Menguntai Wacana
Dengan Sepercik Tinta dan Setangkai Pena
BANG OEMAR
“Dan hendaklah ada sebagian diantara kalian sekelompok orang yang senantiasa mengajak pada kebaikan, mengarahkan yang makruf, dan mencegah yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali Imran [3]: 104)
Ayat yang pertama kali diturunklan oleh Allah kepada umat manusia adalah ayat “iqra’” yang berarti membaca. Wahyu pertama tersebut memiliki muatan nilai yang sangat revolusioner, dimana ia berisi perintah baca-tulis kepada manusia yang saat itu sebagaian manusia justru masih dalam kubangan “anti huruf”.
Dan firman itulah yang menjadi ruh kebangkitan Islam. Ayat tersebut menjadi inspirasi yang seakan tiada habisnya seperti ujung tak bertepi (ghayatun la tudrak) bagi umat Islam untuk senantiasa menggoreskan pena demi menggapai sebuah peradaban islami. Dengan motivasi firman tersebut, umat Islam selalu berusaha menghasilkan karya seelok-eloknya.
Ayat yang berintikan perintah membaca ini mengandung dua objek, yaitu alam (kauniyah) dan teks (qauliyah). Kemudian dilanjut dengan pernyataan bahwa manusia dapat mempelajari ilmu-ilmu Tuhan yang belum diketahuinya melalui torehan pena (qalam). Apabila kerja “iqra” dan “qalam” ini bersinergi, maka manusia akan mampu memainkan perannya sebagai khalifah di muka bumi.
Dari sini dapat dipahami bahwa al-Qur’an tak hanya berisi ajaran-ajaran budi pekerti (akhlak), teologi (ketuhanan), atau ideologi (akidah) semata. Tetapi lebih dari itu, al-Qur’an menampilkan ajaran yang sarat dengan motivasi bagi umatnya agar mampu melakukan perbuatan-perbuatan revolusioner dengan menciptakan opini perubahan yang berangkat dari kepekaan dalam membaca fenomena kauniyah dan risalah qauliyah.
Sejatinya, sejarah umat ini telah banyak menuturkan tentang kekuatan dari sebuah goresan pena—yang pada akhirnya menginspirasi adanya perubahan, lalu menjelma peradaban—sebagai media terpenting dalam penyebaran dakwah. Goresan pena para ilmuwan Islam mampu mewarnai hiruk pikuk wacana kebangkitan Islam secara menyeluruh.
Baginda Rasulullah, Nabi Muhammad SAW seringkali menyampaikan dakwahnya melalui tulisan, antara lain ditujukan kepada Kaisar Romawi Timur, Heracleus, Raja Persi, Raja Habasy, Raja Mesir Muqawqis dan lain-lain. Surat-surat Rasulullah tersebut menjadi wacana yang menggebrak beberapa negara adidaya pada saat itu, karena di dalamnya berintikan ajaran tauhid dan seruan agar memeluk Islam.
Opini dan Peradaban
Dewasa ini, umat Islam kerap dihadapkan pada sebuah dilema yang lumayan pelik, yaitu kurangnya media massa yang memadai untuk memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Dampaknya tidak hanya pada kurang tersalurkannya aspirasi umat, tetapi juga umat Islam hanya menjadi konsumen bagi media massa non Islam lainnya yang seringkali memberikan informasi yang tidak utuh dalam rangka pemberadayaan umat.
Sudah menjadi sunnatullah jika agama dan umat Islam selalu diserang oleh mereka yang tidak suka Islam, khususnya kaum Salibis-Zionis. Mereka menyerang Islam tanpa henti dengan berbagai tuduhan palsu. Demi tujuan itu, mereka tidak segan-segan memanipulasi fakta-fakta sejarah. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa Barat dewasa ini telah menguasai segala keunggulan sistem, tehnik, dan media informasi hingga memungkinkan akses dan transfer informasi dari mereka ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang relatif singkat.
Kondisi semacam ini menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam. Setiap pribadi Muslim bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang utuh kepada umat. Inilah tugas kader dakwah, yang pada intinya adalah agen perubahan yang akan mengarahkan perubahan tersebut kepada terbentuknya peradaban Islam.
Tuntutan tersebut tidaklah dengan serta merta dapat diraih kecuali adanya kecakapan dalam membingkai misi perubahan tersebut sehingga menjadi sebuah ramuan istimewa yang memiliki nilai tawar tinggi. Salah satu diantaranya adalah dengan menciptakan opini positif dalam menyonsong kebangkitan Islam.
