْنُ أَوْلَى بِمُوْسَى مِنْكُمْ فَأَمَرَ بِصَوْمِهِ
“Dari Ibnu Abbas ra, berkata: “Rasulullah  datang ke Madinah, lalu menemukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Lalu mereka ditanya tentang puasa tersebut. Mereka menjawab: “Pada hari ini Allah memenangkan Musa dan Bani Israil atas Raja Fir’aun, kami melakukan puasa karena merayakannya.” Lalu Nabi  bersabda: “Kami lebih berhak dengan Musa dari pada kalian.” Lalu beliau memerintahkan umatnya berpuasa Asyura.” (HR. Muslim [1130]).
Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa Rasulullah  berpuasa dan memerintahkan puasa Asyura, bukan karena perintah wahyu dalam al-Qur’an. Puasa tersebut adalah tradisi yang dilakukan oleh kaum Jahiliyah dan kaum Yahudi. Akan tetapi karena, puasa tersebut benar dalam pandangan Islam, maka Rasulullah  memerintahkan umatnya berpuasa pada hari Asyura.
Tradisi pengobatan alternatif dengan cara ruqyah telah berkembang sejak masa Jahiliyah. Ketika Islam datang, Rasulullah  tidak melarang semua bentuk ruqyah. Akan tetapi, Rasulullah  memilah tata cara ruqyah yang benar, lalu membolehkannya dan tata cara ruqyah yang salah, lalu melarangnya. Dalam sebuah hadits shahih dijelaskan:
عَنْ عُمَيْرٍ مَوْلَى أَبِي اللَّحْمِ ، قَالَ : مَرَّ بِيَ رَسُولُ الله ، فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ رُقْيَةً كُنْتُ أَرْقِي بِهَا الْمَجَانِينَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، فَقَالَ : اطْرَحْ مِنْهَا كَذَا وَكَذَا ، وَارْقِ بِمَا بَقِيَ. قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ زَيْدٍ : فَأَدْرَكْتُهُ وَهُوَ يَرْقِي بِهَا الْمَجَانِينَ.
“Dari Umair maula Abi al-Lahm, berkata: “Rasulullah  lewat dan bertemu aku, lalu aku tunjukkan kepada beliau tata cara ruqyah yang aku lakukan untuk menyembuhkan orang gila pada masa Jahiliyah. Lalu beliau berkata: “Buanglah cara yang ini dan itu, dan ruqyahlah dengan cara sisanya.” Muhammad bin Zaid berkata: “Aku menuntuti Umair melakukan ruqyah terhadap orang gila dengan cara tersebut.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan al-Thabarani).
Suatu bangsa terkadang memiliki karater dan tradisi yang baik, yang mungkin jarang dimiliki oleh bangsa lain, meskipun terkadang bangsa tersebut penganut agama non-Islam. Dalam hal ini, Islam tetap menilai positif karakter baik yang menjadi watak mereka. Ketika Rasulullah  membicarakan bangsa Romawi, penganut agama Kristen yang akan menjadi musuh bebuyutan umat Islam hingga hari kiamat, beliau mengakui karakter positif mereka. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
قَالَ الْمُسْتَوْرِدُ الْقُرَشِيُّ عِنْدَ عَمْرٍو بْنِ الْعَاصِ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ: تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَالرُّوْمُ أَكْثَرُ النَّاسِ فَقَالَ لَهُ عَمْرٌو أَبْصِرْ مَا تَقُوْلُ قَالَ أَقُوْلُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ  قَالَ لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ إِنَّ فِيْهِمْ لَخِصَالًا أَرْبَعًا إنَّهُمْ لَأَحْلَمُ النَّاسِ عِنْدَ فِتْنَةٍ وَأَسْرَعُهُمْ إِفَاقَةً بَعْدَ مُصِيْبَةٍ وَأَوْشَكُهُمْ كَرَّةً بَعْدَ فَرَّةٍ وَخَيْرُهُمْ لِمِسْكِيْنٍ وَيَتِيْمٍ وَضَعِيْفٍ وَخَامِسَةٌ حَسَنَةٌ جَمِيْلَةٌ وَأَمْنَعُهُمْ مِنْ ظُلْمِ الْمُلُوْكِ.
“Al-Mutaurid al-Qurasyi berkata di hadapan Amr bin al-Ash: “Aku mendengar Rasulullah  bersabda: “Kiamat akan terjadi ketika bangsa Romawi mayoritas manusia.” Amr berkata kepadanya: “Kamu mengerti apa yang kamu bicarakan?” Al-Mustaurid menjawab: “Aku berkata apa yang aku dengar dari Rasulullah .” Amr bin al-Ash berkata: “Kalau kamu berbicara begitu, sesungguhnya mereka memiliki empat karakter. Bangsa yang paling sabar menghadapi ujian, paling cepat bangkit setelah mengalami musibah, paling cepat menyerang setelah mengalami kekalahan dan bangsa paling baik terhadap kaum miskin, yatim dan kaum lemah. Dan karakter kelima yang baik, mereka bangsa yang paling keras menolak kezaliman penguasa.” (HR. Muslim [2898]).
Tidak jarang dalam suatu budaya dan tradisi terkandung nilai-nilai etika yang mulia dan luhur. Meskipun budaya tersebut berasal dari budaya non-Islam. Tentu saja, Islam akan menyempurnakan nilai-nilai etika luhur yang dikandungnya, bukan memberantasnya. Rasulullah  bersabda:
عَن أبي هُرَيرة ، عَن النَّبِيِّ  قَالَ : إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلاَقِ.
“Dari Abu Hurairah, Nabi  bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan budi pekerti.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, Ibnu Sa’ad, Ahmad dan al-Hakim).
Dalam hadits tersebut, Rasulullah  menegaskan “menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan budi pekerti”, hal ini memberikan pengertian bahwa Islam mengakui adanya nilai-nilai etika yang luhur dalam tradisi non-Islam, dan Islam bertugas untuk menyempurnakannya.
Kaum Anshar, yang merupakan penduduk asli Madinah, memiliki karakter dermawan yang luar biasa. Mereka rela keluarganya tidak makan, demi memberi makan kepada tamunya yang sangat membutuhkan. Hal ini seperti ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an (QS. 59 : 9). Ketika Rasulullah  datang ke Madinah, ceramah pertama yang beliau sampaikan di hadapan mereka, adalah menyinggung karakter kaum Anshar yang suka memberi makan tamu. Sahabat Abdullah bin Salam mengisahkan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ  الْمَدِيْنَةَ اِنْجَفَلَ النَّاسُ قِبَلَهُ فَكُنْتُ فِيْمَنْ اِنْجَفَلَ فَلَمَّا رَاَيْتُ وَجْهَهُ عَرَفْتُ اَنَّهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ فَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ اَيُّهَا النَّاسُ اَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَاَفْشُوا السَّلاَمَ وَصِلُوا اْلاَرْحَامَ وَصَلُّوْا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
“Dari Abdullah bin Salam, berkata: “Ketika Nabi  datang ke Madinah, orang-orang segera berdatangan menghampiri beliau, dan aku termasuk orang yang segera menghampiri beliau. Setelah aku melihat wajah beliau, akan yakin, itu bukan wajah seorang pembohong. Lalu pertama kali ucapan yang aku dengar dari beliau adalah: “Wahai manusia, suguhkanlah makanan, sebarkan salam, sambung kekerabatan, dan lakukanlah shalat ketika manusia sedang tidur pulas, kalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah [3251] dan al-Thabarani ).
Beberapa paparan di atas menyimpulkan bahwa tidak semua budaya dan tradisi non-Islam itu salah dan harus dijauhi. Islam tidak menafikan budaya atau tradisi non-Islam yang benar dan menjungjung tingga nilai-nilai etika. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan agar kita selalu mengikuti tradisi masyarakat di mana kita tinggal selama tradisi tersebut tidak dilarang di dalam agama. Dalam konteks ini, al-Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi, ulama terkemuka madzhab Hanbali – madzhab resmi kaum Wahabi, berkata dalam kitabnya al-Adab al-Syar’iyyah:
وَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي الْفُنُونِ لَا يَنْبَغِي الْخُرُوجُ مِنْ عَادَاتِ النَّاسِ إلَّا فِي الْحَرَامِ فَإِنَّ الرَّسُولَ  تَرَكَ الْكَعْبَةَ وَقَالَ (لَوْلَا حِدْثَانُ قَوْمِكِ الْجَاهِلِيَّةَ) وَقَالَ عُمَرُ لَوْلَا أَنْ يُقَالَ عُمَرُ زَادَ فِي الْقُرْآنِ لَكَتَبْتُ آيَةَ الرَّجْمِ. وَتَرَكَ أَحْمَدُ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ لِإِنْكَارِ النَّاسِ لَهَا، وَذَكَرَ فِي الْفُصُولِ عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ وَفَعَلَ ذَلِكَ إمَامُنَا أَحْمَدُ ثُمَّ تَرَكَهُ بِأَنْ قَالَ رَأَيْت النَّاسَ لَا يَعْرِفُونَهُ، وَكَرِهَ أَحْمَدُ قَضَاءَ الْفَوَائِتِ فِي مُصَلَّى الْعِيدِ وَقَالَ: أَخَافُ أَنْ يَقْتَدِيَ بِهِ بَعْضُ مَنْ يَرَاهُ . (الإمام الفقيه ابن مفلح الحنبلي، الآداب الشرعية، ٢/٤٧)
“Imam Ibn ‘Aqil berkata dalam kitab al-Funun, “Tidak baik keluar dari tradisi masyarakat, kecuali tradisi yang haram, karena Rasulullah  telah membiarkan Ka’bah dan berkata, “Seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-masa Jahiliyah…” Sayyidina Umar berkata: “Seandainya orang-orang tidak akan berkata, Umar menambah al-Qur’an, aku akan menulis ayat rajam di dalamnya.” Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan dua raka’at sebelum maghrib karena masyarakat mengingkarinya. Dalam kitab al-Fushul disebutkan tentang dua raka’at sebelum Maghrib bahwa Imam kami Ahmad bin Hanbal pada awalnya melakukannya, namun kemudian meninggalkannya, dan beliau berkata, “Aku melihat orang-orang tidak mengetahuinya.” Ahmad bin Hanbal juga memakruhkan melakukan qadha’ shalat di mushalla pada waktu dilaksanakan shalat id (hari raya). Beliau berkata, “Saya khawatir orang-orang yang melihatnya akan ikut-ikutan melakukannya.” (Al-Imam Ibnu Muflih al-Hanbali, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, hal. 47).
Pernyataan di atas menyimpulkan, bahwa mengikuti tradisi dan budaya suatu masyarakat, selama tradisi dan budaya tersebut tidak diharamkan dalam agama, adalah anjuran madzhab Hanbali, berdasarkan hadits Nabi , perilaku para sahabat dan ulama salaf, di antaranya adalah al-Imam Ahmad bin Hanbal

