MENGENAL SUNAN GIRI - 6
Luthfi Bashori
(Dinukil dari buku Kisah Walisongo, karangan Baidlowi Syamsuri)
RADEN PAKU MENDIRIKAN PESANTREN
Setelah berumah tangga, Raden Paku masih tetap bekerja membantu ibu angkatnya berdagang antar pulau dengan menyiarkan agama pada masyarakat setempat. Karena itulah nama Raden Paku banyak dikenal orang di kepulauan nusantara.
Demikian juga kalau sewaktu di rumah beliau mengajar orang-orang yang ingin belajar kepadanya.
Nampaknya semakin lama semakin bertambah banyak orang yang berminat brlajar ilmu agama kepadanya.
Raden Paku merasa kebingungan menerima dua hal yang harus dilaksanakan yaitu di rumah muridnya semakin bertambah dan bertambah banyaknya dan itupun harus ditinggal bila waktu pergi berdagang sampai beberapa hari lamanya.
Setelah ditimbang dan diingat bahwa mengajar lebih baik, maka beliau meminta izin kepada ibunya untuk meninggalkan dunia perdagangan dan ingin memusatkan pikirannya untuk menyiarkan agama Islam dengan mendirikan pesantren.
Dengan senang hati Nyai Ageng Pinatih menyetujui maksud Raden Paku dan ia menyadari bahwa dunia perdagangan memang kurang cocok dengan bakat putra angkatnya yang disampaikan oleh ilmu-ilmunya. Disamping itu Nyai Ageng Pinatih juga merasakan akan kekayaannya, Insya Allah tidak akan habis seumur hidup dimakan keempat keluarganya. Lebih-lebih Abu Hurairah orang kepercayaannya mengetahui hal itu telah mengatakan bahwa Nyai Ageng Pinatih tidak perlu Khawatir, urusan dagangannya dialah yang akan mengurusi dengan sebaik-baiknya.
Setelah ada persetujuan dan kesanggupan bantuan material dari ibunya untuk mendirikan pesantren itu, maka kemudian Raden Paku sementara mengasingkan diri untuk munajat atau bertafakkur selama empat puluh hari empat puluh malam di sebuah gua di desa Kembangan wilayah Kecamatan Kebomas/Gresik.
Sehabis bertafakkur selama itu, tiba-tiba beliau teringat kembali akan pesan ayahnya sewaktu hendak meninggalkan negeri Pasai. Maka Raden Paku segera pulang untuk mengambil bungkusan berisi tanah pemberian ayahnya yang telah lama disimpan dengan baik di rumahnya.
Tanpa menunggu lebih lama lagi... Raden Paku pun terus pergi mengembara mencari tempat yang tanahnya cocok dengan tanah pemberian dari ayahnya.
Pada akhirnya Raden Paku sampailah disatu daerah dataran tinggi atau pembukitan. Disitu beliau dapat merasakan kesejukan, ketenangan dan kedamaian jiwanya. Maka dikeluarkanlah bungkusan putih, ternyata tanah pegunungan yang diinjak itu persis dengan tanah yang dibawanya dari Pasai itu.
``Alhamdulillah`` puji Raden Paku. Semua ini hanyalah Engkau Ya Allah yang telah menunjukkan saya ke tempat ini.
Setelah Raden Paku memberitahukan hal itu kepada keluarganya, Nyai Ageng Pinatih seorang janda kaya raya itu pun ikut bersenang hati dan rela mengorbankan hartanya demi berdirinya pesantren putra angkatnya. Atas bantuan masyarakat Gresik, terutama pada muridnya dan bantuan material dari Nyai Ageng Pinatih, maka dengan waktu yang singkat pesantren itu sudah berdiri.
Pesantren itu dinamakan Pesantren Giri. Giri adalah dari bahasa Sensekerta yang artinya gunung, dan karena Raden Paku selaku pengasuh pesantren tersebut, maka Raden Paku diberi sebutan `Sunan Giri`. Bekas pesantren Raden Paku sekarang terletak di suatu dusun yang dinamakan desa Sidomukti, kecamatan Kebomas/Gresik.
Dengan berdirinya pesantren itu, Raden Paku menjadi lebih tenang lagi dalam mendidik murid-muridnya. Pernah pada suatu hari Raden Paku yang ketika turun dari gunung itu melihat seorang penjual kunyit sedang menyesali nasibnya. Dengan memikul kunyit orang itu berkata : Seumpamanya kunyit ini manjadi emas, tentu saya tidak akan lagi naik turun gunung dengan memikul kunyit ini.
Mendengar ucapan penjual kunyit itu, Raden Paku berdoa dan seketika itu kunyit yang dipukul orang itu berubah manjadi emas.
Melihat kenyataan itu, orang yang memikulnya terbelalak, lalu bergegas memburu Raden Paku yang sudah melangkah naik gunung. Sampai di pesantren orang itu menghaturkan sembah dan ingin menjadi muridnya Raden Paku.
Atas ketekunan dan kesungguhan Raden Paku dalam kurun wakti tiga tahun kkemudian pesantren itu sudah terkenal keseluruh nusantara. Karena itulah murid-murid Sunan Giri banyak yang datang dari Madura, Kalimantan, Makasar, Lombok, Hitu Ternate dan seluruh Jawa.
Bahkan di dalam buku Babat Tanah Jawa disebutkan bahwa murid-murid Sunan Giri itu banyak juga dari Arab, Mesir, Cina, dan Rumawi.
Dengan waktu yang singkat nama Sunan Giri sudah tersebar luas di berbagai negara itu, menurut catatan Dr.H.J. De Graaf, setelah pulang dari negeri Pasai, Raden Paku sempat memperkenalkan diri dalam dunia perdagangan dengan melaksankan dakwahnya di negeri mana saja beliau berdagang.
Pada akhirnya beliau berkedudukan sebuah perbukitan di wilayah Gresik dan menjadi orang pertama yang paling terkenal diantara Sunan-sunan Giri yang ada. Di atas gunung tersebut, semestinya ada istana, karena dikalangan masyarakat banyak dibicarakan adanya Giri Kedaton, yang artinya kerajaan Giri.
Disekitar bukit itu sebelumnya suasana sangat sepi karena jarang ada penghuninya. Tetapi setelah berdirinya Pesantren Giri, maka banyaklah orang yang bertempat tinggal di sana. Dikalangan pesantren itu Sunan Giri telah membangun masjid yang di kanan kiri masjid tersebut juga disediakan bangunan asrama bagi muridnya yang datang dari jauh.