Dari La Plata Hingga Duduksampeyan
M. Ridwan
Di kala fajar menyingsing dan ayam mulai berkokok. Embun mulai mencair di depan kaca bening. Udara yang tadi bersih dan segar, kini menjadi pengap dan menyesakkan dada akibat asap yang keluar dari kenalpot. Suara kendaraan mulai bising terdengar. Tidak ketinggalan klakson kuda-kuda besi itu, suaranya nyaris membuat jantung copot. Sangat ikhlas mengeluarkan suara lantang hingga orang yang ada di depannya bergeming.
Itulah situasi pagi hari jalan raya penghubung dua kota besar di Jawa Timur. Saat itu kami sudah sampai Kec. Lawang, kota paling utara Kabupaten Malang. Terlihat suasana sangat asing bagi kami. Di pagi yang cerah ini, masyarakat Indonesia mulai beraktivitas. Mulai anak kecil bersekolah hingga orang dewasa mengaduk adonan semen guna mencari nafkah bagi keluarga tercinta.
Tidak ingin terdiam sepi, Ammy Luthfi, pemimpin sekaligus ketua rombongan mengarahkan kami membaca doa Ratib al-Lathief supaya perjalanan ini diberkahi Allah SWT dan diberi kelancaran oleh-Nya. Tiba-tiba, ada salah seorang yang duduk di bangku deretan paling belakang merasakan sesuatu.
" Sek-sek sebentar, sepertinya ada yang lupa. Tandas Sonhadjie, santri gibol asal Singosari
" Apa bos?" Tanggap si Burhan, si anak kece dari Madura
" Gak tahu, kayak ada yang mengganjal di pikiranku. Tandas Sonhadjie
" Ah, yang bener sampeyan, bukannya semua barang sudah kita masukkan ke dalam bagasi mobil ? Gugat penulis
" Ya emang sudah, cuman perasaan aku tiba-tiba ingat sesuatu. Astaghfirullah, Brazil main. Sekarang kan perempat final Copa America. Jawab Sonhadjie tanggap
" Aduh, tumben ingat, habis diberi makan apa kau? Hehehe, celetuk penulis
" Alaaaah, biasanya juga aku yang ingetin kalau Brazil lagi main ! Jawab Sonhadjie dengan penuh percaya diri
" Tapi kita nonton dimana ini ? Tanya penulis
" Ahaaaa, di mobil aja, bagaimana? Jawab Sonhadjie
" Hush, kalau accunya tekor gimana ? Mampuslah kita semua. Seloroh penulis
" Kalau berhenti di pinggir jalan ? Tanya Sonhadjie
" Tambah khayal saja pikiran kau ini, tentu aja Ammy gak bakalan setuju, kan mengolor waktu banyak. Gugat Burhan
" Sampeyan semua tenang saja, saya sudah menyiapkan acara nonton bareng di rumah. Tegas Robah
" Yang bener kamu Bah? Tanya penulis
" Masak nggak percaya sama saya? Saya sudah menghubungi orang rumah supaya menyiapakn tempat ala hotel bintang lima! Jawab Robah
Jawaban Robah melegakan kami semua. Karena tempat nonton bareng sudah ditanggung, plus tempat yang dijamin istimewa. Akhirnya kami semua istirahat dengan nyenyak.
Sampai di Kab. Gresik, tepatnya di jalan penghubung Lintas Pulau Jawa, semuanya hampir bangun secara bersamaan. Kami kebingungan mencari jam. Ternyata, jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Perjalanan menuju tempat istirahat sebentar lagi sampai. Lalu penulis melihat di sebelah kiri jalan. Terdapat hektaran tambak yang menyelimuti areal perumahan.
Begitu tiba di rumah singgah, kami langsung disambut oleh keluarga M. Robah. Lalu, langsung dipersilahkan menikmati makanan yang dihidangkan. Memang tempat yang disediakan Robah tidak buruk. Akan tetapi masih jauh kalau dibandingkan dengan hotel berbintang lima sungguhan. Walau demikian, kami menganggapnya sudah begitu istimewa. Karena terdapat macam - macam menu masakan Pantura yang lezat.
Hingga kami dipersilahkan melihat atraksi permainan sepak bola Amerika Latin. Seperti yang sudah kami bicarakan di perjalanan. Skor berakhir 4:2 untuk kemenangan Timnas Brazil. Kami menyatakan puas dengan hasil laga tersebut. Karena selain lolos ke babak selanjutnya, Brazil juga mampu menggulung Equador yang tampil menawan di awal pertandingan.
Kami langsung menuju ke masjid di samping rumah untuk melaksanakan shalat dhuha. Guna bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT. Ada juga sebagian dari kami yang pergi untuk mandi, karena udara yang lumayan panas dan sedikit pengap. Hal ini disebabkan karena kampung tuan rumah terdapat di sebelah Jalur Pantura yang sering dilalui kendaraan besar, sekaligus terdapat di dekat pantai.
Tibalah waktunya kami pamit dan melanjutkan perjalanan menuju Pekalongan untuk mengikuti haul al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Attas yang masih jauh. Kami merasa sangat berterima kasih atas kesudian tuan rumah yang telah menyiapkan berbagai hidangan, tempat hingga mempersilahkan kami melihat televisi. Mereka menyuruh kami mampir lagi ke Dusun Palebon kalau ada waktu luang. Agak sedih sebenarnya, meninggalkan orang yang begitu baik kepada kami.
Kami melanjutkan perjalanan dengan penuh semangat. Kami optimis bahwa pukul delapan malam sudah harus sampai Pekalongan. Dengan membaca Basmalah dan surat al-Fatehah sebagai awal perjalanan keluar dari Kab. Gresik, akhirnya kami bersitirahat agar badan kami terasa lebih fit dan lebih siap menghadapi tantangan yang datang secara tiba-tiba.