URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 15 users
Total Hari Ini: 337 users
Total Pengunjung: 6224464 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Redam Api Fitnah Demi Ukhuwah 
Penulis: Mafahim [29/8/2011]
 
Redam Api Fitnah Demi Ukhuwah

Sudah sekian lama kaum muslimin Indonesia khususnya Ahlus sunnah wal jama’ah hidup berdampingan saling mencintai dan bersaudara. Namun, belakangan ini keharmonisan terusik oleh perdebatan-perdebatan klasik yang semestinya tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi kemudian disertai provokasi, memvonis kafir, musyrik dan sesat.

Sudah bukan zamannya mengusik perkara furu’iyah (cabang-cabang agama) semacam hukum membaca qunut, tahlil, tawassul, istighotsah dan lain sebagainya. Persoalan ini sudah selesai dibahas para ulama fikih ratusan tahun yang lalu. Dan masing-masing ulama memiliki dalil yang cukup kuat dan akurat dengan berpijak pada berbagai rujukan yang di pakai oleh mereka.

Adalah hal yang biasa terjadi perbedaan status hukum fikih di antara para ulama’ terhadap sebuah persoalan. Antar para sahabat di zaman Rasulullah SAW saja sering terjadi perbedaan dalam mengaplikasikan ajaran Islam.

Tapi walaupun berbeda, para ulama salaf tidak pernah saling menyesatkan apalagi saling mengkafirkan. Perbedaan hukum fikih justru menambah khazanah keilmuan. Seperti yang di sabdakan oleh Rasulullah, ”Perbedaan di antara umatku adalah rahmat”.

Meributkan persoalan furu’iyah akan menguras tenaga sia-sia. Alangkah baiknya bila daya upaya kita difokuskan untuk menyelesaikan problem-probelm umat Islam yang lebih penting.
Namun sayangnya, ide semacam itu tidaklah sejalan dengan ulah sebagian kecil kelompok Islam. Di mana seharusnya kita sibuk dengan upaya dakwah agar orang lain memahami tentang Islam, atau jika perlu mengislamkan orang lain. Kelompok ini malah sibuk menulis buku yang mengkafirkan sesama umat Islam.

Mengungkit-ungkit kembali persoalan furu’  jelas akan merusak hubungan baik antar sesama Muslim. Apalagi disertai dengan vonis kafir dan sesat terhadap saudaranya sendiri.
Kedamaian yang telah lama dibina itu belakangan terusik oleh buku H Mahrus Ali yang berjudul ”Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat & Dzikir Syirik”. Mahrus mengaku sebagai mantan kiai NU, padahal menjadi anggota NU saja ia tidak pernah terdaftar. Mahrus menyatakan bahwa mayoritas umat sudah jatuh kepada kemusyrikan.

Kehadiran buku ini memicu perselisihan dan konflik dalam tubuh umat Islam. Apalagi H Mahrus Ali tidak berani bertanggung jawab terhadap apa yang telah ia tulis di dalam bukunya dalam bentuk dialog terbuka dengan berbagai alasan.

Untungnya, warga nahdliyin masih menyikapi dengan kepala dingin, walaupun beredarnya buku H Mahrus Ali tersebut sangat meresahkan umat Islam khususnya warga Nahdliyyin.
Upaya pendekatan ilmiah yang digagas oleh tim LBM (Lembaga Bahstul Masa’il) NU Jember patut menjadi contoh dalam mengaplikasikan konsep dan prilaku akhlakul karimah dalam menyelesaikan permasalahan umat dalam koridor ahlusunnah wal jama’ah. Tim LBM NU Jember yang dikomandani kiai-kiai muda asal kota Jember Jawa Timur tersebut telah menerbitkan sebuah buku dengan judul ”Membongkar Kebohongan Buku ”Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik”.

”Buku di jelaskan dengan buku, dan kita pertemukan aspek pemikirannya untuk dipertanggung jawabkan” begitulah yang diungkapkan oleh KH Abdullah Samsul Arifin salah satu kiai muda NU asal Jember.

Sebagai folow-up peluncuran buku tersebut dan juga sebagai media tabayyun (klarifikasi) kedua pihak, Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya menggagas acara seminar nasional dengan judul ”Bedah Pemikiran Buku ”Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik”  Vs buku Membongkar Kebohongan Buku ”Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik”  .

Acara tersebut dikemas dalam rangka menemukan sisi ilmiah dari polemik yang selama ini terjadi. Sehingga tidak menjadi momok dan problem baru bagi umat Islam. Seminar yang cukup menyita perhatian umat Islam tersebut digelar di aula Pusat Pengembangan Intelektual (P2I ) Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Hadir sebagai pembicara KH. Muamal Hamidi (pemberi pengantar pada buku ”Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat & Dzikir Syirik”  dan Ustadz Idrus Ramli bersama KH Abdullah Samsul Arifin sebagai penulis buku Membongkar Kebohongan Buku ”Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik”  dari tim Tim LBM NU Jember.

Ketidak hadiran sang ”mantan kiai NU”, Mahrus Ali dengan alasan yang tak masuk akal yaitu alasan keamanan memang patut disesalkan. Apalagi dengan meminta jaminan uang sebesar tiga milyar dan pengawalan polisi dua truk.

”Ini sangatlah menghina institusi Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, sebagai institusi intelektual sekaligus penyelenggara acara ini”, demikianlah yang dikatakan oleh Prof. DR. H. Ahmad Zahro, MA selaku direktur pasca sarjana di kampus Islam negeri yang ada berada di kota pahlawan tersebut.

Padahal jaminan keamanan sebelumnya juga diutarakan oleh KH Ali Masyhuri yang akrab disapa Gus Ali, salah seorang wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, sebagaimana  yang dirilis di harian Duta Masyarakat (6 maret 2008). Namun pada kenyataannya Mahrus Ali tetap tidak hadir dalam acara tersebut.

Rasa penasaran para peserta seminar pada sosok H Mahrus Ali akhirnya tak terobati, karena si penulis tidak hadir. Namun kedatangan Muamal Hamidi. Lc sebagai pemberi pengantar pada buku Mahrus Ali dianggap oleh peserta cukup mewakili pemikiran–pemikiran Mahrus Ali pada buku yang memicu konflik tersebut. Apalagi dalam kata pengantarnya Muammal Hamidi menulis bahwa ia telah menelaah dan mengkaji dengan teliti isi buku yang ditulis  Mahrus Ali.

Materi ilmiah dan penyajian dalil yang lebih akurat dengan literatur yang komplit, rapi juga jelas dari tim tim LBM (Lembaga Bahstul Masa’il) NU Jember, tak berimbang dengan penyajian Muamal Hamidi Lc. Bahkan terkesan bahwa pihak Muammal Hamidi tidak mampu memberi jawaban yang memuaskan atas seabarek pertanyaan yang diajukan. Dan yang membuat peserta seminar ilmiah itu ger-gerran adalah pernyataan Muamal Hamidi yang mengaku tak mengenal H Mahrus Ali dan membaca bukunya sepintas-sepintas saja. Lalu memberi kata pengantar pada buku yang dinilai banyak kalangan sangat profokatif itu.

Sejak awal seminar berjalan dengan lancar. Namun setelah terkesan bahwa pihak Muammal Hamidi terkesan berbelit-belit dalam menjawab, tidak fokus pada materi pertanyaan yang diajukan, peserta mulai gerah. Sehingga moderator terpaksa menghentikan acara dengan kesepakatan peserta. Khalili-Helmi

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam