KESAKRALAN DOA.
Luthfi Bashori.
Dari Shahabat Abu Musa Al-asy`ari menceritakan, konon Nabi SAW jika takut terhadap suatu kaum, Beliau SAW berdoa : `Ya Allah, kami jadikan penjagaan-Mu berada di leher mereka, dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka`. HR. Abu Dawud dan Annasai, berderajat Shahih.
Betapa Nabi SAW yang sudah mendapat jaminan keselamatan dunia dan akhirat, namun Beliau SAW masih mewajibkan diri untuk berdoa memohon kepada Allah. Demikian ini karena Beliau SAW menjadikan doa sebagai media komunikasi dengan Sang Khaliq, Allah SWT.
Doa adalah intisari ibadah, hal ini ditandaskan oleh Nabi SAW dalam sabdanya : Adduaa-u mukhkhul ibaadah, artinya : Doa itu adalah intisari ibadah. Karena Beliau SAW menempatkan doa sebagai sentral ibadah, maka tidaklah ada hari-hari dalam kehidupan Beliau SAW kecuali dipenuhi dengan doa.
Yang mana setiap amalan doa yang pernah dilantunkan oleh Nabi SAW adalah menjadi ajaran bagi para pengikutnya. Doa adalah permohonan murni kepada Allah.
Adakalanya, orang membaca doa dimulai dengan pujian kepada Allah, lantas disertai shalawat untuk Nabi SAW, kemudian disampaikan hajat-hajatnya, dan ditutup lagi dengan pujian kepada Allah serta shalawat untuk Nabi SAW. Umumnya doa ini dipungkasi dengan bacaan ummul kitab, Alfatihah.
Doa adalah suatu amalan yang sakral, karena merupakan media komunikasi secara langsung antara hamba dengan Penciptanya.
Jika doa ingin dikabulkan oleh Allah, maka harus dipenuhi beberapa syarat, antara lain harus dilantunkan oleh seorang muslim, mukmin, mukhlish yang bersih diri dari makanan haram, minuman haram, pakaian haram, dan bersih diri dari kemunafikan, kesyirikan dan kekafiran. Jika sesorang melantunkan doa kepada Allah, sedang dalam dirinya masih ada keyakinan kepada `tuhan lain` selain Allah, maka bukan saja doanya akan ditolak, melainkan murka Allah yang akan turun kepadanya.
Lantas bagaimana dengan fenomena perilaku doa bersama yang marak dilakukan akhir-akhir ini oleh komunitas lintas agama? Tentunya perilaku itu dapat diibaratkan sebagai berikut, jika peserta dari Islam diibaratkan seperti susu sapi murni yang suci dan bersih, sedangkan peserta dari agama-agama lain diibaratkan sebagai darah sapi, nanah sapi, kotoran sapi, kecing sapi dan bangkai sapi yang tentu saja hukumnya najis, maka doa bersama muslim non muslim itu dapat diibaratkan seperti segantang air susu sapi dicampur aduk dengan segelas darah, secangkir nanah, sebongkah tinja, secanting kencing dan sekerat daging bangkai sapi. Nah, seperti itulah gambaran status doa komunitas lintas agama.
Betapa kotornya komposisi mereka. Jika demikian, tentunya Allah tidak akan mengabulkan segala doa yang diucapkan oleh mereka. Bahkan saat non muslim memanggil-manggil tuhannya masing-masing di area perkumpulan gado-gado ini, maka Allah akan murka karena disekutukan oleh komunitas lintas agama itu.
Umat Islam jangan terkecoh oleh perilaku para tokoh yang menjadi oknum pelaku upaya pengkikisan, pendangkalan, dan pengkaburan aqidah umat Islam dengan berlaku menjadi panitia pelaksana doa bersama komunitas lintas agama.
Karena tokoh-tokoh tersebut kelak di padang Mahsyar akan dikumpulkan bersama kaum kafir peserta doa bersama komunitas lintas agama, sebagaimana mereka dikumpulkan saat di dunia. Sedangkan Nabi SAW hanya akan mengayomi umatnya yang aqidahnya bersih dari kemunafikan, kekafiran, kesyirikan dan kemurtadan serta pencampuradukan lintas agama.