HUTANG SHALAT ITU WAJIB DIQADLA
Luthfi Bashori
Ada sebagian orang yang bertanya, apakah hutang shalat karena sakit itu boleh dibayar dengan fidyah (beras) ?
Syariat telah mengatur sedemikian rupa tata cara yang terkait dengan kewajiban setiap muslim terhadap ibadah yang difardlukan, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
Pada setiap ibadah fardlu itu ada aturan masing-masing yang mengikat, dan tata cara kewajiban ibadah yang satu itu berbeda dengan aturan ibadah yang lain dalam pengmalannya.
Contoh ibadah shalat itu jika seseorang itu berhutang tidak shalat, entah itu karena keteledoran, bahkan tatkala tidak shalat karena alasan sakit, maka syariat tidak memperbolehkan untuk dibayar dengan makanan pokok (beras) maupun sejumlah uang.
Namun hutang shalat itu wajib diqadla dengan cara melaksanakan shalat pengganti, sebanyak yang ia tinggalkan. Jika ia pernah tidak shalat selama satu tahun, maka wajib diqadla selama satu tahun pula.
Saat seseorang itu tidak shalat, entah itu karena teledor (malas) bahkan karena alasan sakit, maka ia telah melakukan perbuatan dosa, kecuali jika karena lupa (lupa keseharian, atau lupa karena pikun, gila dan koma). Selain karena lupa, maka tidak ada satupun udzur yang diperbolehkan oleh syariat untuk meninggalkan shalat.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa lupa suatu shalat, hendaknya ia mengerjakannya bilamana ia ingat, tidak ada kafarat (pengganti) baginya kecuali melakukan hal tersebut. (lantas beliau SAW membaca ayat yang artinya) “Dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku.” (HR. Imam Anas RA).
Satu-satunya udzur meninggalkan shalat yang diakui oleh syariat itu adalah lupa. Barang siapa lupa terhadap kewajiban shalatnya, lalu ia ingat belum shalat, maka hendaklah ia mengerjakannya (mengqadla) dengan segera. Jika masih dalam waktunya, maka wajib shalat ada’aan (dihitung tepat waktu), dan jika di luar waktunya, maka wajib shalat qadha’an; dan ia tidak dikenakan kafarat karenanya.