Mengenai keputusan muktamar NU ke 1 di Surabaya tsb :
Perlu saya luruskan bahwa: Dalam muktamar NAHDLATUL ULAMA (NU) KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 DI SURABAYA:
1.Tdk ada yg membahas soal tahlilan.
2. Yg di bahas dlm muktamar tsb ada ada 27 soal.
3. Salah satu soal pada soal ke 18 yg dibahas adalah masalah :”Keluarga Mayyit Menyediakan Makanan Kepada Penta’ziyah”
4. Pada soal yg ke 18 tsb dijelaskan yg di antaranya bahwa: “Bid’ah dholalah jika prosesi penghormatan kepada mayyit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “MERATAPI” atau memuji secara berlebihan.”
5. Harus difahami bawha antara “TAHLILAN” dengan “MERATAPI” itu sangat jauh sekali pengertiannya.
Semoga bermanfaat bagi para wahabiyyun!
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, semoga Mas Cahyono diberi hidayah oleh Allah hingga segera bertaubat dan keluar dari Aqidah Wahhabiyah.

20.
Pengirim: Ihsan  - Kota: kendari
Tanggal: 25/4/2014
 
Sy masih bingung semoga Allah menunjukan hal yg sebenarx 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, kami tidak pernah bingung dalam menentukan pilihan sebagai warga Aswaja yg menjadi mayoritas penduduk Indonesia, bahkan dunia.

Kami tidak pernah terpengaruh sedikitpun oleh tuduhan-tuduhan kaum Wahhabi tentang amaliah yg selalu kami lakukan, karena kami mengamalkannya itu benar-benar berdasarkan dalil Alquran dan Hadits.

Kami dulu tahun 1983 menetap di Madinah Almunawwarah hingga tahun 1986, kami tetap mengamalkan amalan Aswaja seperti di Indonesia, kemudian pindah ke Makkah hi gga tahun 1991, dan kami tetap mengamalkan amalan Aswaja besama masyarakat Arab.

Kami tidak terpengaruh apapun sekalupun ada 1000 kaum Wahhabi berkoar-koar ini bid'ah, itu bid'ah... karena mereka itu hanya menuduh tanpa dalil syar'i yg kuat.

Buktinya, kami mampu mematahkan tuduhan-tutuduhan lemah yg tidak berdasarkan syariat yg benar itu. Alhamdulillah.

Agar tidak bingun dalam memilih golongan, silahkan anda rajin membaca semua artikel kami yang berkaitan dengan amalan yang selalu dituduh bid'ah oleh kaum Wahhabi, beserta seluruh komentarnya.

Nanti anda dapat menimbang-nimbang sendiri mana golongan yg sengaja mengelabuhi umat Islam: Wahhabi apa Aswaja?

21.
Pengirim: Anonim?  - Kota: jogjakarta
Tanggal: 11/11/2014
 
Asalamualaikum wr.wb.
Ustad sy mau bertanya nih ustad... dikampung sy mayoritas masih mngadakan tahlilan dan yasinan dan sy pun juga setuju akan hal itu ustad dan sy juga +thinking dan yakin dg doa bersama doa doa kita di amini oleh allah swt karena dg tahlil bahkan bebrapa pluh ribu malaikat jg bersaksi dn mendoakan
. Tpi masih ada segelintir orang yg beranggapan bahwa org yg yasinansampai 7 hari doa2 org yg yasinan tahlilan tdk akan sampai ke org yg meninggal dkarenakan hanya ada 3 pokok amal sja ustad. Yaitu doa anak... Dan ada lagi ustad apabila dlm rentang waktu 7hari sampai 1000hari apabila memasak dging tdk utk berbadah kpd allah haram hkumnya... Trimaksih ustad mohon pencerahanya ustad. Wslmualaukm wr.wb 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Orang Wahhabi yang anti tahlil, rasanya mustahil disadarkan agar mau ikut Tahlilan, jadi tidak penting berharap orang Wahhabi ikut tahlilan. Namun yang terpeting warga Aswaja mengetahui dalil-dahlilan hingga dapat menghindar dari hasudan orang Wahhabi.

2. Berikut beberapa dalil tahlilan, semoga bermanfaat:

Penulis: Pejuang Islam [ 29/11/2012 ]

DALIL TAHLILAN & AMALAN ASWAJA LAINNYA

Luthfi Bashori

Banyak dari para pengunjung yang ingin mendapatkan dalil-dalil bolehnya tahlilan, agar dalam mengamalkannya lebih mantap dan lebih yaqin jika amalan warga Aswaja itu memang benar-benar sesuai dengan tuntunan syariat mengikuti para ulama salaf Ahlus sunnah wal jamaah. Maka kami nukilkan artikel berikut ini, insyaallah sangat membantu:

Tahlilan, Maulidan, yasinan, kok dianggap Bid`ah, Kenapa, Alasanya, Dalilnya ?

(Temonsoejadi)


Bismillahirrahmanirrahim.

Kawanku semua yang dirahmati Allah, banyak seakali diantara kita yang membidahkan acara tahlilan dan yasinan, acara tahlilan hari ke 7, 40, 100 dan 1000. padahal tahlilan dan yasinan adalah tuntunan para wali songo, orang yang sangat berjasa besar dalam penyebaran islam di indonesia, dakwah mereka melalui kultural dan budaya, mendekati dari hati ke hati sehingga orang berbondong-bondong masuk islam karena keihlasana hatinya bukan sebuah keterpaksaan. untuk itu yang masih mengganggap itu sesat dan akan masuk neraka, alangkah baiknya kita kaji dimana sesatnya…? dalilnya kuat gak? tafsiranya sesuai gak… sanadnya ada gak? ato sekedar menafsirkan dan menyomot dalil yang gak jelas. ingat ulama itu pewaris para nabi, ilmu para walisanga jauh lebih tinggi daripada ilmu kita, dan jasa mereka sangat besar , kita pun gak mampu menyamainya? lantas apakah kita serta merta membidahkan apa yang mereka ajarkan? sungguh sombongnya kita, jika demikian…

Mari kita kaji bersama, saya sangat senang berdiskusi… ayo kita berdiskusi, jangan cuma asal ikut sana, ikut sini.. tanpa tahu dari mana asalanya.. sepeti mengikuti gerakan Wahabi yang berkembang di Indonesia yg berasal dari Arab Saudi. Tujuan mereka ingin mengajarkan pemurnian Islam versi mereka, versi mereka lho, bukan mengikuti rosulullah to maghdab 4, sementara ajaran lain dianggap tidak benar dan harus diperangi. aliran Wahabi cukup berbahaya dan mengancam kelangsungan hidup Islam. Sebab aliran ini banyak menjalakan amalan-amalan yang justru tidak sejalan dengan ajaran Islam.

Perlu diingat saja. AL Hafidh adalah Ahli hadits yg hafal lebih dari 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, dan Al Hujjah adalah yg hafal lebih dari 300.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, sebagaimana Imam Nawawi yg telah melebih derajat Al hujjah sehingga digelari Hujjatul Islam, demikian pula Hujjatul Islam Imam Ghazali, demikian pula Hujjatul Islam Imam Ibn Hajar AL Asqalaniy dan banyak lagi, dan Imam Ahmad bin Hanbal (hambali) ia hafal 1 juta hadits berikut sanad dan hukum matannya, dan ia adalah Murid Imam Syafii, dan ia berkata : “tak kulihat seorangpun lebih menjaga hadits seperti Imam Syafii.

Wahabi itu tak satupun yg sampai jadi ahli hadits.

Mereka juga tak punya sanad, berkata para ahli hadits: “Tiada ilmu tanpa sanad” kita ahlussunnah waljamaah tak mau ilmu yg tak ada sanadnya, kita bicara syariah kita punya sanad, kita bicara tauhid kita punya sanad, kita bicara hadits kita punya sanad kepada para ahli hadits, kita punya sanad kepada Imam Bukhari, kita punya sanad kepada Kutubussittah, kita bicara fiqih madzhab kita punya sanad kepada Imam Imam Madzhab.

Mereka wahabi itu tak punya sanad, hanya nukil nukil dari buku, lalu mengaku sebagai ahli hadits, padahal dalam pendapat para ahli hadits tidak diterima ucapan nukil nukil, mesti ada sanad periwayatnya, menurut para ahli hadits tak bisa kita shalat lihat dari buku, tapi mesti : “aku rukuk melihat si fulan seperti ini ruku’nya, dan aku tahu dia orang terpercaya, aku tahu dia shalih, aku tahu dia berilmu, aku tahu dia tsiqah, aqil,. baligh, dan rasyiid (bisa dipercaya untuk diikuti), dan aku tahu bahwa dia itu ruku’nya mengikuti gurunya, si fulan, yg juga orang mulia, dan gurunya itu rukuk mengikuti gurunya lagi yaitu…., demikian hingga Rasulullah saw.

Dengan cara ini baru ruku kita diterima, kalau tak punya riwayat maka dhoif, omongannya tak didengar, fatwanya tertolak, dan ucapannya tak bisa dijadikan rujukan fatwa, inilah keadaan kita ahlussunnah waljamaah, kita lihat guru kita, bukan nukil dari buku, demikian dalam pelbagai ibadah kita punya guru, berbeda dengan mereka, tak punya guru, hanya nukil nukil dari buku lalu berfatwa, lalu yg lucu, mereka mengaku merekalah madzhab ahlul hadits ,ini seperti orang yg membuka kursus meenjahit padahal ia sendiri tak tahu menjahit itu apa.

Maka berhati-hatilah kawan atas dampak ajaran wahabi yangt berada diindonesia.. yang selalu membidahkan segala aspek maslah… mari kita kaji dulu bersama sebuah kisah menarik bacalah dengan seksama…….

Di sebuah desa di daerah Banyuwangi, terdapat seorang Kyai yang cukup disegani dan memiliki lembaga pendidikan dengan jumlah santri yang cukup banyak, sebut saja Kyai Fulan. Kyai Fulan, tampaknya kurang begitu puas dengan ilmu yang diperoleh dari berbagai pondok pesantren yang pernah ia singgahi waktu muda dulu. Dia mempunyai seorang putra yang ia gadang-gadang menjadi penggantinya kelak jika ia sudah menghadap Sang Pencipta.

Sebagai calon pengganti si Anak -sebut saja Gus Zaid- ia ‘titipkan’ pada lembaga-lembaga pendidikan agama yang dibilang favorit di negeri ini. Dikatakan favorit, karena lembaga ini dikelola dengan manajemen yang rapi, dan moderen, juga ditangani oleh guru-guru yang ‘alim’ lulusan universitas-universitas di Arab Saudi, negara tempat Islam dilahirkan.

Saat Gus Zaid masih dalam penyelesaian pendidikannya di lembaga favorit itu, Kyai Fulan wafat. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Gus Zaid pun diminta pulang oleh keluarganya.

Seperti lazimnya adat kalangan NU, upacara pemakaman Kyai Fulan dilakukan dengan tradisi-tradisi yang indentik dengan kalangan nahdliyin. Ketika Gus Zaid sampai di rumah dan melihat acara pemakaman yang sedang berlangsung, ia kaget dan menahan amarah, karena semua acara yang dilaksanakan dianggapnya bid’ah. Tapi saat ini ia mampu bersabar.

Saat seorang Kyai tetangga yang juga teman Kyai Fulan, –sebut saja Kyai Umar– memberikan sambutan atas nama wakil tuan rumah, ketika jenazah akan diberangkatkan, setelah bicara ini dan itu, ia menyampaikan bahwa nanti malam sampai malam ke-7 kematian Kyai Fulan akan diadakan acara tahlilan setelah maghrib. Mendengar hal itu, Gus Zaid yang semenjak kedatangannya sudah memendam amarah dan kebencian, tanpa ba bi bu, ia langsung menyambar mikrofon dari Kyai Umar dan berkata: “Tidak ada tahlil bagi bapakku malam nanti. Tahlil adalah bid’ah dan doa orang yang masih hidup untuk orang yang telah meninggal dunia tidak sampai, wa an laysa lil insani illa ma sa’a. Sekian terima kasih!”. Lalu ia berikan lagi mikrofon itu kepada Kyai Umar.

Para pelayat tersentak kaget. Kyai Umar hanya tersenyum dan melanjutkan sambutannya. “Benar saudara-saudaraku sekalian, wa an laysa lil insani illa ma sa’a. Karena Gus Zaid sudah mengatakan demikian, maka nanti malam dan seterusnya tahlil tidak diadakan. Sekarang mari kita berdoa semoga Kyai Fulan di siksa dalam Kubur!. Semoga dosa-dosa tidak terampuni, semoga dia menjadi bahan bakar api neraka dan tidak pernah dimasukkan ke dalam Surga!”.

Para pelayat serentak meneriakkan, “Amiiiiin!”.

Gus Zaid: “?????”. “Kok mendoakan begitu untuk bapakku”.

Kyai Umar dengan enteng menjawab: “Kan Allah berfirman, wa an laysa lil insani illa ma sa’a?”.

Gus Zaid: Ya sudah nanti malam tahlilan…..!


Sampainya Do’a Kepada Orang Yg Sudah Meninggal

Fadhilatusy Syaikh asy-Sya’raawi dalam himpunan fatwanya “al-Fatawa” mukasurat 201-202 menyatakan seperti berikut:-

• Telah disebut oleh asy-Syaikh al-’Adawi rhm. dalam “Masyaariqul Anwaar” bahawasanya:- “Telah sepakat atas sampainya (pahala) sedekah kepada si mati. Tidak ada bezanya sama ada sedekah tersebut dilakukan jauh dari kubur si mati atau dekat. Dan demikian jugalah pada doa dan istighfar.” Dan telah berkata al-Imam al-Qurthubi bahawa telah ijma` sekalian ulama atas sampainya (pahala) sedekah kepada orang-orang mati, dan demikian pula perkataannya pada bacaan al-Quran, doa dan istighfar yang dikuatkannya dengan hadis: ” Dan setiap ma’ruf itu adalah sedekah“. Demikian lagi dikuatkannya dengan hadis Junjungan s.a.w.: ” Orang mati itu di dalam kuburnya seperti orang lemas yang meminta-minta pertolongan. Dia menunggu doa berhubungan dengannya daripada saudaranya atau sahabatnya, maka mendapat doa tersebut adalah lebih baik baginya dari dunia seisinya.” Dan juga dalil atas sampainya pahala tadi ialah hadis Junjungan s.a.w.: “Sesiapa yang melalui perkuburan lalu membaca Suratul Ikhlash 11 kali, kemudian dihadiahkan pahalanya kepada orang-orang mati, dikurniakan pahala baginya sebanyak bilangan orang-orang mati tersebut.” Adalah al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata:- “Apabila kamu memasuki kawasan perkuburan, maka kamu bacalah al-Fatihah dan al-Mu`awwidzatain dan Suratul Ikhlash dan kamu jadikanlah pahala yang sedemikian itu buat ahli kubur tersebut, maka bahawasanya pahala tersebut sampai kepada mereka.”

Tok Syaikh Daud al-Fathani pula dalam “Bughyatuth Thullab” juzuk 2 mukasurat 33 menulis:-

• (Faedah) Telah datang daripada salaf bahawasanya barangsiapa membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad sebelas kali dan dihadiahkan pahalanya bagi ahli kubur , diampun Allah ta`ala dosanya dengan sebilang-bilang orang yang mati di dalam kubur itu dan riwayat yang lain diberi akan dia pahala sebilang orang yang mati padanya.

Sa’ad Azzanjani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah RA dengan hadits marfu’:

BARANG SIAPA MEMASUKI PEKUBURAN KEMUDIAN MEMBACA FATIHAH,QUL HUWALLOHU AHAD,ALHA KUM ATTAKATSUR KEMUDIAN DIA BERKATA: YA ALLAH AKU MENJADIKAN PAHALA BACAAN KALAMMU INI UNTUK AHLI KUBUR DARI ORANG-ORANG MU’MIN,MAKA AHLI KUBUR ITU AKAN MENJADI PENOLONGNYA NANTI DI HADAPAN ALLAH SWT…..

Abdul Azizi Shahib Al-kholllal meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dalam hadits marfu’:

NABI SAW BERSABDA:

BARANGSIAPA YANG MEMASUKI PEKUBURAN KEMUDIAN DIA MEMBACA YASIN, MAKA ALLAH AKAN MERINGANKAN SIKSAAN MEREKA,DAN DIA AKAN MENDAPATKAN PAHALA AHLI KUBUR TERSEBUT…...

Kawanku semua yang baik.
Ada orang yang bertanya kepada habieb lutfi pekalongan. Saya pernah membaca buku yang menyatakan sesatnya tarekat dan mengharamkan membaca sholawat. Saya bingung, bagaimana mungkin sebuah komunitas zikir disebut sesat. Alasannya, tak ada tuntunan Rasulullah. Saya semakin bingung lagi. Pertanyaan saya, begitu sempitkah ajaran Islam itu sehingga semuanya harus mengikuti Rasulullah? Menurut saya, tarekat juga membaca wirid yang diajarkan Rasulullah. Dan menurut sebuah hadist, Allah swt dan malaikat pun bersholawat kepada Rasulullah saw. Hanya karena dikelompokkan dan kemudian berzikir secara bersamaan dalam sebuah kelompok disebut sesat dan bid’ah? Mohon penjelasan, apa batasan bid’ah itu? Apakah juga untuk semua hal, termasuk wirid secara bersama-sama? Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jabir Ibnu Hayyan

Jawaban habieb:

Islam adalah agama yang universal. Ini dapat dibuktikan dengan keuniversalan Al-Qur’an. Orang yang mempelajari Al-Qur’an atas dasar keuniversalannya justru akan selalu melihat bahwa manusia perlu dimodernisasikan. Untuk itu paling tidak diperlukan dan dibekali ilmu yang cukup dalam mempelajari Al-Qur’an.

