Pengetahuan Yang Benar Meningkatkan Taqwa Kepada Allah
A. Moertadho
Suatu kali, Nabi sedang duduk bersama beberapa sahabat beliau. Tiba-tiba Nabi mendongak ke langit dan berkata, "Kiamat akan tiba bila ilmu sudah dicabut".
Ziyad bin Labid, seorang Anshar, bertanya bagaimana mungkin ilmu akan dicabut dari mereka, sedangkan mereka punya kitabullah dan mengajarkannya kepada anak dan isteri.
"Kukira kau adalah orang yang paling pandai di Madinah ini\", ujar Nabi. \"Tidakkah kau tahu bahwa umat Yahudi pun tersesat, padahal mereka masih memiliki Kitabullah?\"
Perawi Hadits ini, Jubair bin Nufair, mendatangi Shaddad bin Aus dan menyelidiki detail hadits tersebut bersamanya. "Tahukan kau bagaimana ilmu dapat dicabut?\" Shaddad bertanya dan Jubair menjawab tidak tahu. \"Bila wadahnya dicabut," ujar Shaddad.
"Tahukah kamu ilmu apa yang akan dicabut?\" tanyanya lagi. Jubair pun tetap mmenggeleng. Shaddad menerangkan bahwa ilmu yang akan dicabut adalah takut kepada Allah.
"Tidak akan kau saksikan lagi orang yang bertakwa kepada Allah\", tegasnya.
Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana dengan ilmu yang sudah Allah berikan kepada kita?
Apakah membawa kepada bertambahnya rasa takut kita kepada Allah atau justru sebaliknya?
Bukankah banyak orang yang dinilai pintar malah justru berani meragukan kebenaran dan keotentikan Alquran?
Ternyata menurut hadits tersebut, banyaknya ilmu yang kita punya, tingginya titel kependidikan, dan menterengnya tempat kita menimba ilmu hingga mendapatkan predikat pintar tidak dapat dijadikan ukuran. Dengan tegas hadits itu menjelaskan dan menyiratkan dari apa yang tersurat didalamnya bahwa ukurannya tetap pada mampu tidaknya ilmu itu membawa kita kepada rasa takut kepadaNya yang mana rasa takut itu nantinya mampu bertransformasi menjadi ketaqwaan dan ter-implementasikan atau nampak dalam segala tindak-tanduk ketakwaan si pemilik ilmu,.
Maka dari sinilah awal kemunculan hikmah, yakni dari sebuah pengetahuan yang benar menurut Allah dan Rasulnya.
Tapi kalau kita mau bercermin dan mengakui, ternyata tidak seperti itu lazimnya yang terjadi. Dengan semakin banyak sarjana dari perguruan tinggi mentereng dalam maupun luar negeri, dari eropa sampai timur tengah dengan membawa titel-titel dan gelar yang menumpuk pada satu pribadi, tapi semakin tertutup dan tertimbun hikmah-hikmah di bumi ini , demikian halnya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan, dan ketaqwaan-ketaqwaan. Malah semakin tinggi ilmunya semakin berani dan semakin lihai seorang manusia untuk mengotak-atik ayat-ayat, hadits-hadits dan hukum-hukum Allah.
Bahkan ada yang karena kepintaran dan banyaknya literatur yang ia baca, dia justru ragu dengan keotentikan Alquran.
Bukankah semakin lama pelajar indonesia yang berhasil mengenyam pendidikan di luar negeri khususnya yang mendalami ilmu agama dan segala yang berafiliasi padanya semakin lama semakin banyak ? Mungkin zamannya Kyai Hasyim Asy’ari hanya beberapa gelintir saja yang ditakdirkan kesana. Tapi justru kita tahu betul bagaimana ilmu, aqidah dan ketaqwaan yang dibawa para ulama era itu mampu mewarnai dan membawa masyarakat di tanah air kepada aqidah dan ketaqwaan yang benar. Bahkan hikmah-hikmah yang mereka bawa sampai saat ini masih bisa kita rasakan. Bukankah seharusnya era sekarang ditengah semakin banyaknya pelajar indonesia yang berkesempatan, bangsa Indonesia lebih alim dan bijak, bukannya tambah bingung dengan berbagai macam aqidah dan model yang dibawa?
Lantas apakah gerangan yang terjadi? Apakah memang inilah tanda-tanda akhir zaman sebagaimana yang disebutkan hadits tadi?.........
Kalau toh memang seperti itu adanya mudah-mudahan kita senantiasa dengan hadits tadi, menjadi orang yang mampu bercermin dan terus mengoreksi ilmu dan ketaqwaan kita ini!! Sehingga kita mampu menjaga ilmu-ilmu yang benar dan terus menyaring semua polutan yang ada didalamnya……. Dan akhirnya kita termasuk orang-orang yang mendapatkan hikmah serta keridhoan dariNya, Wallahu a’lam.