URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 10 users
Total Hari Ini: 413 users
Total Pengunjung: 6224562 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Aswaja Di Simpang Jalan 
Penulis: BANG OEMAR [30/9/2010]
 
Aswaja Di Simpang Jalan

BANG OEMAR

”Al-muhâfadlatu ’alâ al-qadîmi as-shôlih, wal akhdu ’alâ al-jadîdi al-ashlah, melestarikan tradisi lama yang mapan dan mengadopsi trend baru yang lebih inovatif”

Beberapa pekan akhir-akhir ini saya seringkali dihadapkan pada kasus-kasus yang bersifat problematis-idiologis yang harus disikapi secara arif dan bijak. Sebab jika tidak, akan menjadi virus yang membahayakan bagi kelangsungan dakwah Islam. Hal ini juga terkait dengan upaya pencitraan Islam di mata umat Islam khususnya dan umat lain secara global.

Penulis seringkali dikeluhkan dengan adanya upaya penyempitan pemahaman terhadap nilai-nilai universalisme Islam. Islam yang pada intinya memiliki karakter universal dan komprehensif, mulai diarahkan kepada satu pemahaman yang tidak bisa ditawar lagi. Pamahaman yang hanya bersumber kepada satu profil atau idiologi organisasi tertentu. Konsekwensinya pemahaman ini akan mudah mengklaim ”salah” pada orang lain yang tidak sejalan dengannya.

Ada beberapa kawan yang kebetulan bertemu dengan penulis. Dia mengeluhkan bahwa di kampusnya, ada kelompok-kelompok yang melakukan perekrutan dengan sembunyi-sembunyi. Mereka bergerilya memasuki kos-kos atau asrama mahasiswa. Dengan gigih mereka menawarkan doktrin dan pola gerakannya kepada siapa saja yang dianggap layak untuk dibidik dan direkrut.

Masih dalam kasus yang serupa, kawan tersebut merasa gundah dan resah. Pada satu sisi kelompok ini mengaku Islam, tetapi di sisi lain, seringkali menyalahkan kelompok Islam yang lain. Yang lebih mengejutklan lagi, kelompok ini menelanjangi ajaran dan ritual teman penulis yang juga ajaran mayoritas umat Islam di negeri ini. Mereka mengklaim ajaran dan ritual teman tadi jauh dari Islam.

Ini sudah tidak sportif. Sebab perekrutan atau penggalangan anggota secara sembunyi-sembunyi akan menimbulkan kecurigaan bagi kelompok Islam yang lain. Semestinya ada keterbukaan sehingga tidak menimbulkan negatif thinking (suuddzon). Yang lebih fatal lagi ketika mereka menelanjangi ajaran kelompok lain, baik dari sisi ibadah, akidah, maupun mu’amalah di hadapan orang yang tidak begitu memahami ”masalah” itu.

Menyikapi hal itu tidak harus dihadapi dengan cara konfrontatif. Karena bagaimanpun mereka adalah saudara kita seiman yang sama-sama menginginkan ”jatah” pahala sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah. Tetapi perlu adanya penyeimbangan paradigma sehingga tidak menimbulkan pengkaburan terhadap nilai-nilai ukhuwah Islamiyah yang telah lama terjalin. Konsep Aswaja dianggap ampuh sebagai penyeimbangnya.

Ekstrim Kanan (al-Tatharruf al-Yamani)

Paradigma ekstrim yang mengarah pada sikap-sikap fundementalisme adalah indikasi dari pemahaman teks-teks agama (al-Quran dan al-Hadits) secara parsial. Pemahaman teks yang hanya bersandar pada satu sumber menjadikan sesorang memiliki pemahaman yang terbatas. Karena secara keilmuan, dia tidak mau tahu—atau memang tidak tahu—dengan pemikiran orang lain.

Karena yang terbangun adalah pemikiran dan pemahamnan yang parsial, maka kelompok lain yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan kelompoknya dianggap salah paham dan paham salah. Kelompok ini sangat loman memberikan klaim sesat, bid’ah, syirik, khurafat, atau bisa jadi kafir pada kelompok yang tidak se-ide dengannya. Hal ini sangatlah fatal. Karena akan mengancam pada semangat ukhuwah Islamiyah.

Di lapangan, kelompok ini muncul di beberapa perguruan tinggi dengan basis massa kaum akademisi dan mahasiswa. Uniknya, kelompok ini menjamur di kampus-kampus umum yang di dalamnya tidak bersinggungan sama sekali dengan agama. Sementara di kampus-kampus yang berbasis agama, seperti sekolah tinggi, universitas, yang berlabel Islam, kelompok ini kurang mendapat tempat.

Kendati demikian, kelompok ini mampu menyuguhkan menu-menu yang menarik, inovatif, progresif, dan aktual. Program yang ditawarkan adalah gerakan perubahan revolusiner. Sehingga dengan model seperti itu, banyak kalangan kaum muda akademisi yang simpati dan akhirnya bergabung di dalamnya. Dari kelompok pulalah muncul generasi-generasi muslim progresif yang kadang-kadang gegabah dalam menyikapi sesuatu.

Perlu ditegaskan di sini bahwa pemahaman yang parsial terhadap agama akan memunculkan interpretasi yang sempit. Padahal agama Islam tidak sesempit itu. Sikap-sikap yang gampang memberikan klaim dan label pada kelompok lain adalah wujud dari kegegabahan mereka dalam menginterpretasi teks agama.

Sikap yang seperti ini akan sangat menghalangi dakwah Islam. Dakwah Islam yang diharapkan mampu menyentuh berbagai ranah dan dimensi kehidupan umat, menjadi teks yang sempit untuk di aplikasikan. Di lain pihak, pola paham yang seperti ini cenderung menimbulkan rasa saling curiga sesama muslim. Karena satu kelompok akan menganggap bahwa kelompok lain salah, bid’ah, dhalâlah, sesat, dan kafir.

Apabila rasa saling curiga itu telah muncul, maka gerakan-gerakan yang semestinya ditujukan pada musuh Islam juga menimpa umat Islam. Satu contoh adalah kasus pengeboman di berbagai tempat yang di dalamnya banyak umat Islam sebagai korban. Lalu dimana ruang ukhuwah?

Terkait dengan ilustrasi di atas, rupanya kawan di atas sedang berhadapan kelompok ini. Dia merasakan bahwa keyakinan yang selama ini dia pegang teguh, ternyata dibredeli. Dia kalut dan resah. Karena disodorkan doktrin-doktrin yang keras dan ketat yang seakan tidak ada ruang untuk bernafas dalam menginterpretasikan teks agama karena hanya bersandar pada satu sumber. Jika tidak demikian, Sesat!

Ekstrim Kiri (al-Tatharruf al-Yasari)

Berbeda dengan kelompok di atas, kelompok ini mencoba menampilkan Islam dengan wajah yang ramah, bebas, plural, liberal, sekuler, humanis, dan menghilangkan kesan ”angker”. Kelompok ini begitu gencar menyuarakan kebebasan dalam berpikir, beragama, beribadah, dan beridiologi.

Pencitraan kesan ”tidak angker” yang diusung oleh kelompok kedua ini ternyata menjadi bumerang bagi umat Islam. Karena, sikap ekstrim juga tidak bisa lekang dari gerakannya. Sehingga setiap gerakan Islam yang tidak sesuai dengan paradigmanya juga diklaim tidak demokratis.

Gelagat ini dibaca oleh kelompok di luar Islam sebagai peluang untuk mengobok-obok Islam dari berbagai sisi. Kesan toleran kelompok liberal ini ternyata memunculkan sikap yang kurang peka dalam men-scan virus dari ”luar”. Maka tidak heran jika di kelompok ini, pengadopsian pemahaman lintas idiologis menjadi trend khasnya.

Yang perlu diwaspadai dari kelompok kedua ini adalah, bahwa mereka telah mencoba memindah ”kiblat” umat Islam ke ”barat”. Setiap kali mereka menafsirkan teks-teks agama selalu menggunakan kaca mata barat yang nota bene non muslim (baca: kafir). Peran ulama’ shalihin dikesampingkan karena di anggap tidak mampu memecahkan masalah dan tidak relevan dengan tuntutan zaman.

Sering kali mereka mengadopsi pola penafsiran barat untuk memecahkan problematika umat Islam. Akibatnya, pesan-pesan luhur agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah banyak yang diselewengkan (distorsi), karena tidak adanya kesinambungan emosi. Lagi pula, mereka memang tidak akan simpati terhadap Islam dan Rasulullah. Bahkan permusuhan itu telah dicanangkan oleh Allah dalam al-Quran bahwa, mereka tidak akan pernah lega atau puas terhadap Islam sampai kita mengikuti propaganda mereka.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa kelompok libertalis yang begitu getol memperjuangkan tatanan demokrasi dan pluralisme selalu menjadikan orang barat sebagai referensi dalam mengkaji hukum Islam? Apakah tidak ada tokoh-tokoh cendikiwan Islam (ulama) yang kompeten? Bukankah cendikiawan muslim jutru akan menempatkan permasalahan secara proporsional ketika berbicara masalah agamanya sendiri? Bahkan para ulama akan berpijak tidak hanya pada teks semata, tetapi konteks dan intuisi (ilham)?

