UKHUWAH ISLAMIYAH SALING CINTA
Luthfi Bashori
Sebuah persaudaraan itu adakalanya terbangun karena hubungan nasab, namun tak jarang pula terjalin karena hubungan persahabatan atau pertemanan.
Persaudaraan dalam kanca pergaulan di tengah masyarakat yang diperintahkan oleh syariat untuk menampakkan rasa saling mencintai itu, adalah jika terbangun antar sesama muslim, yang disebut sebagai jalinan ukhuwah Islamiyah.
Adapun terhadap orang-orang kafir yang tidak mengganggu umat Islam, hanya diperbolehkan melakukan hubungan kemasyarakatan semacam jual beli, bertetangga, urusan pekerjaan, namun tetap dilarang untuk menampakkan rasa kecintaannya, terutama terhadap kepercayaan dan keagamaan mereka yang kufur kepada ketuhanan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Tentang pentingnya membangun dan menjalin persaudaraan muslim, maka Rasulullah SAW menginformasikan: “Barang siapa memandang saudaranya (sesame muslim) dengan pandangan kasih sayang maka ia mendapatkan ampunan.” (HR. Imam Hakim melalui Imam Ibnu Amr RA)
Dua orang yang saling mengasihi karena Allah SWT, maka segala sesuatunya itu penuh dengan pahala. Karena itu dikatakan dalam hadits ini, bahwa siapa saja yang memandang kepada saudara muslim yang dicintainya dengan pandangan penuh kasih sayang, saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Jiwa tolong menolong itu termasuk karakter yang dibangun oleh Syariat bagi seluruh umat Islam di manapun berada.
Sejak Rasulullah SAW diutus menjadi seorang nabi, maka beliau SAW mengajarkan betapa pentingnya jiwa saling menolong dan melindungi di antar umat Islam, terbukti bahwa saat pertama kali Rasulullah mengajak masyarakat Quraisy untuk masuk Islam, maka di antar mereka itu terjalin persaudaraan sesama muslim, walaupun kondisi mereka saat itu masih minoritas.
Beerkat jalinan ukhuwwah yang kuat itulah, maka jumlah umat Islam semakin hari semakin bertambah. Bahkan saat diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah, maka Rasulullah SAW mempersaudarakan antara orang-orang muhajirin dari Makkah dengan orang-orang Anshar warga asli Madinah.
Dengan adanya hubungan persaudaraan yang diresmikan oleh Rasulullah SAW itu, maka secara otomatis jiwa saling tolong menolong itu terbentuk sebagai karakter yang kuat di kalangan umat Islam saat itu.
Maka jika ada seorang muslim, namun enggan untuk saling berbagi kepedulian dengan sesama muslim, semisal saling mendoakan, atau saling memberi hadiah, saling meminjamkan sesuatiu yang dibutuhkan, atau minimal saling peduli terhadap nasib saudaranya sesama muslim, maka orang tersebut sangat dikhawatirkan keimanannya akan menipis, bahkan akan semakin pupus dari dalam dirinya.
Namun bagi umat Islam yang sangat peduli dan responsif terhadap problematika yang sedang dihadapi oleh umat Islam di masa saja berada, bahkan merasa peduli terhadap problem perorangan di kalangan umat Islam, niscaya kepedulian itu akan semakin menambah rasa keimanannya kepada Allah, dan Allah pun akan peduli terhadap dirinya.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa menolong saudaranya tanpa sepengetahuannya, niscaya Allah akan menolongnya di dunia dan akhirat.” (HR. Imam Baihaqi melalui Sayyidina Anas RA).