SIFAT ZUHUD JADI BAHAN CERITA
(Bedah Pemikiran Mbah Hasyim Asy’ari)
Luthfi Bashori
Menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlis Sunnah wal Jamaah, bawah temasuk tanda sudah dekat datangnya hari Qiamat, yaitu jika tidak ada lagi orang yang zuhud dan
wara’.
Zuhud merupakan suatu sikap terpuji yang disukai oleh Allah SWT, di mana seseorang lebih mengutamakan cinta kehidupan akhirat dan tidak terlalu mementingkan urusan dunia atau harta kekayaan.
Wara’ adalah meninggalkan setiap yang haram maupun perkara syubhat (yang masih samar), termasuk pula meninggalkan hal yang tidak bermanfaat untuk akhirat, maksudnya adalah meninggalkan perkara mubah yang berlebihan.”
KH. Hasyim Asy’ari menukil hadits Nabi Muhammad SAW, “Hari Qiamat tidak akan terjadi sampai zuhud hanya menjadi sebuah cerita dan wara’i menjadi sesuatu yang dibuat-buat/dipaksakan.” (Diriwayatkan oleh Imam Abu Nua’im dalam kitab Hilyatul Auliya).
Dewasa ini sudah banyak di kalangan umat Islam, bahkan tokoh-tokohnya yang berani mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, entah itu berupa barang kekayaan semacam uang dari hasil korupsi dan penggelapan. Atau menguasai gedung, tanah, fasilitas umum di atas namakan milik pribadi. Merebut jabatan publik dengan curang dan money politik. Menjadikan organisasi Islam untuk mencari ketenaran nama dan dana demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, bukan untuk kepentingan Islam secara makro.
Tentunya masih banyak perilaku buruk dan jahat lainnya tengah dipertontonkan oleh tokoh-tokoh lantas diikuti oleh umat Islam pula, yang mana perilaku tersebut sangat jauh dari sifat zuhud dan wara’.
Tentunya, jika sifat-sifat buruk seperti tersebut di atas telah melanda dunia Islam, maka secara otomatis, sifat zuhud dan wara’ hanya akan dapat dtemukan sebagai riwayat dan hikayat di dalam buku-buku cerita semata. Saat hal ini terjadi, maka sungguh telah dekat datangnya hari Qiamat.
Jika diperhatikan, betapa jauhnya tata cara kehidupan para shahabat Nabi yang rata-rata mereka itu sangat menjaga kezuhudan dan kewara’an, jika dibandingkan dengan kehidupan umat Islam di jaman sekarang.
Sebut saja kisah Sy. Abu Darda` RA yang mengatakan, “Tatkala Nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul, ketika itu aku adalah seorang pedagang. Aku ingin menggabungkan ibadahku dan pekerjaanku, namun keduanya tidak bisa bersatu. Kemudian aku pun meninggalkan pekerjaanku dan memilih beribadah kepada Allah Azza wa Jalla . Demi Allah Azza wa Jalla , alangkah senangnya seandainya aku memiliki toko di jalan menuju pintu masjid hingga aku tidak meninggalkan shalat. Aku bisa mendapatkan keuntungan empat puluh dinar dan bisa aku sedekahkan semua di jalan Allah Azza wa Jalla .”
Lantas ada seseorang yang bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Darda`, kenapa engkau membenci hal (harta) itu?”
Beliau menjawab, “Aku takut (hisab yang dahsyat). Pada hari kiamat Allah Azza wa Jalla akan menghisab hartaku ini dan bertanya kepadaku dua hal:
Pertama : Darimana harta itu diperoleh?
Kedua : Kemana harta itu dibelanjakan?
Harta yang halal ada hisabnya dan harta yang haram ada siksanya.”
[Kitab Ash-Shahabah halaman 461-463]