URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 4 users
Total Hari Ini: 204 users
Total Pengunjung: 6224316 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
MEMBANGUN RELASI DAN KEHARMONISAN SOSIAL 
Penulis: Mafahim [30/10/2010]
 
MEMBANGUN RELASI DAN KEHARMONISAN SOSIAL

Mafahim


Manusia dicipta sebagai mahluk sosial yang meniscayakan adanya interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Ia dituntut mampu menciptakan keharmonisan kolektif, di mana dan dengan siapa ia hidup berdampingan. Sebagai mahluk sosial, ia tidak mengedepankan kepentingan pribadi dan tidak mengunggulkan egonya. Tetapi justru ia memiliki kepekaan sosial yang tinggi dalam rangka menciptakan keharmonisan hidup dalam skala kolektif. Hal itu ditunjukkan dalam bentuk prilaku peduli terhadap sesamanya.

Bagi seorang muslim, upaya menjalin keharmonisan kolektif menjadi bagian dari ibadah-mu’amalah yang bernilai pahala. Muslim paripurna akan selalu mengisi hari-harinya dengan hidmat kepada umat (public service). Raut wajahnya mencerminkan kemudahan bagi siapa saja. Prilakunya menampilkan pribadi yang senantiasa menyenangkan orang lain. Tak pernah ia menampilkan sikap yang membuat orang lain risih, berat, atau terbebani, kendati ia sendiri dirundung masalah. Pantang baginya menampakkan kesusahan kepada orang lain. Itulah karakter muslim paripurna (the Moslems perfect).

Sebenarnya motivasi terbesar dalam mengekspresikan sikap ramah dan harmonis bagi seorang muslim adalah tauladan agung Rasulullah yang penuh dengan kecemerlangan hidup. Hal ini tervisualisasikan dalam beberapa sunah beliau. Dalam kerangka tersebut, Prof. DR. Abuya Sayydi Muhammad bin Alawi al-Maliki membuat karya yang bertemakan motivasi-motivasi hidup bagi seorang muslim dalam membangun keharmonisan sosial dan relasi publik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas ibadah dan dakwah islamiyah. Kitab yang berjudul, “Kasyful Ghummah fi Ishthina’il Ma’rufi wa Rahmatil Ummah; Menyingkap Mendung Kekalutan dalam Menciptakan Kasih Sayang dan Keharmonisan Sosial” tersebut memuat hadis-hadis Nabi yang mengandung motivasi sosial.

Dalam prolognya (hlm.: 5), Abuya menegaskan bahwa masyarakat muslim tidak terlepas dari kebutuhan yang urgen terhadap unsur-unsur pembangun dan penyambung emosi antar individu masyarakat. Dengan menciptakan keharmonisan sosial, memenuhi kebutuhan, menghilangkan kesusahan, dan membantu dengan kebaikan, maka kian bersemailah rasa cinta (mahabbah) dan kasih sayang (sent of love). Sementara cinta adalah jalan lurus menuju surga. Rasulullah SAW bersabda tang artinya:

“Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai. Tidakkah akan aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang apabila kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)

Dapat dipahami bahwa keimanan menjadi sebab masuknya surga. Dan memupuk benih-benih cinta akan menjadi penyebab sempurnanya imam. Sementara faktor terbesar yang akan mampu menyemaikan benih cinta adalah menciptakan keharmonisan antar sesama. Dengan demikian, benih-benih cinta akan bersemi. Sehingga antara pribadi muslim yang satu dengan yang lain akan semakin akrab dan dekat dalam bingkai ghirah ukhuwah, (hlm.:5-6).

Kitab Kasyful Ghummah, terdiri dari 25 bab motivasi sosial. Di antara tema-tema yang diangkat adalah tentang macam-macam kebaikan (ma’ruf), upaya melayani kebutuhan orang lain (public service), memberikan solusi yang tepat, menutup aib, menyajikan makanan, upaya mendamaikan pertikaian, penyambutan yang baik, penyatuan emosional sesama muslim, keutamaan sedekah, berbakti kepada orang tua, silaturrahim, menjenguk orang sakit, ber-takziah (melayat), waspada dari menunda perbuatan kebaikan, kewajiban mensyukuri karunia kebaikan, dan sebagainya.

Krisis ukhuwah dirasakan oleh umat Islam dewasa ini. Masing kelompok masih ngotot dengan klaim “kebenarannya” yang primordial. Kondisi ini dimanfaatkan oleh umat non muslim dalam upaya memecah belah umat Muhammad. Menyikapi fenomena ini, perlu adanya penyatuan emosi dan rasa kebersamaan (wihdah as-syu’ur wa al-ihsas bainal muslimin) serta jalinan persatuan yang kuat sesama muslim.

Dalam kitab ini, Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki menampilkan empat teks hadis Nabi sebagai motivasi dalam menjalin kebersamaan sesama muslim (hlm.: 55). Satu di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, yang artinya:

“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain. Seorang mukmin adalah saudara mukmin yang lain. Dia akan memberi solusi atas kesulitan saudaranya, dan menjadi pelindung di belakangnya.”

Dalam catatan kaki, Abuya menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘cermin’ adalah seorang mukmin akan menjadi gambaran dari keadaan sauadaranya yang lain. Jika satu orang mukmin sakit, maka yang lain ikut merasa sakit. Yah, tak ubahnya cermin yang menampilkan secara utuh orang yang bercermin. Sedangkan arti dari ‘memberi solusi’ adalah memenuhi kebutuhan saudaranya baik yang bersifat materi atau non materi. Kesulitan terbesar dalam hidup adalah kebutuhan materi, maka selayaknya seorang mukmin dapat memahami dan memenuhi kebutuhan material saudaranya. Sementara arti dari kalimat ‘jadi pelindung di belakangnya’ adalah melindungi, mengayomi, dan menyantuni sesuai dengan kadar kemampuannya. Bisa jadi dengan nasehat yang menyejukkan tatkala saudaranya ditimpa kesusahan hidup, atau dengan cara yang lain (hlm.: 56).

Andai, masing-masing muslim memiliki karakteristik yang prima sebagaimana tauladan agung Rasulullah dalam menjalin keharmonisan dan membangun kepedulian sosial, tentu Islam akan jaya dan kokoh di atas pondasi ukhuwah. Namun sayang, masih seringkali dijumpai kelompok-kelompok umat Islam yang lebih mengutamakan ego pribadi, kepentingan organisasi, kebenaran golongan, dan mengabaikan nilai-nilai kebersamaan. Antara yang satu dengan yang lain tertanam benih-benih kebencian dan saling curiga. Maka orang non muslim pun merasa mendapat angin segar untuk meruntuhkan akidah umat, karena persatuan Isalm telah rapuh. Maka bersatulah, sebab kekuatan hanya dapat diraih dengan solidnya jamaah.



   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam