ILMU HADITS DALAM BINGKAI
Luthfi Bashori
Belajar Hadits dengan segala variannya sangatlah perlu, karena Hadits adalah sumber ke dua bagi aturan Syariat setelah Alquran yang wajib diamalkan oleh segenap umat Islam.
Belajar imu Hadits itu sangat luas cakupannya, sebutnya belajar Matan yaitu isi Hadits dari segi ucapan, perbuatan, sifat serta ketetapan Rasulullah SAW. Atau belajar Sanad yaitu terkait silsilah perawi yang meriwayatkan Hadits, sebut saja mulai dari pengarang kitab Hadits hingga
Rasulullah SAW..
Seperti Imam Bukhari yang meriwayatkan Hadits dari guru-gurunya secara estafet hingga Rasulullah SAW, semisal Imam Bukhari meriwatkan hadits dari Imam Ismail (sang ayah), sang ayah meriwayatkan dari Imam Malik yang meriwayatkan dari Imam Ibnu Syihab, beliau meriwayatkan dari Imam Humaid bin Abdurrahman, dan Imam Humaid meriwayatkan dari Shahabat Abu Hurairah yang mana beliau mendengar langsung Hadits-hadits dari Rasulullah SAW.
Imam Al-hakim menegaskan, “Seandainya tidak banyak orang yang menghafal sanad (yang menjadi sandaran) Hadits, niscaya menara Islam roboh. Juga, niscaya para ahli bid’ah berupaya membuat Hadits maudhu’ dan memutarbalikkan sanad.”
Dari sekian banyak isi Hadits juga banyak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Alquran yang isinya masih terhitung global, hingga memudahkan bagi umat Islam untuk mengerti apa hakikat dan maksud suatu perintah dari Allah SWT.
Imam Sufyan Ats-Sauri menyatakan,” Saya tidak mengenal ilmu yang utama bagi orang yang berhasrat menundukkan wajahnya dihadapan Allah, selain ilmu Hadits. Orang-orang sangat memerlukan ilmu ini sampai pada masalah-masalah kecil tentang tata cara makan dan minum.
Mempelajari Hadits lebih utama dibandingkan shalat (sunnah) dan puasa (sunnah), karena itulah mempelajari ilmu Hadits ini hukumnya adalah fardhu kifayah.
Sesungguhnya Allah memilih orang-orang khusus yang hatinya disenangkan oleh Allah bergelut mendalami dunia ilmu Hadits.
Imam Syafi’i menuturkan,” Ilmu Hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan keyakinan yang paling teguh. Tidak gemar menyiarkannya kecuali orang-orang yang jujur nan bertakwa, dan tidak membenci terhadap penyiarannya selain orang-orang munafik lagi celaka.”