Islam itu luwes. Sebab kejadian yang tidak terjadi di zaman Rasulullah bisa saja terjadi di zaman para sahabat. Demikian pula, kejadian yang tidak terjadi di zaman sahabat, bisa terjadi di zaman tabi’in yaitu orang-orang yang hidup pada generasi setelah para sahabat Nabi (saw), dan begitupun seterusnya.

Mestinya para ulama itu dapat memberikan jawaban sesuai dengan generasinya karena adanya sebuah perkembangan zaman. Namun itu bukan berarti bahwa Al-Qur’an tidak bisa menjawab persoalan. Al-Qur’an siap menjawab persoalan sepanjang masa. Tapi siapakah yang sanggup memberi penjelasan jika tanpa dibekali ilmu Al-Qur’an yang cukup.

Misalnya saja, pada zaman Rasulullah, pencangkokan mata, ginjal dan sebagainya belum terjadi. Namun, kemungkinan ilmu-ilmu untuk mencangkok sudah ada. Tapi peristiwa itu secara syariat di zaman Rasul belum ada. Mungkin saja terjadi di suatu zaman, contohnya ada seseorang memerlukan kornea mata, dan ahli medis siap untuk melakukannya sebagai sebuah ikhtiar. Untuk orang yang bersangkutan, apakah ini tidak dibenarkan?

Untuk masalah zikir, siapa yang bilang tidak ada ajaran tentang zikir dari Rasulullah. Misalnya, satu Hadist Qudsi -Hadist yang diyakini sebagai firman Allah, bukan ucapan Nabi (saw)- menyebutkan, diriwayatkan oleh Imam Ali Ridha, “Kalimat La ilaha Illallah itu benteng-Ku. Barang siapa mengucapkan kalimat La ilaha Illallah berarti orang itu masuk ke dalam pengayoman-Ku (dalam benteng-Ku). Dan barang siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku, berarti amanlah mereka dari siksa-Ku.” Apakah ini tidak bisa dianggap sebagai tuntunan?

Selanjutnya, mohon maaf, sebelum Anda ikut-ikutan mengatakan bahwa tarekat itu sesuatu yang bid’ah, ada baiknya Anda mempelajari dulu perihal tarekat. Setelah itu melaksanakan ajaran dalam tarekat tersebut dalam kehidupan Anda sehari-hari. Jadi bukan hanya bersumberkan pada pertanyaan tadi. Lebih dari itu, melaksanakan tarekat sesuai ajaran dan kaidah yang ada dalam tarekat. Nanti Anda akan langsung mengetahui, termasuk siapa ulama-ulama itu, tepat atau tidak bila seorang ulama itu telah mengatakannya sebagai bid’ah.

Apakah sejauh itu prasangka kita pada ulama-ulama? Seolah-olah ulama-ulama itu tidak mengerti dosa, dan hanya kita sendiri yang mengerti bid’ah?

Harap diingat, melihat figur jangan sampai dijadikan ukuran. Sebab sebuah figur belum merupakan orang yang alim. Makanya syarat orang yang mengikuti tarekat itu, haruslah mengetahui arkan al-iman (rukun iman) dan Islam. Mengetahui batalnya shalat, rukun shalat, rukun wudhu, batalnya wudhu, dan sebagainya. Juga mengetahui sifat-sifat Allah yang wajib dan yang jaiz, juga tahu sifat para rasul, membedakan barang halal dan haram. Setelah itu baru dipersilahkan mengikuti tarekat. Itulah dasar kita masuk tarekat. Bukan suatu yang bersifat ikut-ikutan. Sedangkan orang yang masuk terkadang tertarik oleh sebuah ritus, termasuk mendekatkan diri pada ulama. Tetapi di dalam dirinya masih ada banyak kekurangan, sehingga apa yang sebenarnya bukan merupakan ajaran sebuah tarekat, terpaksa dilakukan. Seperti, kita menjalankan tarekatnya namun justru meninggalkan yang wajib. Sekali lagi harus diingat, tarekat adalah buah shalat. Bukan sebaliknya.

Kawanku semua yang baik.
Tahlil telah menjadi perdebatan yang sampai sekarang belum belum menacpai kesepakatan. Tanpa ikut berpolemik, sedikit kami urai permasalahan tahlil dan tawassul yang menurut sebagian orang dianggap bid’ah dan syirik.

Arti tahlil secara lafdzi adalah bacaan kalimat Thayyibah (لااله الا الله). Namun kemudian kalimat tahlil menjadi sebuah istilah dari rangkaian bacaan beberapa dzikir, alqur’an dan do’a tertentu yang dibaca untuk mendo’akan orang yang sudah mati. Ketika diucapkan kata-kata tahlil pengertiannya berubah seperti itu.

Tahlil pada mulanya ditradisikan oleh Wali Sanga. Seperti yang telah kita ketahui, yang paling berjasa menyebarkan ajaran Islam di indonesia adalah Wali Sanga. keberhasilan da’wah Wali Sanga ini tidak lepas dari cara dakwahnya yang mengedepankan metode kultural atau budaya. Wali Sanga mengajarkan nilai-nilai Islam secara luwes mereka tidak secara frontal menentang tradisi tradisi hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan hanya saja isinya diganti dengan nilai nilai islam, tradisi dulu bila ada orang mati maka sanak famili dan tetangga berkumpul dirumah duka yang dilakukan bukannya mendo’akan simati malah bergadang dengan bermain judi atau mabuk mabukan.

Wali Sanga tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, masyarakat dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit, jadi tahlil dengan pengertian diatas sebelum Wali Sanga tidak dikenal.

1. Kalau begitu Tahlil itu bid’ah! Setiap perbuatan bid’ah sesat ! setiap sesat masuk neraka?
Tunggu dulu, anda berada didepan Komputer ini juga bid’ah sebab tidak pernah di kerjakan oleh nabi S A W kalau begitu anda sesat dan masuk neraka? Akal sesat pasti menolak logika seperti ini. it’s jangan salah menafsirkan bid’ah….

Ulama membagi bid’ah menjadi dua ,bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah , sedangkan bid’ah hasanah sama sekali tidak sesat meskipun tidak pernah dikerjakan oleh nabi jadi ukurannya bukan pernah dikerjakan oleh nabi atau tidak , namun lebih luas dari itu, apakah sesuai dengan syariat atau tidak ! yang dimaksudkan syariat disini tentu saja dalil dalil alquran sunnah ,atsarus shahabah , Ijma’ dan qiyas . jika melakukan sesuatu yang bertentangan dengan dalail dalil tersebut maka sesat.

Sekarang kita lihat apakah dalam tahlil ada yang bertentangan dengan syari’at ? tidak ada, tahlil adalah serangkaian kalimat yang berisi dzikir, bacaan alqur’an, yang disusun untuk sekedar mudah untuk di ingat, biasanya dibaca secara berjemaah yang pahalanya dihadiahkan pada mayit , rangkaian bacaan yang ada mempunyai keutamaan yang mempunyai dasar yang kuat, dari sisi ini jelas tahlil tidak ada yang bertentangan dengan syariat.

Jika yang dipermasalahkan adalah sampai dan tidaknya pahala maka perdebatan tidak akan menemui ujng usai, sebab itu masalah khilafiyah dengan argumen masing masing ada yang mengatakan pahalanya bisa sampai ada yang mengatakan tidak, pendeknya ulama’ sepakat, untuk tidak sepakat ya sudah jangan dipermasalahkan lagi. itu urusanmu….

Hemat kita urusan pahala adalah hak prerogatif Allah yang tidak bisa di interfensi oleh siapapun. Kita yang membaca tahlil esensinya kan berdo’a semoga pahala bacaan kita disampaikan kepada mayit.

Lepas dari Khilafiyah itu KH Sahal Mahfud, kajen berpendapat bahwa acara tahlilan yang sudah mentradisi hendaknya terus dilestarikan sebagai salah satu budaya yang bernilai islami dalam rangka melaksanakan ibadah sosial sekaligus meningkatkan dzikir kepada Allah.

2. Hukum memberi jamuan dalam tahlilan
Memberi jamuan yang biasa diadakan ketika ada orang mati, itu diperbolehkan. Banyak dari kalangan ulamaa yang mengatakan bahwa semacam itu termasuk ibadah yang terpuji dan , memang, dianjurkan dengan berbagai alasan. Karena hal itu, kalau ditilik dari segi jamuannya adalah termasuk sadaqah”yang, memang, dianjurkan oleh agama menurut kesepakatan ulama’. — yang pahalanya dihadiyahkan pada orang telah mati. Dan lebih dari itu, ada tujuan lain yang ada di balik jamuan tersebut, yaitu,(1) ikramud dlaif (memulyakan tamu) (2) bersabar menghadapi musibah. (3) tidak menampakkan rasa susah dan gelisah kepada orang lain. Ketiga masalah tersebut, semuanaya, termasuk ibadah dan perbuatan taat yang diridlai oleh Allah AWT serta pelakunya akan mendapatkan pahala yang besar.

Dengan catatan biaya jamuan tersebut tidak diambilkan dari harta ahli waris yang berstatus mahjuralaih. Apabila biaya jamuan tersebut diambilakan harta ahli waris yang berstatus mahjuralaih.(seperti anak yatim), maka hukumnya tidak bolehkan.

Nah jika harus jual barang berharga dan segala macemnya gimane,?
Bukan tahlilanya yang salah, cara orang tersebut menyikapi hakekat tahlilan yang harus diluruskan, itulah yang menjadi polemik masyarakat saat ini..

Namun demikian shadakah itu sama sekali tidak mengurangi nilai pahala sedekah yang pahalanya dihadiahkan pada mayit seperti penjelasan diatas. ada beberapa ulama’ seperti Syaikh nawawi syaikh isma’il dan lain lain menyatakan, bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sunnah(matlub). Cuma hal itu tidak boleh disengaja dikaitkan dengan hari hari yang telah mentradisi di suatu komunitas masyarakat. Malah jika acara tersebut dimaksudkan untuk meratapi mayit, maka haram.

Ma`khod : Nihayatuz zain(281) , I`anatut talibin 11/166

والتصدق عن الميت بوجو شرعي مطلوب ولا يتقيد بكونه فى سبعة ايام او اكثر او اقل وتقييد بعض الايام من العوائد فقط كما افتى بذلك السيد احمد دحلان وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت فىثالث من موته وفىسابع وفى تمام العشرين وفى الاربعين وفى المائة وبعد ذلك يفعل كل سنة حولا فى يوم الموت كما افاده شيخنا يوسف السنبلاوى اما الطعام الذى يجتمع عليه الناس ليلة دفن الميت المسمى بالوحشة فهو مكروه مالم يكن من مال اليتام والا فيحرم كذافى كشف اللثام
نهاية الزين 33281
ومنها مسألة مهمة ولأجلها كانت هذه الرسالة. وهي ما يصنعه أهل الميت من الوليمة ودعاء الناس اليها للأكل. فان ذلك جائز كما يدل عليه الحديث المذكور بل هو قربة من القرب لأنه اما أن يكون بقصد جصول الأجر والثواب للميت وذلك من أفضل القربات التي تلجق الميت باتفاق. واما أن يكون بقصد اكرام الصيف والتسلي عن المصاب وبعدا عن اطظهار الحزن وذلك أيصا من القربات والطعاب التي يرضاها رب العالمين وثيب فاعلها ثوابها عظيما وسواء كان ذلك يوم الوفات عقب الدفن كما فعلته زوجة الميت المذكورة فى الحديث أو بعد ذلك وفى الحديث نص صريح فى مشروعية ذلك. الى قوله
وهذا كله كما هو ظاهر فيما اذا لم يوص الميت باتخاذ الطعام واطعامه للمعزين الحاضرين والا فيجب ذلك عملا بوصيته وتطون الوصية معتبرة من الثلث أي ثلث تركة الميت قال فى التحفة-ج 3 ص 208.
قرة العين بفتاوى الشيخ اسماعيل الزين 175 -181

Sahabatku yang dirahmati Allah.
Kata “tahlilan “ memang didalam masa rosul tidak ada, tapi apa yang dibaca didalam tahlilan Rosul mencontohkannya, nah inilah tuntunan, istilahnya memang belum ada, tapi isinya sudah dari dulu Rosul menyuruh kita mengerjakannya, itulah karena pandainya para ulama dalam menyusun suatu isitlah (tahlilan) kemudian mengumpulkan bacaan Al Qur’an, Dzikir, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Shalawat dan bacaan lainnya. Dengan kata lain mengadakan acara Tahlilan dengan tujuan untuk memohon kepada Allah SWT., agar kerabat atau keluarga yang telah dipanggil kehadirat-Nya mendapatkan ampunan dan tempat yang layak disisi-Nya, serta berbahagia di alam kubur sana.

Lihatlah satu isinya, secara dzahir saja isi daripada tahlilan tersebut sangat baik, karena berisi bacaan-bacaan dari Al Qur’an dan surat-surat yang sudah terkenal tentang fadhilah atau keutamaan surat tersebut, contohnya surat alfatihah..

