URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 5 users
Total Hari Ini: 191 users
Total Pengunjung: 6224303 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
IMAM ABU HANIFAH DAN RASA CINTA 
Penulis: Pejuang Islam [ 10/9/2016 ]
 
IMAM ABU HANIFAH DAN RASA CINTA

 Luthfi Bashori

 Suatu saat Imam Abu Hanifah diundang acara aqad nikah oleh sebuah rumah tangga yang memiliki dua orang putri dan dinikahkan secara bersamaan pada hari itu.

Pada saat pelaksanaan aqad, sang ayah yang sekaligus menjadi wali nikah dari kedua putri tersebut mewakilkan kepada pegawai pemerintahan setempat untuk mengaqadkan para calon penganten.

 Pelaksanaan taukil wali dilaksanakan di depan para undangan yang hadir, termasuk juga Imam Abu Hanifah. Kemudian sang wali masuk ke dalam rumah, setelah menyerahkan urusan pelaksanaan aqad kepada pegawai pemerintah yang ditunjuk.

Maka dilaksanakanlah aqad nikah sebagaimana pada umumnya.

 Prosesi aqad nikah berjalan lancar, meriah namun tetap khusyu`. Karena pegawai pemerintah harus menikahkan dua orang lelaki yang mendapatkan dua orang putri kakak beradik sekaligus, tentu saja membutuhkan ekstra pemikiran.

Setelah prosesi aqad nikah berlangsung, tibalah waktu penyerahan mahar.

 Maka diantarlah kedua penganten lelaki itu untuk menemui istrinya masing-masing dengan membawa mahar dan berkas yang telah disiapkan oleh pegawai pemerintah.

 Di saat penyerahan mahar dan pengesahan administrasi, terjadilah sedikit kekacauan, karena ternyata si pegawai pemerintah mengalami kesalahan dalam mengaqadkan dan menyiapkan berkas pasangan, yang ternyata terjadi keterbalikan. Kekeliruan ini baru diketahui tatkala sang wali asli, yaitu ayah dari kedua penganten putri ikut mendampingi penyerahan mahar bagi setiap pasangan.

 Maka sang walipun keluar dari kamar penganten, untuk menyampaikan permasalahan yang tengah dihadapai itu kepada pegawai pemerintah yang mengaqadkan.

Sayang seribu kali sayang, pegawai pemerintah itu justru merasa gengsi dan tidak ingin repot, iapun mengatakan, karena sudah terlanjur sebaiknya ditetapkan saja sesuai dengan pasangan yang sudah diaqadkan resmi.

 Sang wali menjadi jengkel, kemudian meminta fatwa kepada Imam Abu Hanifah tentang masalah yang dihadapinya agar kesalahan ini tidak terus berlanjut dan membawa dampak negatif dikemudian hari.

 Imam Abu Hanifah minta ijin untuk memanggil kedua pasangan secara bersama-sama, lantas dengan disaksikan para hadirin, Imam Abu Hanifah menanyakan kepada kedua mempelai lelaki itu tentang wanita mana yang dicintainya.

Setelah kedua mempelai lelaki mengutarakan wanita pilihannya masing-masing, yang memang ada keterbalikan dalam prosesi aqad tadi, maka Imam Abu Hanifah meminta agar setiap mempelai lelaki mencerai istri resminya masing-masing, kemudian akan mengaqadkan ulang sesuai dengan pilihan masing-masing.

 Karena kedua mempelai resmi belum pernah berkumpul suami istri, maka tidak ada `iddah dalam perceraian tersebut. Imam Abu Hanifah juga menganjurkan kepada mempelai putri untuk mengembalikan mahar yang telah diterimanya kepada mantan suami resmi masing-masing.

Setelah perceraian dilaksanakan di hadapan para undangan, maka sang wali meminta kepada Imam Abu Hanifah untuk mewakilinya dengan mengaqadkan pasangan kekasih yang sesuai dengan pilihan masing-masing yang menjadi calon yang dicintainya. Sedangkan untuk administrasinya akan diurus belakangan.
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Sandra  - Kota: bogor
Tanggal: 20/9/2013
 
Benarkah dalam tarikh al-Baghdad (Imam Khatib Baghdadi) dinyatakan bhw ulama Ahlussunnah menganggap Imam Abu Hanifah itu kafir ? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wah ini hanya tuduhan bohong orang Syiah saja yang berani cuap-cuap seperti ini. Karena tidak ada satupun ulama Aswaja yang mengkafirkan empat Imam madzhab yaitu Imam: Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal.

Perlu dihayati, bahwa Syiah itu adalah agama tersendiri di luar Islam.

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam