NONGKRONG, CANGKRUK & NGABUBURIT
Luthfi Bashori
Judul di atas sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia. Terutama di kalangan anak-anak muda. Tentu setiap daerah memiliki istilah sendiri-sendiri. Secara umum dalam bahasa Indonesia, maka istilah nongkrong jauh lebih dikenal oleh masyarakat luas.
Istilah cangkruk berasal dari bahasa Jawa. Cangkruk dikenal sebagai kegiatan anak-anak muda yang duduk berkelompok di pinggir jalan, sambil mengobrol, bersenda gurau, atau sekedar minum kopi (ngopi).
Sedangkan ngabuburit berasal dari bahasa Sunda, burit artinya sore. Asal penggunaan istilah ngabuburit itu adalah untuk orang Sunda yang jalan-jalan di sore hari, sambil menunggu adzan Maghrib di saat bulan Ramadhan.
Kegiatan santai di kalangan anak-anak muda ini, terus berkembang baik secara konten yang mereka lakukan maupun dari sisi istilah. Misalnya, kalau jaman dahulu, mereka hanya sekedar kumpul dan berbincang-bincang santai, namun jaman sekarang sudah ada yang menggunakan budaya nongkrong untuk membuat konten di akun semacam youtube, snack video dll, hingga dapat menghasilkan tambahan uang saku bagi mereka.
Ada juga para pembisnis yang jeli, hingga mereka menyediakan cafe-cafe untuk menampung para aktifis jalanan tersebut, agar lebih nyaman saat nongkrong bersama kawan-kawannya.
Istilah yang digunakan juga semakin variatif, ada istilah kongkow, angkringan, hang out, nge-tem, mangkal, kopdar (kopi darat), nongki dan meet up. Tentu masih banyak istilah-istilah lain yang bakal bermunculan.
Adapun kewajiban seorang muslim/muslimah yang harus dilakukan, saat ikut nongkrong di pinggir jalan, yaitu: menundukkan pandangan jangan bermata jelalatan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintah kebaikan dan mencegah kemunkaran.
Walaupun yang terbaik adalah sesuai pesan Rasulullah SAW: “Seburuk-buruk majelis (tempat berkumpul) adalah pasar dan jalanan, dan sebaik-baik majelis adalah masjid. Apabila engkau tidak duduk di masjid, maka diamlah di rumahmu.” (HR. Imam Thabrani melalui Wa’ilah).