MARI BERZIARAH KE MAKAM RASULULLAH SAW
Luthfi Bashori
Sebagai penulis yang pernah bermukim di kota Madinah selama tiga tahun, rasanya judul ini memberi nuansa romantisme kehidupan dan nostalgia yang tak kan pernah terlupakan.
Sekali pun saat penulis bermukim di Madinah itu terjadi antara tahuh 1983 – 1986 M, namun peristiwa itu rasanya baru kemarin sore saja terjadi. Suara derap langkah berjalan kaki dari tempat tinggal di wilayah Babul ‘Awali ke Masjid Nabawi berjarak sekitar satu kilo meter, terasa masih segar terngiang di telinga.
Sepekan dua kali ijin berziarah ke makam Rasulullah SAW diberikan oleh pengurus pesantren kepada semua santri. Maka setiap hari Jumat dan hari Senin, tak pelak rombongan para pencari ilmu dan perindu Rasulullah SAW itu, ramai-ramai melangkahkah kaki menuju masjid Nabawi, untuk berziarah ke makam sang kekasih, Nabi Muhammad SAW.
Penulis pun meyakini kebenaran hadits Nabi SAW: “Barang siapa berziarah kepadaku di Madinah dengan mengharapkan pahala dari Allah, maka aku akan menjadi saksi dan pemberi syafaat kepadanya kelak di hari kiamat.” (HR. Imam Baihaqi melalui Sayyidina Anas RA).
Masih banyak motifasi nabawi terkait keutamaan seorang muslim yang mau meluangkan waktunya untuk berziarah ke makam junjungan umat, Nabi Muhammad SAW, seperti janji pemberian syafa’at di hari kebangkitan kelak.
Dia antaranya, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Barang siapa yang menziarahi aku dan ia hanya berniat menziarahi aku, maka wajib bagiku untuk mensyafaatinya’." (HR Thabrani).
Jadi, termasuk keutamaan berziarah kepada makam rasulullah SAW, kelak pelakunya akan dibela oleh beliau SAW di hari Kiamat dan akan mendapatkan syafaatnya.