URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 8 users
Total Hari Ini: 96 users
Total Pengunjung: 6224202 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
CORONA & RUMAH TANGGAKU 
Penulis: Pejuang Islam [ 7/4/2020 ]
 
CORONA & RUMAH TANGGAKU


Luthfi Bashori


Hidup bersama seorang istri dan empat orang anak, tentu banyak sekali dinamika yang datang silih berganti dalam kehidupanku.

Rasanya, sejak enam tahun yang lalu, saat putrikku yang besar berangkat mondok di sebuah pesantren, apalagi tiga tahun berikutnya disusul oleh salah satu adiknya yang belajar juga di pesantren, maka praktis aku jarang sekali makan bersama keluargaku secara lengkap, seperti dahulu, yaitu bisa duduk satu meja sebanyak tiga kali dalam sehari, kecuali hanya beberapa kali saja di saat ada liburan pesantren.


Itupun biasanya anak-anakku sering mengajak teman pesantrennya untuk menginap di rumah, hingga ada suatu sekat yang membatasiku untuk dapat berkumpul bersama keluarga secara lengkap.

Dulu sebelum mereka mondok, aku sering mengajari kitab-kitab kecil. Namun sejak ke dua putriku mondok, jadi jarang sekali aku duduk bersama-sama untuk mengaji kitab lagi.

Dua adiknya yang lain, terhitung masih terlalu kecil jika akan diajak mengaji kitab, karena keduanya masih kelas empat dan lima SD. Jadi yang lebih dibutuhkan oleh mereka adalah guru les bagi pelajaran sekolah Madrasah Ibtidaiyah.


Istriku terhitung sangat rajin memanggil guru-guru les buat anak-anaknya. Bahkan ia juga ikut mengontrol agar anak-anaknya itu serius saat belajar kepada beberapa guru les privat yang didatangkan ke rumahku.

Dengan situasi demikian, maka waktuku lebih banyak aku berikan kepada para santri yang hidup bersama di pesantrenku.

Belum lagi jadwalku untuk melaksanakan kewajiban di luar rumah, terhitung sangat padat. Masyarakat banyak yang memintaku untuk mengadakan Safari Dakwah, tentunya sangat sulit bagiku untuk mengatakan `tidak` kepada mereka.

Terlebih guruku juga masih tetap mengontrol kegiatan dakwahku, hingga beliau sempat berpesan kepadaku secara khusus, "Hendaklah engkau tetap istiqamah berdakwah dalam membimbing umat !"

Namun, sejak adanya musibah virus Corona, maka akupun lebih memilih banyak berada di rumah.

Saat aparat pemerintah menerapkan kebijakan lockdown terhadap masyarakat terkait wabah Corona, aku pun menerapkan `lockdown` bagi keluargaku.

Yang ingin aku bicarakan di sini, bukan urusan hukum syariat atau mungkin juga hukuman bagi masyarakat terkait kebijakan lokcdown, atau yang semisalnya, akan tapi rasanya ada hikmah yang aku temukan saat ini.

Ternyata selama enam tahun terakhir, aku menyimpan rasa kerinduan untuk selalu berkumpul bersama keluargaku. Yaitu aku sendiri, istriku dan anak-anakku.

Aku rindu makan bersama mereka satu meja dalam sehari tiga kali. Aku rindu menyaksikan mereka shalat berjamaah yang aku imami sendiri, tentunya juga bersama para santri lelaki di pesantrenku, dengan cara yang telah aku atur sedemikian rupa sejak lama, dan ternyata aku juga rindu mengajari keluargaku mengaji kitab secara bersama-sama.


Di saat musim liburan Corona ini, aku terapkan apa yang aku rindukan itu, bahkan aku sengaja membaca kitab yang paling ringan untuk aku kaji bersama keluargaku setiap bakdal Ashar, yaitu kitab Akhlak untuk pemula, karya Syekh Umar bin Ahmad Baraja, tentunya aku kupas untuk mereka sedemikian rupa dan aku sesuaikan dengan sikon dalam rumah tanggaku.

Satu pasal demi satu pasal aku bacakan dan aku jadikan bahan dasar untuk menasehati serta mengarahkan mereka.

Untuk menguji kepahaman putri-putriku itu, maka tiap kali selesai pembacaan satu pasal, dan aku terangkan sejelas-jelasnya, maka aku minta kepada mereka secara bergiliran untuk merangkum keterangan yang aku sampaikan, mulai dari yang terkecil, kelas 4 SD hingga yang terbesar, kelas 3 SMA.

Kemudian aku minta mereka berdiri satu persatu untuk menyampaikan ulang apa yang telah mereka dengarkan dariku.

Jadi hampir setiap bakdal Ashar, seakan-akan ada lomba pidato yang para pesertanya tiada lain adalah putri-putriku sendiri.

Betapa bahagianya hatiku, terutama saat menyaksikan tumbuh-kembangnya anak-anakku yang semakin lama semakin tambah dewasa dalam berpikir, tentunya sesuai dengan perkembangan usia mereka masing-masing.


(Terima kasih ya Allah)
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam