Berpuasa Bersama Rasulullah
Berbuka puasa bersama Rasulullah Saw. Sungguh hal ini adalah suatu kebahagiaan yang tak ternilai harganya bagi penduduk Makkah dan Madinah, dan bagi siapapun saja. Hal ini tampak dari bagaimana mereka menghabiskan hari-harinya di bulan Ramadlan. Semua giat beribadah dan sangat dermawan. Pada saat Ramadlan, bisa dikatakan, “orang pinggiran jadi raja sebulan.” Tiada beda antara si kaya dan si miskin. Semua dilayani demi mendapatkan pahala di bulan yang mulia.
Di balik itu semua ternyata ada motivasi terbesar sehingga semua orang rela mengorbankan semua harta bendanya demi mendapatkan ridha Allah Swt di bulan penuh berkah tersebut. Pertama, dalam bulan mulia ini semua orang ingin berdekat-dekatan dengan junjungan Nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir. Sosok yang paling mulia di atas semua mahluk seluruhnya. Beliaulah penutup para nabi dan rasul. Beliaulah baginda Rasulullah Nabi Muhammad saw. Pembawa risalah untuk seluruh umat, dari bangsa jin manusia, bangsa arab maupun bangsa ajam. Dan dengan berkah sang baginda Rasulullah, kita dijadikan umat terbaik. Syariatnya menasakh (menghapus) semua ajaran sebelumnya.
Kedua, hadits Rasulullah saw. kepada seorang wanita dari kalangan Anshar yang bernama Ummu Sinan. Beliau bersabda, “Apabila datang bulan Ramadlan, hendaklah melakukan umrah. Karena nilainya setara dengan haji bersama Rasulullah.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Ketiga, bahwasanya orang-orang yang beri\`tikaf di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan penuh keikhlasan, maka pahalanya dilipat-gandakan 100.000 kali lebih banyak dari ibadah shalat di masjid manapun di muka bumi ini. Terlebih lagi, ditambah dengan adanya satu malam yang kebaikannya melebihi kebaikannya 1000 bulan.
Berangkat dari motivasi itulah, para penduduk Makkah dan Madinah antusias untuk meneladani jejak Rasulullah dan para sahabatnya radliyallahu ‘anhum. Utamanya disaat menyambut datangnya bulan Ramadlan. Anas bin Malik menuturkan bahwa saat menjelang bulan Rajab, Rasulullah senantiasa berdoa, “Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya‘ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadlan.” (HR at-Tirmidzi dan ad-Darimi).
Dan saat memasuki bulan Sya’ban beliau memperbanyak puasa sebagaimana yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah radliyallahu ‘anha, “Saya tidak melihat Rasulullah menyempurnakan puasanya, kecuali pada bulan Ramadlan. Saya tidak melihat Rasulullah dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR Muslim).
Sebelum Ramadlan tiba, Rasulullah senantiasa menyampaikan khutbahnya agar para sahabat benar-benar mempersiapkan diri menyambut datangnya bulan agung ini. Berbagai keutamaan Ramadlan diuraikan oleh Baginda Rasul agar tidak ada hari, jam, menit, dan detik terlewatkan begitu saja tanpa ibadah kepada Allah.
Pada bulan ini, nafas-nafas menjadi tasbih, tidur bernilai ibadah, amal-amal diterima, dan doa-doa dikabulkan. Dalam khutbahnya Nabi saw. juga mengingatkan kita untuk senantiasa bermohon kepada Allah dan melaksanakan berbagai amal baik.
“Bermohonlah kalian kepada Allah, Tuhan kalian, dengan niat yang tulus dan hati yang suci. Agar Allah membimbing kalian untuk melakukan shaum dan membaca kitab-Nya (al-Qur’an). Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah pada bulan yang agung ini. Renungkanlah, dengan rasa lapar dan haus kalian, adalah kelaparan dan kehausan kelak pada hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fakir dan miskin. Muliakanlah orang tua kalian. Sayangilah yang muda. Sambunglah tali persudaraan. Jagalah lidah kalian. Tahanlah pandangan dari segala sesuatu yang tidak halal untuk kalian pandang. Peliharalah pendengaran dari segala yang tidak halal kalian dengarkan.
Kasihanilah anak-anak yatim, niscaya anak-anak yatim kalian akan dikasihi orang lain. Bertaubatlah kepada Allah dari segala dosa-dosa. Angkatlah tangan-tangan kalian untuk berdoa pada waktu shalat, karena saat itulah yang paling utama, dimana Allah ‘Azza wa Jalla menatap hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih. Dia menjawab ketika mereka menyeru-Nya. Dia menyambut ketika mereka memanggil-Nya. Dia mengabulkan doa mereka ketika mereka bermunajat kepada-Nya.”
