JENAZAH YANG BICARA
(Bedah Pemikiran Mbah Hasyim Asyâari)
Luthfi Bashori
Telinga manusia normal itu, umumnya dapat dipergunakan untuk mendengar segala macam suara yang keberadaa suara tersebut terjangkau oleh daya dengar telinganya. Namun terkadang telinga manusia normal itupun tidak mampu mendengar suara panggilan adzan yang ada di dekat rumahnya, sekalipun sang muaddzin menggunakan alat bantu mimbran, karena hati pemilik telinga tersebut sedang tertutup oleh kemalasan bahkan terhalang oleh kemunafikan dan kekafiran. Karena itu hatinya tidak tergerak sedikitpun untuk melaksanakan shalat.Â
Dalam kitab Risalah Ahli Sunnah wal jamaâah karya KH. Hasyim Asyâari, diterangkan tentang suara dan jeritan jenazah yang tidak dapat didengarkan oleh keluarganya yang masih hidup.
Sebagaimana Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Sy. Abu Said Al-Khudri RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: âApabila jenazah diletakkan dan dipikul oleh beberapa orang pria di atas pundak mereka, maka jika jenazah itu adalah orang shalih ia akan berkata: âSegerakanlah akuâ, dan jika jenazah itu tidak shalih ia akan berkata: âOh celaka! Kemana mereka hendak membawanya?â Suaranya bisa didengar oleh apa saja kecuali manusia. Seandainya manusia mendengarnya, ia pasti pingsan.â
Pada hadits di atas ini secara terang benderang dikatakan, bahwa telinga manusia normal yang mengusung jenazah di pundaknya saja tidak mampu mendengarkan jeritan jenazah yang jaraknya tidak lebih dari satu meter.Â
Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan hadits serupa dari Sy. Laits bin Saâad. Di situ dikatakan bahwa jenazah itu berkata kepada keluarganya: âCelakalah dia!â Dalam hadits itu juga dikatakan: âSeandainya manusia mendengarnya, ia pasti pingsan.
.
Ada beberapa faedah yang dapat diambil dari hadits ini antara lain:Â
1. Orang yang mati di dunia karena nyawanya telah merenggang dari badan, hakikatnya tidak mati, tapi pindah alam. Karena itu sang mayit masih dapat berbicara sesuai dengan bahasa alam barunya, namun manusia yang masih hidup di dunia itu tidak dapat mendengar suaranya.
2. Dengan demikian, jika ada keluarga/kawan jenazah (mayit) yang menziarahi kubur-nya, maka si mayit mengetahui kedatangannya. Jika penziarah itu datang dengan membawa kebaikan, seperti mendoakannya atau membaca salam dan ayat-ayat Alquran serta kalimat-kalimat thayyibah, maka bergembiralah si mayit. Jika keluaga/kawannya datang ke kubur-nya dengan berbuat/ berbicara/ menyanyi lagu non syarâI, maka sedihlah si mayit.
3. Kemampuan telinga manusia yang masih hidup di dunia itu penuh keterbatasan, demikian juga dengan panca indra lainnya, maka untuk urusan terkait situasi kehidupan seseorang setelah kematian di dunia, tidak dapat dipikir/dipahami dengan panca indra semata, namun harus dipikir/dipahami dengan keyakinan hati dengan mempelajari dalil-dalil baik dari Alquran, Hadits maupun pendapat para ulama salaf Aswaja.  Â