Sebuah Kronologi Histori
A.Moertadho
Pada dasarnya apabila dilihat dari modal yang dimilikinya untuk hidup, manusia itu terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah kelompok yang diberi modal akal pikiran.Sedangkan yang kedua adalah mereka yang diberi modal keyakinan disamping juga kemampuan untuk berpikir.
Dalam perjalanannya,perbedaan modal dengan segala interaksi dan konfrontasinya inilah yang nantinya akan mewarnai sejarah kehidupan umat manusia.
Para manusia yang bermodalkan akal, secara otomatis akan mengandalkan satu-satunya modal - yakni akalnya - untuk menjawab segala pertanyaan yang ia temui selama perjalanan hidupnya.Mulai dari hal yang terkecil,lalu hakikat alam semesta,bahkan sampai hakekat Penciptanya.
Golongan ini mempercayai akal pikiran diatas segalanya. Dalam mencapai kebenaran dan keyakinan harus melalui proses berfikir. Artinya mereka harus berpikir dulu baru yakin. Sehingga, ketika merambah wilayah ketuhanan mereka harus berpikir dulu tentangNya barulah mereka bersedia meyakini, mulai perihal wujudNya hingga kehidupanNya.
Dari sinilah muncul berbagai macam konsep Tuhan beserta teologinya. Mulai dari tuhan yang wujudnya membawa palu (dewa thor) hingga tuhan yang memiliki anak dan istri baik yang monogami maupun yang poligami.
Sedangkan golongan yang kedua otomatis mengandalkan keyakinannya dalam mencari hakekat kehidupannya, tanpa harus berpikir mereka sudah yakin tentang keberadaan Tuhan pencipta alam semesta. Dan ketika mereka menggunakan akal pikirannya, maka mereka melandaskan pemikirannya pada keyakinannya tersebut.
Sebagaimana yang kita ketahui pada kisah Nabi Ismail yang tanpa berpikir panjang langsung serta merta meyakini kebenaran mimpi ayahnya,dan siap untuk disembelih padahal dimimpi itu ia dihadapkan dengan kematian
Demikian pula dengan seorang Umar bin Khattab yang terkenal akan kekerasan hatinya ketika mendengar lantunan ayat Alquran langsung serta merta meyakini kebenaran Alquran. Begitu juga Sayyidina Abubakar yang langsung meyakini kebenaran peristiwa Isra` Mi`raj yang tidak bisa diterima akal dan pikiran manusia, dan masih banyak lagi contoh manusia dari golongan ini.
Akan tetapi dalam perjalanannya rupanya arus pemikiran dua golongan ini mulai berinteraksi dan berkonfrontasi, dan inilah yang akan merubah perjalanan hidup umat manusia.
Kita semua tahu bagaimana keyakinan umat Nabi Isa dapat berubah haluan hanya oleh satu orang berdarah Yahudi yang bernama Paulus. Dia sangat mencintai helenisme atau filsafat Yunani khususnya paham Stoisisme yang fanatik pada akal budi.Salah satu karya Paulus yang mengedepankan akal/logika dalam hukum adalah tidak diwajibkannya khitan (yang oleh nabi Isa diwajibkan) dengan dalih khitan tidaklah manusiawi dan kejam bila diterapkan pada bangsa selain Yahudi (seperti Yunani) yang tidak punya kebiasaan berkhitan, padahal agama tidak hanya untuk bangsa Yahudi.
Begitu pula dengan babi yang sangat populer dikonsumsi bangsa Yunani dan Romawi.
Pada saat itu mereka tidak mampu meninggalkan babi untuk konsumsinya, lantas dengan dalih seperti di atas maka Pauluspun meghalalkan konsumsi babi yang tadinya diharamkan.menurut paulus iman yang baru dibimbing oleh kasih, bukan oleh larangan-larangan hukum agama tradisional.
Rupanya interaksi seperti diatas tidak hanya berhenti pada era nasrani saja, akan tetapi hingga saat ini kita masih menemui hal semacam diatas.
Seperti halnya beberapa dari generasi muda umat islam mengatakan " bukanlah seorang yang berpikiran maju dan berkembang jika meyakini sesuatu tanpa memikirkannya terlebih dahulu".
Mungkin berawal darisini, lantas mereka menganggap perlu untuk memikirkan isi Alquran terlebih dulu sebelum mempercayai kebenaran Alquran. Hal ini kebalikan dari Sayyidina umar yang cukup dengan sekilas dengar saja lantas meyakini sepenuhnya. Akibat dari pemikiran mereka lantas muncullah berbagai macam produk yang salah satunya adalah hermeneutika sebagai implementasi dari usaha mereka dalam memikirkan kandungan Alquran.
Hermeneutika dikembangkan dan diujicoba untuk dimasukkan dalam kajian-kajian Alquran, sebagai pembaharuan tafsir-tafsir yang sudah mu`tabar seperti Ibnukatsir, Jalalain ,dan lainnya yang mereka anggap tidak ilmiah.Dalam hal ini "sikap ilmiah" diukur dari besarnya peran akal dalam mencari kebenaran.Kalau begitu maka persaksian Sayyidina Umar tentang kebenaran Alquran yang tanpa proses berpikir dan tanpa menggunakan berbagai macam metode penelitian adalah perlu dipertanyakan, dan dianggap tidak ilmiah.Metode ini diusung kemudian diadopsi oleh pemikir-pemikir yang tergabung dalam (JIL) Jaringan Islam Liberal.
Perlu diketahui bahwa bapak hermeneutika modern yaitu Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768-1834) adalah pendiri "Protestan Liberal". Entah disengaja atau tidak, yang jelas ada kesamaan kata "Liberal" disini, minimal ada kesamaan prinsip yaitu mengedepankan akal pikiran yang bebas/liberal diatas keyakinan.
Adapun hasil pemikiran mereka antara lain adalah Alquran yang ada sekarang bukan lagi kalam Ilahi karena ia menggunakan bahasa manusia.
Alquran adalah produk budaya dan pengharaman babi lebih karena produk budaya, karena budaya di tempat Alquran diturunkan tidak populer mengkonsumsi babi. Bukankah hal ini mirip dengan pemikiran paulus?!
Dari uraian ini, maka pertanyaannya adalah modal manakah yang kita miliki untuk hidup? Akankah akal pikiran yang merombak keyakinan kita? Ataukah keyakinan akan kebenaran Allah serta kalamNya dan RasulNyalah yang merubah pola pikir kita?