MENUTUP AIB ORANG MUSLIM
Luthfi Bashori
Dalam kitab Washayarrasul (disebutkan) bahwa “Barangsiapa menutup aib saudaranya yang muslim, maka Allah menutup aibnya pada hari Kiamat, dan barangsiapa menyingkap aib saudaranya yang muslim, maka Allah menyingkap aibnya hingga mencemarkannya dengan aib itu di dalam rumahnya.”
Di antara aib yang dimaksud, adakalanya secara fisik seperti cacat tubuh, baik bawaan dari lahir maupun akibat kecelakaan serta sakit permanen yang menyebabkan penderitanya kurang nyaman, atau perilaku yang kurang baik namun telah ditutup oleh pelakunya, misalnya membuat tato yang disembunyikan dari orang lain, bukan perilaku buruk yang dilakukan di depan publik.
Sedangkan perilaku buruk yang sengaja dilakukan oleh pelakunya di depan publik, maka umat islam berhak untuk mengingkarinya dalam konteks bernahi mungkar.
Diceritakan bahwa pada suatu malam ada ada seorang lelaki sedang tidur. Kemudian ia bermimpi melihat Nabi Muhammad SAW. Beliau SAW berkata kepadanya, “Hai fulan, bangunlah dari tidurmu dan pergilah ke kota Anu, lalu tanyakan tentang Al-Ma’dawi. Sampaikan salamku padanya. Katakan kepadanya bahwa engkau adalah teman Rasulullah SAW di surga.”
Ketika terbangun dari tidurnya, ia pergi ke kota Anu dan mendapati Al-Ma`dawi, ternyata tidak mengerjakan suatu kebaikan apapun di waktu siangnya. Kemudian diceritakan mimpinya kepada Al-Ma`dawi dan menanyakan tentang amalannya.
Al-Ma`dawi menjawab, “Aku mengawini seorang perempuan. Ketika aku hendak menggaulinya, ia melahirkan seorang bayi pada malam pertama. Namun aku menutupi aibnya dan tidak mencemarkannya. Aku mengambil anak itu dan membawanya ke masjid Jami’.
Aku duduk menunggu orang-orang. Ketika mereka selesai mengerjakn shalat subuh, mereka berebut untuk mengambil anak itu. Maka aku pun bersumpah dengan thalaq, bahwa aku sendiri yang mengambilnya. Maka aku pun mengambil bayi itu dan mengembalikan kepada ibunya. Ia pelihara anak itu dan aku tutupi aibnya.”