Selanjutnya, muncul kekhawatiran dari sebagian kalangan seiring maraknya liberalisme. Antara lain, kegetolan mereka untuk mengekspos tokoh-tokoh non muslim barat ditengarai ada indikiasi tendensius, yaitu untuk memberangus kemurnian ajaran Islam. Sebab ketika orang di luar Islam ”turut campur” berbicara Islam, maka ada kemungkinan ia akan berbicara jujur tentang Islam, atau mencari celah untuk menyerang Islam. Kemungkinan kedua lebih besar.

Selayaknya kita waspada dengan proganda barat yang sudah merasuk dan jauh turut campur dalam masalah hukum dan akidah Isalam. Mereka telah merasuki pola pikir generasi muslim, sehinbgga secara perlahan mereka seperti virus yang secara pelan tapi pasti akan menghancurkan Islam. Isu liberalisme, pluralisme, sekularisme dan demokrasi yang tidak di iringi dengan pertahanan akidah yang mantap akan menyebabkan umat Islam jauh dan menjauh dari agamanya.

Aswaja sebagai Solusi

Lagi-lagi kemunculan dua kelompok ekstrim yang bertolak belakang ini telah menjadikan umat Islam semakin bingung dengan agamanya sendiri. Umat Islam akan takut pada ajarannya karena menganggap bahwa Islam mengajarkan kekerasan (ekstrim kanan). Di sisi lain, Islam hanya sebagai simbol semata, sementara nilai-nilainya sudah diganti dengan nilai-nilai demokrasi barat yang kafir (ekstrim kiri).

Disinilah pentingnya penyegaran kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) sebagai upaya untuk membentengi umat Islam dari ancaman kanan dan kiri. Aswaja yang sudah lama membumi di negeri ini dan menjadi paham mayoritas umat Islam terbukti mampu menghadang berbagai aliran dan pemahaman yang mencoba merusak Islam.

Masih terngiang dalam ingatan, ketika paham Aswaja mampu memberikan konstribusi dalam mencegah pembongkaran makam Rasulullah di Makkah oleh kelompok keras. Begitu halnya ketika bangsa di hadapkan pada kemelut politik dan idiologis karena adanya paham komunis, maka konsep Aswaja dengan perangkat-perangkatnya mampu membantu memulihkan stabilitas bangsa.

Selanjutnya, tinggal bagaimana paham Aswaja ini dikemas sedemikain cantik dan inovatif. Sehingga mampu mengakomodir berbagai karakter mayoritas umat yang ada. Sebab yang terjadi saat ini adalah mulai adanya kejenuhan dari generasi muslim dengan pola pendoktrinan agama yang terkesan monoton. Mereka jenuh dengan ritual-ritual yang diwariskan secara turun temurun dari para leluhur.

Karena tidak adanya upaya inovatif, maka banyak dari generasi muslim yang memilih model lain yang baru. Mereka memilihnya bukan karena isinya, tetapi dari kemasannya.

Generasi kita lebih tertarik pada kelompok kanan, karena disana menyuguhkan menu yang konkrit dari arah pergerakan Islam. Sementara yang lain memilih liberal, karena di sana ada pencerahan pemikiran yang progresif. Lalu, paham Aswaja tertinggal di persimapnagn jalan dan tidak akan ditoleh lagi oleh generasi kita.

Saatnya kita menghidupkan kembali konsep bagus yang menjadi slogan Aswaja, yaitu al-muhâfadlatu ’alâ al-qadîmi as-shôlih, wal akhdu ’alâ al-jadîdi al-ashlah, melestarikan tradisi lama yang mapan dan mengadopsi tren baru yang lebih inovatif. Allahumma shalli ’ala sayyidina Muhammad.

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Mirza  - Kota: Singosari
Tanggal: 2/10/2010
 
Allahumma shalli wa sallim wa barik 'alaihi...

Slogan :
Ekstrimis NO! Liberal NO! Aswaja YES!!! 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sepakaaaat ... !

 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam