HARAM MERATAPI MAYIT DAN BERDOA DENGAN DOA JAHILIYYAH
Dinukil dari kitab Al-Adzkar, halaman 164, karangan Al Imam Nawawi
Luthfi Bashori
Para ulama telah bersepakat atas keharaman Nihayah/meratapi mayit dan berdoa dengan doanya orang Jahiliyyah.
Kami meriwayatkan dari kitab shahih Bukhari-Muslim dari Abdullah bin Mas`ud ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Bukan termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, menyobek saku baju, dan berdoa dengan doanya orang-orang Jahiliyyah.
Kami meriwayatkan dari kedua kitab tersebut, dari Abu Musa Al Asy`ari Bahwa Rasulullah SAW bebas tangunggan (tidak bertanggung jawab) atas orang yang berteriak, orang yang memotong rambut, dan orang yang merobek-robek baju ketika terkena musibah (kematian).
Aku berkata : Orang yang berteriak (meratapi mayit dengan suara keras), dan orang yang memotong rambut, kemudian merobek pakaian (ketika tertimpa musibah), ini semua adalah Haram menurut kesepakatan para ulama. Begitu juga mereka yang menguraikan rambut, menampar pipi, mencakar wajah dan yang berdoa jelek (ketika tertimpa musibah).
Kami meriwayatkan dari kedua kitab tersebut dari Ummu Athiyyah berkata: Rasulullah SAW melarang kami ketika melangkahkan kaki (mengantar janazah) agar kami tidak meratapi mayit.
Kami meriwayatkan dari Shahih Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: Ada dua perkara pada diri Manusia, keduanya dapat menyebabkan KEKAFIRAN yaitu mencemarkan nasab dan meratapi mayit.
Kami meriwayatkan dari sunan Abu Dawud dari Abu Said Al-Khudri berkata: Rasulullah SAW melaknat orang orang yang meratapi mayit dan orang-orang yang mendengarkanya (dengan ridla dan tidak melarangnya).
Ketahuilah bahwa Niyahah adalah mengangkat atau meninggikan suara untuk meratapi mayit. Demikian pula Nadbu adalah menyebut nyebut kebaikan mayit dengan suara yang keras disertai ratapan atau tangisan.
Teman teman kami, pengikut Madzhab Assyafi`i berpendapat : Haram hukumnya bagi mereka yang mengeraskan suara dengan melampaui batas ketika menangisi mayit, dan tidak haram menagisi mayit yang dilakukan tanpa disertai ratapan dan tanpa mengeraskan suara tangisan saat menyebut kebaikan mayit.
Kami telah meriwayatkan dari Shahih Bukhari-Muslim, dari Ibnu Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW mengunjungi Said bin Ubadah yang sedang bersama Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Abdullah bin Mas`ud, lantas Rasulullah SAW menangis, ketika melihat Rasulullah SAW menangis maka mereka menangis pula, lantas Rasulullah SAW bersabda: Apakah kalian tidak mendengar bahwa Allah SWT sungguh tidak akan menyiksa orang yang mencucurkan airmata, dan juga tidak menyiksa orang yang bersusah hati (yang disebabkan musibah kematian). Akan tetapi Allah akan menyiksa seseorang disebabkan ini, lantas beliau menunjuk lisanya (artinya sebab menangis dengan meratap-ratap dan meraung raung), atau tidak menyiksa disebabkan ini pula (artinya menangis tanpa ratapan dan raungan).
Dari keterangan di atas bisa diambil kesimpulan:
1. Menangisi mayit hukumnya boleh, yaitu dengan mencucurkan airmata karena kesedihan hati serta mengingat kebaikan mayit.
2. Menangisi mayit hukumnya Haram, jika dilakukan dengan meraung-raung dan meratap-ratap saat meyebut kebaikan kebaiakan mayit, apalagi sampai memukul dada, pipi, dan merobek-robek baju, dan inilah yang disebut Niyahah.
Sebagaimana diketahui bahwasanya perbuatan Niyahah ini juga disinyalir menjadi ciri khas ajaran Syiah Imamiyah Khomeiniyah, karena itu tidak heran apabila mereka melakukanya di berbagai tempat.
Sebagai contoh apabila kita berada di kota Madinah di musim Haji, kita akan menemui penganut Syiah menangis dan meratap dengan suara yang keras di dekat pintu pemakaman Albaqi` demikian pula di tempat lainya.
Di Iran, Iraq, bahkan di Indonesia penganut Syiah mengadakan perayaan tangisan massal dengan tujuan meratapi wafatnya Sayyidina Husain bin Ali Abi Thalib RA, dengan tujuan mengingat-ingat terjadinya pembantaian terhadap cucu baginda Rasulullah SAW tersebut. Kaum Syiah ini melakukanya dengan penuh haru, disertai tangisan yang memilukan serta ratapan, bahkan mereka memukul-mukul badannya, yang sering kali hingga berdarah-darah.
Perayaan ini biasanya dilaksanakan tepat pada hari terbunuhnya Sayyidina Husein RA, pada setiap tanggal 10 Muharram, atau yang juga dikenal dengan hari Asyura.
Sungguh patut disayangkan bahwa mereka telah melanggar larangan Rasululah SAW, agar tidak meratapi dan menangisi mayit denag suara yang keras. Padahal pembantaian tersebut terjadi pada ratusan tahun yang lampau. Memang demikian inilah salah satu ajaran Agama Syiah yang lebih dekat kepada ajaran Jahliyyah.