ADAT ISTIADAT DALAM PANDANGAN SYARIAT
Luthfi Bashori
Dalam menyikapi keberadaan adat istiadat yang sudah menjadi kebiasaan suatu kaum, maka ajaran Islam mempunyai sikap yang fleksibel, artinya makakala adat istiadat itu bertentangan dengan dalil syar’i Al-Quran dan Hadits, maka wajib ditinggalkan dan wajib beralih kepada adat istiadat yang sesuai dengan syariat.
Sedangkan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan dalil syari, apalagi jika pada juziyyat (perincian) perilaku itu sudah berkesesuaian dengan ayat Al-Quran dan Hadits, walaupun jika digabungkan dalam rangkaian acara belum pernah dilakukan oleh Nabi (SAW) maupun para shahabat, tapi sudah menjadi suatu kebiasaan adat dan budaya yang baik pada suatu kaum, maka hukumnya boleh diamalkan dan dilestarikan.
Contoh adat istiadat yang dilarang dalam Islam seperti, budaya joget dangdut yang menampilkan biduan maupun biduanita, hingga terjadi percampuradukan dan bergesekan lelaki dan wanita non mahram saat menontonnya, atau segala jenis budaya yang mengekspoitasi aurat lelaki dan wanita di depan publik, seperti fashion show, tari-tarian wanita yang melenggak-lenggokkan badan, dan budaya buruk semisalnya, tentunya jika ditinjau dengan standar syariat.
Termasuk juga adat istiadat yang menjadi kebiasaan kaum kafir dan bertentangan dengan ajaran syariat, seperti adat kaum Syi’ah (niyahah/meraung-raung tangisan), sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW: “Bukan termasuk golongan kami (umat Nabi Muhammad SAW) yaitu seseorang yang menampar mukanya sendiri dan menyobek-nyobek bajunya serta menangis sambil menjerit-jerit seperti kelakuan orang-orang jahiliyah.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim secara ittifaq melalui Imam Ibnu Mas’ud RA).
Adapun contoh adat istiadat yang boleh dilestarikan bahkan boleh dikembangkan yang lebih baik, karena ada kesesuaian dengan ajaran syariat, seperti mengadakan acara Halal bi Halal keluarga dengan berkumpul bersama di satu gedung/villa, asalkan dalam acara tersebut tidak ada pelanggaran syariat.
Termasuk juga adat baca surat Yasin (Yasinan) keliling bersama antar bapak-bapak atau antar ibu-ibu warga kampung, atau mengadakan patungan uang lewat ketua RT/PKK untuk menyumbang warga yang sedang tertimpa musibah, dan beberapa kebiasaan baik yang sering dilakukan oleh warga masyarakat.