Dalam hal ini, seorang kader dakwah secara otomatis telah menjadi seorang jurnalis Muslim yang menjadi pelopor perubahan. Sebenarnya, para sahabat Rasulullah telah memulai kerja jurnalis ini dengan merekam ragam peristiwa yang melingkupi kehidupan mereka, baik ketika bersama Rasulullah, atau prihidup mereka yang juga sarat dengan keteladanan. Kerja ini kemudian dilanjutkan oleh generasi sesudahnya, yaitu para tabi’in, ulama salaf, sampai dengan para ulama kontemporer. Hasilnya, sebagaimana yang kita nikmati saat ini.
Dari apa yang telah dirintis oleh para sahabat maupun para ulama, kita dapat menyimpulkan bahwa mereka adalah para generasi Islam yang mampu membentuk opini dan mengubah pola pikir publik sehingga dapat mengguncang dunia secara revolusioner. Mereka telah mampu mendarmabaktikan hidupnya dengan cara merintis peradaban gemilang umat Islam.
Kini saatnya kita bangkit.
Sebagai generasi Muslim dinamis, adalah suatu keharusan bagi kita untuk merumuskan wacana perubahan yang akan mengantarkan kepada terbentuknya peradaban Islam yang gemilang sesuai konteks ruang dan waktunya. Jurnaslistik Islam harus dikembangkan dalam rangka menentukan masa depan umat. Dengan menjadikan pers islami sebagai ideologi para jurnalis (pencipta opini) Muslim, maka kepentingan Islam dan kaum Muslimin akan dapat dibela dan terealisasikan. Begitu pula nilai-nilai Islam akan dapat tersosialisasikan, serta dalam rangka meng-counter dan mem-filter derasnya arus informasi jahili dari Barat. Disinilah ruang dakwah terbuka lebar bagi setiap kader Muslim.
Apa Langkah Kita?
Termasuk problem besar umat Islam ketika ia tidak mampu menyikapi goncangan perubahan dan benturan peradaban yang begitu dahsyat. Ia menjadi gugup di tengah gegap gempita serbuan opini yang dihebuskan oleh Barat. Maka agar umat Islam tidak terjerembab dalam kubangan kejumudan, yang nantinya akan menjadi korban distorsi informasi barat, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.
Pertama; Sensitif, kritis, dan selektif. Memiliki kepekaan (sensitifitas) terhadap segala fenomena-fenomena yang ada menjadi suatu keharusan bagi seorang jurnalis atau kader dakwah Islam. Sehingga dia mampu meramu fenomena tersebut menjadi modal untuk membangun opini yang mencerahkan umat. Sebab setiap fenomena yang terjadi memiliki nilai positif dan negatif. Di tangan kader dakwah, fenomena tersebut akan diarahkan kepada misi-misi perubahan yang konstruktif demi menyonsong peradaban umat.
Sikap ini juga harus diimbangi dengan sikap kritis dan selektif. Sebab tidak jarang munculnya fernomena atau informasi yang ada sengaja didesain oleh kelompok non-Muslim dalam upaya memamerkan superioritas (kekuatan) mereka dan menunjukkan sikap Islamophobia.
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.” (Qs. Al-Hujurat [6]: 6).
Kedua; Jurnalis Islam harus mampu menjadi penerjemah dan frontier spirit bagi pembaruan dan gagasan-gagasan kreatif kontemporer. Di sini Islam perlu diorientasikan ke depan agar sanggup berbicara mengenai berbagai problem sosial dewasa ini dan nanti. Dengan demikian problem aktual yang sulit dimengerti oleh mayoritas umat, menjadi mudah dipahami. Sehingga umat turut merespon problema ini.
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hasyr [59]: 18.
Ketiga; Jurnalistik Islam hendaknya sanggup melakukan proses sosialisasi sebagai upaya untuk memelihara dan mengembangkan khazanah intelektual Islam.
Keempat; Jurnalistik Islam harus sanggup mempersatukan kelompok-kelompok umat sambil memberikan kesiapan untuk bersikap terbuka bagi perbedaan paham. Akan menjadi kendala serius dalam upaya membangun wacana dan opini keumatan apabila masing-masing komponen umat masih bersikukuh dengan klaim kebenarannya sendiri. Maka harus ada upaya pendekatan yang intens sehingga suara umat dapat menjadi satu suara.
Allah berfirman, “Dan berpegang teguhlah kalian kepada taki (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai…” Qs. Ali Imran [3]: 103.
Dengan empat konsep di atas, diharapkan umat Islam akan mampu membawa angin perubahan yang konstruktif. Sehingga masa depan Islam dan kaum Muslimin betul-betul berada di tangan umatnya. Dan kelompok-kelompok yang tidak suka akan munculnya kebangkitan Islam, tidak memiliki peluang untuk mencabik persatuan dan keutuhan umat. Wallahu A’lam.