BEBAN DARAH DUA ORANG SEKALIGUS
Luthfi Bashori
Konon ada seorang lelaki bernama Ahmad yang pekerjaannya tukang jagal binatang ternak. Dia sering mendapat job dari masyarakat se tempat. Terkadang diminta menyembelih ayam.
Tapi tak jarang juga menyembelih kambing, sapi, onta dan berjenis hasil binatang buruan masyarakat yang memang termasuk daerah para pemburu.
Ahmad tergolong penjagal yang laris manis, karena garapannya terkenal rapi, bersih dan murah serta mengutamakan kesucian binatang hasil sembelihannya?
Karena profesinya sebagai tukang jagal binatang, maka hampir dalam menjalani seluruh hari-harinya, tangannya selalu memegang pisau penyembelih. Bahkan baju kerja pun tak lepas dari bercak percikan darah yang mengering.
Suatu hari, Ahmad mendapat tugas menyembelih seekor kambing jantan yang agak liar bahkan sedikit ganas. Ahmad membawa kambing itu ke tempat yang agak lapang dengan tujuan memudahkan penjinakkan sebelum proses penyembelihan.
Namun, karena kekarnya tubuh kambing, maka terlepaslah dari cengkraman tangan Ahmad. Kambingpun lari sejauh mungkin untuk menghindari kejaran Ahmad. Karena merasa bertanggungjawab penuh terhadap pemilik kambing, maka Ahmad mencari ke sana kemari. Hingga masuklah Ahmad ke sebuah lorong kampung yang sempit dan lengang nyaris tidak dilewati orang.
Di tengah lorong dengan tanpa sengaja, mata Ahmad tertuju pada sesosok orang yang tertelungkup.
Maka Ahmad mendekati orang tersebut, dan alangkah terkejunya Ahmad saat melihat dari dekat, ternyata orang itu telah mati terbunuh dengan tanah di sekelilingnya bersimbah darah, dan perutnya tertusuk pisau.
Secara spontan Ahmad mundur teratur dan berusaha keluar dari lorong itu. Namun nahas bagi Ahmad, secara kebetulan beberapa polisi sedang berdatangan ke tempat itu. Mereka pun langsung mengamankan Ahmad, dan menuduhnya sebagai penbunuh, karena terbukti tangangnya menghunus pisau serta adanya bercak percikan darah di bajunya yang mulai mengering.
Pucatlah wajah Ahmad seketika itu, bahkan dia merasa kesulitan untuk menjelaskan kepada pihak aparat tentang jati diri yang sebenarnya. Karena aparat sudah mengelandangnya sebagai tersangka, dengan alasan bahwa argumentasi Ahmad dapat disampaikan di pengadilan saat sidang berlangsung.
Ringkas cerita, pihak kepolisian menuntut Ahmad untuk diqishas bunuh atas tuduhan pembunuhan, dengan barang bukti sebilah pisau dan baju yang bercak darah.
Sidang digelar untuk umum. Tentu saja banyak masyarakat yang terheran-heran atas peristiwa itu. Karena selama ini, Ahmad dikenal sebagai seorang yang jujur dan baik. Bahkan tidak ada sedikitpun sifat dendam pada diri Ahmad, apalagi watak pembunuh terhadap sesama manusia.
Dalam persidangan, Ahmad kalah oleh argumentasi jaksa penuntut umum, tentunya karena adanya bukti materi berupa pisau, baju bercak darah, dan keberadaan Ahmad di tempat pembunuhan. Maka pengadilanpun mengumumkan dakwaan terhadap Ahmad, bahwa dia dinyatakan sebagai pembunuh tunggal yang wajib diqishas bunuh.
Namun, sebelum hakim mengetok palu peresmian dakwaan, tiba-tiba terdengar seorang lelaki yang sejak awwal duduk di tempat pengunjung, menjerit dengan suara lantang :
Laa taqtuluu hadzar rajul, ana qataltuhu (Jangan qishas orang ini, karena akulah pembunuhnya).
Inni karihtu an alqa rabbi bidami rajulaini (sungguh aku tidak ingin menghadap Tuhanku kelak dengan terbebani darah dua orang).
Dengan pengakuan jujur ini, maka terbebaslah Ahmad dari jeratan hukum. Ahmad pun bersujud syukur kepada Allah, lantas menjalani hidup seperti sedia kala. Sedangkan urusan kambing yang lepas, oleh pemiliknya pun dibebaskan tanpa harus menggantinya.