Diriwayatkan oleh sayyidina Ibnu Abbas dalam kitab Shahih Muslim :

أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ اُوْتِيْتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِىٌ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمُ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا اِلاأَعْطَيْتُهُ [2

“Bergembiralah engkau (Muhammad SAW) dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan beleum pernah diterima oleh nabi sebelummu yakni surat Al Fatihah dan beberapa ayat terakhir surat Al Baqarah. Tidaklah kamu membaca satu huruf dari keduanya kecuali engkau akan diberi imbalannya. (Shahih Muslim, 1339)

Selain dari surat Al Fatihah masih banyak lagi surat-surat dalam bacaan tahlil yang terkenal akan fadhilah atau keutamaan surat tersebut, seperti surat Al Ikhlas, Al Falaq, Annas dan juga surat Yasin. Disamping itu tahlilan juga memuat do’a-do’a yang diajarkan oleh Rasulullah,

Dalam hal ini, siapa yang cerdas jawabnya jelas para ulama, yang lebih paham tentang alquran dan hadist, yang karena kecerdasaan ingin memudahkan bagi orang awam agar selalu mengerjakan amalan baik yang dirangkum dalam wadah tahlilan yang isinya semua dicontohkan rosul saw. mulane yuk do ngaji, ngilangke kebodohan, ngerisiki ati, golek ridhane gusti illahi robby..

Dahulu ketika ada salah seorang meninggal dunia, maka yang dilakukan oleh keluarga, kerabat dan para tetangga adalah meratapi si mayit dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, seperti bermain kartu, judi dan minum-minuman. Setelah para muballegh datang secara berangsur-angsur, kemudian mereka berusaha dengan sabar dan perlahan-lahan diajak membaca atau mengucapkan kalimah thayyibah dan bacaan-bacaan lainnya. apakah ini tidak baik, jelas ini baik sekali, bagaimana jika tradisi meratapi si mayit dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, seperti bermain kartu, judi dan minum-minuman tidak diganti dengan membaca kalimat thayyibah dan doa2 yang baik ?, bisa dipastikan tradisi buruk itu akan diteruskan sampai generasi sekarang, tak bisa membayangkan..

Apa sih tahlilan itu ?

Kata tahlil atau tahlilan secara bahasa berasal dari bahasa arab dengan fiil madhi هلل ، يهلل ، تهليلا yang artinya mengucapkan kalimah thayyibah لا اله الا الله . dengan kata lain yaitu “pengakuan seorang hamba yang mengi’tikadkan bahwa tiada tuhan yang wajib di sembah kecuali Allah semata” Sedangkan menurut istilah tahlilan artinya “bersama-sama mengucapkan kalimah thayyibah dan berdo’a bagi orang yang sudah meninggal dunia.

Dalam uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tahlil adalah bersama-sama melakukan do’a bagi orang yang sudah meninggal dunia yang dilakukan di rumah-rumah, musholla, surau atau majlis-majlis dengan harapan semoga diterima amalnya dan diampuni dosanya oleh Allah SWT. yang sebelumnya diucapkan beberapa kalimah thayyibah, tahmid, tasbih, tahlil dan ayat-ayat suci Al Qur’an.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki bermacam-macam budaya, salah satunya adalah tahlilan. Hal tersebut yang telah dipaparkan oleh almarhum KH. Muchit Muzadi, yang mengatakan petikan hadits, “Waladun Shalihun Yad’u lahu” (anak shaleh yang mendoakan orang tuanya) ini dirangkaikan atau direalisasikan dengan tradisi yang ada di Indonesia. Khususnya di daerah Jawa apabila ada tetangga, kerabat atau saudara yang meninggal dunia, maka para tetangga atau kerabat biasanya “jagongan” (berbincang-bincang). Dengan jagongan itu mereka membicarakan orang, terus “keademen” (kedinginan), mereka cari minuman yang hangat-hangat sambil main kartu dan lain-lain. Tradisi itu berlangsung lama, hingga ketika para mubaligh Islam, Walisongo atau kyai, menerapkan “yad’u lahu” ini dirangkaikan dengan jagongan dan “mele’an” (begadang), yang memang prosesnya lama. Kemudian yang dulunya melean dilakukan dengan minum-minuman dan main kartu kemudian diganti dengan bacaan-bacaan Al Qur’an dan do’a-do’a hingga kemudian muncul apa yang dikenal saat ini dengan istilah tradisi ritual tahlilan

Kecerdasan para mubaligh dan keahlian dalam berdialog dan negosiasi dengan agama dan tradisi lokal. Sehingga Islam mudah diterima di Indonesia dengan baik dan bertahan lama, tidak seperti di sebagian Negara eropa yang perkembangan Islam dilakukan dengan cara peperangan, walaupun hasilnya cepat atau maksimal tapi kekuasaan Islam didaerah tersebut tidak berlangsung lama. Seperti di Spanyol, Turki dan lain-lain

Seringkali terjadi ekses (berlebih-lebihan) di dalam pelaksanaan tahlilan, baik mengenai “frekuensi”-nya maupun suguhannya atau ekses dalam sikap batinnya (seperti merasa sudah pasti amal orang yang ditahlili diterima Allah SWT dan segala dosanya sudah diampuni oleh-Nya, kalau sudah ditahlili atau dihauli). Sikap “memastikan” inilah yang bertentangan dengan syari’at agama. Ekses-ekses inilah yang harus menjadi garapan wajib para pemimpin umat, untuk meluruskannya. Memang masih banyak amalan-amalan kaum muslimin yang belum sesuai benar dengan ajaran Islam. Sedangkan agama Islam sudah sempurna, tetapi dalam kenyataanya kebanyakan pengamalan kaum muslimin tidak sesempurna Islam itu. Maka dari itulah tahlilan sering jadi bahan perdebatan bagi kelompok yang tidak setuju dengan tahlilan ataupun kelompok pembaharu yang sengaja ingin membumi hanguskan acara ritual tahlilan karena dianggap sesat, bid’ah dan tidak mempunyai landasan-landasan yang kuat.

Dalam Artikel karangan Drs. KH. Ahmad Masduqi yang berjudul “Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Ijtihad” Ritual Tahlilan atau upacara selametan untuk orang yang meninggal, biasanya dilakukan pada hari pertama kematian sampai hari ke-tujuh atau bahasa jawanya mitung dina, selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, ke-satu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, dan ada juga yang melakukan pada hari 1000. Dalam upacara dihari-hari tersebut, keluarga si mayyit mengundang orang untuk membaca beberapa ayat dan surat Al Qur’an, dan szikir seperti : tahlil, tasbih, tahmid, shalawat dan do’a-do’a, pahala bacaan Al Qur’an dan dzikir tersebut dihadiahkan kepada si mayit. Menurut penyelidikan para ahli, upacara tersebut diadopsi oleh para da’I terdahulu dari upacara kepercayaan animisme, agama budha dan hindu yang kemudian diganti dengan ritual yang diambil dari Al Qur’an dan Hadits.

