ALUMNI PESANTREN, KERJA CARI NAFKAH, APA MENGAJAR AGAMA ? |
Penulis: Pejuang Islam [ 18/6/2022 ] |
|
|
ALUMNI PESANTREN, KERJA CARI NAFKAH, APA MENGAJAR AGAMA ?
Luthfi Bashori
Mumpung lagi marak dibahas di medsos, saya ingin menyampaikan pengalaman pribadi, barangkali ada manfaat yang dapat diambil.
Dulu sepulang dari mondok di pesantren Makkah, tahun 1991, saya mengajar di pesantren milik orang tua, PIQ Singosari, sekaligus mengajar di Mushalla Ledok (Embong Arab) Malang tempat berkumpulnya para habaib.
Kemudian saya diminta mengajar kitab di beberapa tempat, walaupun dalam skala kecil-kecilan, serta ikut aktif hadir di beberapa majelis ta`lim, hingga akhirnya diminta ceramah oleh masyarakat.
Kebetulan saat itu juga, saya punya simpanan uang, sekitar Rp 6 atau 7 juta, barangkali kalau gambaran sekarang senilai Rp 20 - 30 juta, hasil dari rajin menabung.
Sebagian uang itupun saya jadikan modal kerja sama dengan seorang kawan, yaitu budidaya udang windu, di wilayah Probolinggo, namun rupanya nasib kurang mendukung, hingga terjadi banjir yang melanda tambak-tambak di wilayah Probolinggo dan sekitarnya, maka saat itu saya mengalami kerugian fatal, kerja tanpa hasil.
Namun ini adalah pengalaman perdana saya yang sangat berharga, saat niat terjun bekerja mencari nafkah demi memgumpulkan harta.
Aktifitas saya mengajar ilmu agama tetap berjalan, sampai suatu saat saya menikah. Setelah berumah tangga saya putuskan untuk mencari kerja tambahan demi menafkahi keluarga, di samping tetap aktif mengajar agama.
Saya sempat beli kulakan busana muslim di wilayah Ampel - Surabaya, yang barang dagangan itu saya titipkan di beberapa toko baju. Sempat juga saya bekerja jualan jahe mentah, buah-buahan, buka warung nasi kecil-kecilan, minyak wangi, kemudian menerbitkan buku karya saya dengan pemasaran baik secara pribadi, lewat pesantren hingga lewat Gramedia yang tersebar di seluruh Indonesia
Buku karya saya berjudul Musuh Besar Umat Islam, saat itu sering dibedah di beberapa kalangan, seperti jama`ah masjid, pesantren, hingga kampus, baik di dalam maupun luar kota Malang, sekalian saya bisa berjualan buku tersebut lewat panitia penyelenggara.
Untuk mengajar di pesantren, atau ceramah di masjid, majelis ta`lim, maupun perkantoran, tetap saya lakukan secara istiqamah, tentunya sesuai jadwal.
Hingga pada akhirnya, saya merasakan bahwa pembagian waktu saya itu, menjadi lebih dominan mengajar di pesantren atau berdakwah di masyarakat, daripada bekerja mencari nafkah.
Untuk mencari nafkah, ternyata seringkali Allah memberikan rezeki kepada saya, dari hal-hal yang tidak pernah saya duga-duga sebelumnya. Misalnya tiba-tiba saja ada rezeki yang datang sendiri, hingga bisa saya manfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Alhamdulillah, selama ini saya sekeluarga rasanya tidak pernah merasakan kelaparan. Demikian juga dengan biaya pendidikan anak-anak saya yang belajar di pesantren, dan salah satunya belajar di Hadramaut Yaman, tetap dapat saya penuhi.
Yang unik, seringkali ada famili atau kawan yang bertanya kepada saya, jika diterjemahkan kurang lebih begini, "Berapa rata-rata penghasilan saya setiap bulan?"
Saya bingung untuk menjawabnya, karena terkadang dalam satu bulan itu uang saya terasa berkelebihan, tapi sering juga tidak ada simpanan uang selain hanya cukup untuk biaya hidup sehari-sehari.
Namun, saya tetap bersyukur kepada Allah, walaupun penghasilan tiap bulan yang tidak menentu, tapi saya masih bisa menanggung hidup serta menyantuni beberapa santri kurang mampu, yang mereka belajar mengaji di pesantren saya, walaupun dengan penuh keterbatasan.
Kesimpulan saya, bagi para alumni pesantren, maka sebaiknya harus pandai-pandai mengatur dan meramu waktu hidupnya, yaitu sedapat mungkin tetap mengajarkan ilmu agama, sekaligus berusaha keras mencari pekerjaan halal demi menafkahi keluarganya.
Cobalah mencari jenis pekerjaan yang sekira tetap dapat mendukung aktifitas mengajar agama, demi luasnya penyebaran dan pengamalan ilmu agama di tengah masyarakat.
Semoga bermanfaat.
|