DOSA YANG TIDAK MUDAH DIMAAFKAN
Luthfi Bashori
Suatu saat, Syeikh Yusuf Alkufi berangkat haji. Tatkala berkesempatan untuk melaksanakan thawaf, beliau berlama-lama untuk mendekat dan berdoa di multazam.
Silih berganti orang yang datang dan berdoa dengan bahasa dan hajatnya masing-masing, sedang beliau terus memperhatikan mereka dengan perasaan bahagia, karena merasa betapa menyatunya umat Islam saat bermunajat kepada Allah di depan Ka`bah Almusyarrafah.
Hingga suatu saat, mata beliau tertumpuh kepada seorang lelaki yang berpenampilan garang sedang menangis dan mengulang-ulang doanya dengan suara yang cukup keras :
Allahumma yaa Allah, ampunilah dosa-dosaku, itupun kalau Engkau berkenan, tetapi menurutku, rasanya yaa Allah, Engkau tidak akan berkenan untuk mengampuni dosa-dosaku...!
Mendengar doa aneh lelaki itu, maka Syeikh Yusuf Alkufi mendekatinya seraya menegornya dengan lemah lembut:
Wahai saudaku, mengapa engkau begitu pesimis terhadap ampunan Allah Yang Maha Pengampun? Wahai saudaraku, hendaklah engkau yakin jika Allah benar-benar akan mengampunimu.
Kalau boleh tahu, gerangan apa yang sudah engkau perbuat ?
Melihat penampilan Syeikh Yusuf Alkufi yang sejuk dan berwibawa, maka tanpa segan-segan lelaki itu curhat kepada beliau :
Sebenarnya saya ini adalah seorang perampok sekaligus pembunuh berdarah dingin. Saya telah menghabisi nyawa sebanyak tiga ratus orang untuk saya ambil hartanya. Hingga suatu ketika saya masuk ke dalam rumah seorang ibu janda dengan dua orang anak perempuannya yang menginjak remaja.
Mereka begitu ketakutan melihat kedatanganku, lantas aku hunuskan pedang dan aku ancam : Ayoo, serahkan semua harta kalian atau nyawa kalian melayang ?
Karena ketakutan sang Ibu itu melepas seluruh perhiasannya, tapi oleh anak perempuan terbesarnya sedikit dicegah. Maka aku jadi emosi dan aku tusuk perut sang anak itu di depan mata ibunya.
Ayoo, daripada nyawa kalian satu persatu aku habisi, mending serahkan semua simpanan perhiasan kalian !
Si ibu memeluk anaknya sambil menangis memohon-mohon maaf karena tidak punya harta simpanan apapun selein perhiasan tadi.
Tapi aku tidak begitu saja percaya, maka aku seret si anak dari pelukan ibunya, dan aku ancam sekali lagi agar si ibu mau menyerahkan barang yang paling berharga miliknya.
Dengan wajah pucat pasi, ibu itupun menunjuk sebuah genthong yang ada di ujung rumahnya, seraya berkata : Satu-satunya barang yang paling berharga peninggalan suamiku adalah isi genthong itu, namun mohon lepaskanlah kami berdua dan ambillah apa saja yang ingin kamu ambil...!
Maka, aku pun melepaskan si anak dan menghampiri genthong yang dimaksudkan. Begitu aku buka, ternyata ada barang yang dibungkus kotak kayu tipis, dan tanpa pikir panjang aku membukanya.
Ternyata isinya adakah sebuah kain hitam tebal berkaligrafi dengan tulisan berwarna emas.
Tatkala usai membacanya, maka pedangku tiba-tiba saja terjatuh dan badanku lemas tak berdaya, mataku bercucuran air, rasa takut pun sangat dalam menyelinap dalam kalbuku, karena membaca isi kaligrafi yang bersyair itu:
Apabila para penguasa negara sudah banyak yang dhalim * dan penguasa jalanan semakin durjana * sungguh celaka, sangat celaka, dan amat celaka * maka yang dapat membalas kejahatan mereka hanyalah penguasa langit dan bumi.