Petuah Rasulullah ini tampaknya telah mendarah daging bagi penduduk Makkah dan Madinah. Sehingga begitu datang Ramadlan semua berubah 180 derajat. Malam jadi siang, siangpun menjelma malam. Segalanya berubah dalam segala sektor, baik ekonomi terlebih masalah ibadah. Semua seperti terjadwal dengan rapi.
Mayoritas penduduk Mekkah ingin menghabiskan waktu Ramadlan di dua tempat yang mulia, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi guna mendapatkan limpahan keberkahan.
Biasanya untuk 15 hari yang pertama banyak penduduk Mekkah menghabiskan waktu ibadah di Madinah karena ingin berbuka puasa dengan Rasulullah Saw. kemudian hari berikutnya beribadah di Makkah karena ingin mendapatkan Lailatul Qadr saat berada di depan Ka’bah.
Lalu, amalan apa saja yang dilakukan penduduk Makkah dan Madinah untuk mengisi hari-hari Ramadlan yang mulia?
Umrah; Ritual ini paling sering dilakukan. Bahkan setiap hari rata-rata dua sampai tiga kali. Diriwayatkan bahwa termasuk karamah dari Sayyidina Abdullah bin Umar, bahwa untuk mengerjakan sunnah Rasulullah dalam ber-umrah bulan Ramadlan, sehari semalam bisa mencapai enam puluh kali. Padahal bagi manusia normal, ritual maksimal hanya dapat dilakukan dua kali. Selebihnya sudah tidak akan mampu untuk menambah lagi. Kalaupun ada yang sampai tiga kali, itu amatlah jarang.
Ibadah Shalat Fardlu; Cara ibadah shalat fardlu yang dilakukan penduduk tanah haram tak berbeda dengan umat Islam pada umumnya. Namun, bagi disana lebih fokus pada Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Ibadah Shalat Tarawih; Para jamaah baik di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi dan Masjid yang lainnya melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat dengan membaca al-Qur’an satu jus setiap hari dan di hatamkan pada malam ke dua puluh tujuh.
Ibadah Shalat Witir ; Shalat Witir biasanya dilaksanakan terpisah dengan shalat tarawih dan dilakukan sebanyak 11 rakaat. Shalat ini dilaksanakan mulai jam setengah satu malam sampai jam setengah tiga pagi.
Iktikaf dan Tilawatil Quran; Tradisi iktikaf kian semarak dijumpai pada hari-hari Ramadlan. Pada umumnya diisi dengan membaca al-Qur’an, wirid, dzikir, dan shalawat. Sebagaimana lazimnya ibadah yang lain, iktikaf dan tilawatil Qur’an difokuskan di dua masjid mulia, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Zakat, Infaq dan Shadaqah; Untuk zakat Mal (harta), kerapkali ditaruh pada awal bulan Ramadlan karena berlipat gandanya pahala, utamanya di Masjidil Haram. Ramadlan tak ubahnya “bulan zakat dan shadaqah”. Banyak orang yang bershadaqah untuk keluarganya yang sudah meninggal dengan mem-badal-kan (mewakilkan) pada beberapa santri yang menuntut ilmu di Makkah. Kadang juga berupa ibadah umrah dan sebagainya. Pahalanya dikhususkan untuk keluarga yang sudah meninggal.
Tradisi bershadaqah, masya Allah. Makkah dan Madinah memang tempatnya shadaqah. Sebagai contoh di Masjidil Haram, setiap penduduk Makkah mengajak keluarganya untuk booking tempat. Kemudian menghampar sufra, tempat untuk meletakkan makan minum. Ada yang lebih dari satu tempat bahkan ada yang sepuluh tempat. Setiap sufra diisi dengan berbagai jenis makanan, seperti kurma, susu, air zamzam, jubnah (keju), roti, dan lain-lain dari segala jenis makanan paling lezat bagi penduduk Mekkah. Semuanya ditaruh mulai jam setengah dua siang. Setelah menjelang buka puasa, para pemilik sufra menarik-narik setiap jamaah yang lewat untuk berbuka di tempatnya.
Ada juga model model shadaqah yang lain, yaitu dengan membawa nasi bungkus beberapa truk. Kemudian dilempar-lemparkan ke arah jamaah. Ada pula yang mengedarkan susu atau air dalam gelas kepada para jamaah.
Jadi, tiada kenikmatan hidup di dunia yang melebihi waktu saat menunggu buka puasa sambil duduk-duduk menatap Ka’bah dengan beribu-ribu jamaah, atau menunggu saat berbuka di Masjid Nabawi di belakang makam Nabi Muhmmad.”
Semoga motivasi ini akan dapat mengugah kerinduan kita pada baginda Rasulullah. Dan, kitapun terdorong untuk meniru, menapaki jejak, dan melaksanakan segala ajaran Rasulullah sebagai wujud cinta. Amien.