Menurut kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Budhisme bila seseorang meninggal dunia, maka ruhnya akan datang kerumah pada malam hari mengunjungi keluarganya. Jika dalam rumah tadi tidak ada orang ramai yang berkumpul-kumpul mengadakan upacara-upacara sesaji, seperti membakar kemenyan, dan sesaji kepada yang ghaib atau ruh-ruh ghaib, maka ruh orang mati tadi akan marah dan masuk (sumerup) kedalam jasad orang yang masih hidup dari keluarga si mayyit. Maka untuk itu semalaman para tetangga dan kawan-kawan atau masyarakat tidak tidur, membaca mantera-mantera atau sekedar berkumpul-kumpul. Hal seperti itu dilakukan pada malam pertama kematian, selanjutnya malam ketiaga, ketujuh, ke-100, satu tahun, dua tahun dan malam ke-1000. ٍSetelah orang-orang yang mempunyai kepercayaan tersebut masuk islam, mereka tetap melakukan upacara-upacara tersebut. Sebagai langkah awal, para da’I terdahulu tidak memberantasnya tetapi mengalihkan dari upacara yang bersipat Hindu dan Budha itu menjadi upacara yang bernafaskan islam. Sesaji diganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk shadaqah. Mantera-mantera diganti dengan dzikir, do’a dan bacaan-bacaan Al Qur’an. Upacara seperti ini kemudian dinamakan Tahlilan yang sekarang telah membudaya pada sebagian besar masyaraka

Sebelum agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia, kepercayaan yang dianut bangsa Indonesia antara lain adalah paham animisme. Menurut paham ini ruh dari orang-orang yang sudah mati itu sangat menentukan bagi kebahagiaan dan kecelakaan orang-orang yang masih hidup di dunia ini. Disamping itu bangsa-bangsa yang menganut paham Animisme ini juga berkeyakinan bahwa ruh orang yang sedang mengalami kematian itu tidak senang untuk meninggalkan alam dunia ini sendirian tanpa teman, dan ingin mengajak anggota keluarganya yang lain.

Untuk itu agar anggota keluarga yang mati itu tidak mengajak keluarga yang lain, maka anggota keluarga yang ditinggal mati itu melakukan hal-hal yang antara lain sebagai berikut:

1. Menyembelih binatang ternak seperti : kerbau, sapi, kambing, babi atau ayam milik si mayyit, agar nyawa binatang tersebut menemani ruh si mayyit, agar ruh si mayyit tidak marah kepada anggota keluarganya.

2. Setelah tiga hari dari kematian, yaitu saat si mayyit yang sudah ditanam di dalam kubur mulai membengkak, di tempat tidur orang yang mati bagi orang jawa di atas buffet yang telah dipasang fotto dari orang yang mati bagi orang cina, diberikan sesaji agar ruh dari orang yang mati tidak marah, demikian pula pada hari ketujuh, keempat puluh, keseratus, satu tahun, dua tahun dan keseribu dari hari kematian.

3. Bagi orang cina, anggota keluarga yang mati itu diinapkan di rumah duka beberapa hari lamanya dan selama itu papan nama dari rumahnya disilang dengan kertas hitam atau lainya untuk mengenalkan kepada ruh si mayyit bahwa rumahnya adalah yang papan namanya diberi silang. Dan setelah si mayyit dikubur, maka tanda silang tersebut di buang, dengan maksud agar apabila ruh si mayyit tersebut pulang kerumahnya, ruh itu tersesat tidak dapat masuk kedalam rumahnya, sehingga tidak dapat menggangu anggota keluarganya.

4. Bagi orang jawa ada yang menyebarkan beras kuning dan uang logam di depan mayyit sewaktu mayyit dibawa ke pekuburan dengan maksud untuk memberitahukan kepada si mayyit bahwa jalanya dari rumah sampai ke pekuburan adalah yang ada beras kuning dan uang logam. Sehingga jika ruh si mayyit ingin pulang kerumah untuk menggangu anggota keluarganya dia tersesat, sebab beras kuning dan uang logam di jalan yang dilaluinya sudah tidak ada lagi Karena beras kuningnya sudah di makan oleh ayam atau burung, sedang uang sudah diambil oleh anak-anak. Adapula yang mengeluarkan jenazah dari rumah tidak boleh melalui pintu rumah, tetapi harus dibobolkan pagar rumah yang segera ditutup kembali setelah jenazah dibawa ke kubur dan lainnya lagi dengan maksud agar ruh si mayyit tidak dapat lagi kembali ke rumah.

Pada waktu agam Hindu dan Budha masuk di Indonesia, kedua agama ini tidak dapat merubah tradisi yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia yang berpaham animisme tersebut, sehingga tradisi tersebut berlangsung terus sampai saat agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para penganjur Islam yang kemudian terkenal dengan nama Wali Songo.

Pada saat Wali Songo datang, tradisi bangsa Indonesia yang telah berurat berakar setelah ratusan dan bahkan mungkin ribuan tahun lamanya, tidak diberantas, tapi hanya diarahkan dan dibimbing sedemikian rupa, sehingga tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam.

Dengan demikian ritual Tahlil khususnya yang ada di Indonesia, adalah hasil dari negosiasi antara agama pribumi dengan agama Islam yang datang kemudian, , yang dilakukan oleh para ulama dan wali songo, dan mereka tentunya mengerti akan kondisi bangsa Indonesia. karena manusia dimanapun selalu dipengaruhi oleh lingkunganya.

Cara mudah untuk memahami islam adalah berfikir.
Cobalah engkau berfikri sejenak, isi tahlilan ini, dimana letak tercelanya....

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اّلتَّهْلِيْل
إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمِ وَأَلِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَوْلادِهِ وَذُرِّيَاتِهِ. الفاتحة………..
ثُمَّ إلِىَ حَضْرَةِ إِخْوَانِهِ مِنَ الانبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالاوْلِيَاءِ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابعِيْنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَالْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخ عَبْدُالْقَادِرْ الَجَيْلانِى. الفاتحة………………………
ثُمَّ إِلَى جَمِيْعِ أَهْلِ الْقُبُوْرِمِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسلِمَاتِ وَِالمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الارْضِ إلى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وََبَحْرِهَا خُصْوُصًا إلى أبَائِنَا وَأُمَهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَاتِنَا وَمَشِّايَخِنَا وَمَشَايِخِ مَشَايِخِنَا وَأَسَاتِذَاتِنَا وَأَسَاتِذَةِ أَسَاتِذَتِنَا وَلِمَنْ إِجْتِمَعِنَا هَاهُنَا بِسَبَبِهِ. الفاتحة……………………

Dan ada juga yang setelah membaca surat Al Fatihah dilanjutkan dengan membaca Surat Yasin kemudian dilanjutkan dengan surat yang ada dibawah ini.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4) لأإله إلاالله X 1
لأإلَهَ إلااللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلِلَهِ الْحَمْدُ بِسْمِ اللهِ الْرَّحْمَنِ الْرَّحِيْمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)
لأإلَهَ إلااللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلِلَهِ الْحَمْدُ بِسْمِ اللهِ الْرَّحْمَنِ الْرَّحِيْمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6)
لأإلَهَ إلااللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلِلَهِ الْحَمْدُ بِسْمِ اللهِ الْرَّحْمَنِ الْرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (1) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (2) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (3) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (4) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (5) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ (6) غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5) وَإِلَهُكُمْ إِلَهُ وَّاحِدْ, لَااِلَهَ اِلَّا هُوَ الرَّحْمَنِ الْرَّحِيْمِ
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255) لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (284) آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (286)
إِرْحَمْنَا يَاأَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ
رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهَ عَلَيْكُم أهْلَ الْبَيْتِ إنَّهُ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. إنَمَا يُرِيْدُ اللهِ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهَّرُكُمْ تَطْهِيْرَا.إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (56)اَللَّهُمَّ صَلِّى أَفْضَلَ الصَلَاة&

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam